Kutukan sumber daya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
no Tag: Dikembalikan VisualEditor |
k Suntingan 39.57.234.45 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Savh Tag: Pengembalian |
||
Baris 1:
'''Kutukan sumber daya''', atau '''paradoks keberlimpahan''', mengacu pada [[paradoks]] bahwa negara dan daerah yang kaya akan [[sumber daya alam]], terutama sumber daya non-terbarukan seperti [[mineral]] dan [[bahan bakar]], cenderung mengalami [[pertumbuhan ekonomi]] yang lebih lambat dan wujud pembangunan yang lebih buruk ketimbang negara-negara yang sumber daya alamnya langka. Fenomena ini diduga memiliki beberapa alasan, salah satunya penurunan tingkat persaingan di sektor-sektor ekonomi lain (akibat apresiasi nilai tukar asli setelah pendapatan SDA mulai memengaruhi ekonomi), volatilitas pendapatan SDA akibat menghadapi perubahan pasar komoditas global, salah pengelolaan SDA oleh pemerintah, atau institusi yang lemah, tidak efektif, tidak stabil, atau korup (kemungkinan karena sifat arus pendapatan aktual atau terantisipasi dari aktivitas ekstraktif yang mudah sekali dialihkan).
== Tesis kutukan sumber daya ==
Pemikiran bahwa SDA lebih bisa digolongkan sebagai kutukan alih-alih anugerah ekonomi mulai muncul pada tahun 1980-an. Kata ''tesis kutukan sumber daya'' pertama dipakai [[Richard Auty]] tahun 1993 untuk menjelaskan bagaimana negara-negara yang SDA-nya berlimpah tidak mampu memanfaatkan kekayaan tersebut untuk mendorong ekonomi mereka dan bagaimana mereka mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat daripada negara-negara yang SDA-nya sedikit.<ref>{{cite book|last= Auty|first= Richard M.|year= 1993|title= Sustaining Development in Mineral Economies: The Resource Curse Thesis|location= London|publisher= Routledge}}</ref> Beberapa penelitian, termasuk oleh [[Jeffrey Sachs]] dan Andrew Warner, telah memperlihatkan hubungan antara keberlimpahan sumber daya alam dengan lambatnya [[pertumbuhan ekonomi]].<ref>{{citation|title = NBER Working Paper 5398: Natural resource abundance and economic growth|first1 = Jeffrey D|last1 = Sachs|first2 = Andrew M|last2 = Warner|url = http://ideas.repec.org/p/nbr/nberwo/5398.html|date = 1995-02-02|accessdate = 2009-06-29}}</ref> Ketidaksinambungan antara kekayaan SDA dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat di negara-negara penghasil [[minyak bumi]]. Sejak 1965 sampai 1998, di negara-negara industri [[OPEC]], pertumbuhan [[produk nasional bruto#Produk Nasional Bruto|produk nasional bruto]] [[per kapita]] rata-rata 1,3%, sedangkan di negara-negara maju, pertumbuhan per kapitanya rata-rata 2,2%.<ref>{{citation|title = Natural resources, education, and economic development|last = Gylfason|first = T|journal = European Economic Review|volume = 45|number = 4-6|pages = 847–59|year = 2001|publisher = Elsevier|url = http://www.hi.is/~gylfason/pdf/dp2594.pdf}}</ref> Sejumlah ahli berpendapat bahwa arus finansial dari [[bantuan asing]] dapat menciptakan dampak yang mirip kutukan sumber daya.<ref>{{citation|url = http://www.econ.upf.edu/docs/papers/downloads/870.pdf|title = The curse of aid|last1 = Djankov|first1 = S|last2 = Montalvo|first2 = J G|last3 = Reynal-Querol|first3 = M|journal = Journal of Economic Growth|volume = 13|number = 3|pages = 169–94|year = 2008|publisher = Springer}}</ref>
|