Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
fix |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 88:
Pembagian DIY menjadi kabupaten-kabupaten dan kota yang berotonomi diatur dengan {{ke wikisource|UU No. 15 Tahun 1950}} (BN 1950 No. 44) dan {{ke wikisource|UU No. 16 Tahun 1950}} (BN 1950 No. 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan {{ke wikisource|PP No. 32 Tahun 1950}} (BN 1950 No. 59). Menurut undang-undang tersebut DIY dibagi menjadi kabupaten-kabupaten [[Bantul]] (beribu kota Bantul), [[Sleman]] (beribu kota Sleman), [[Gunung Kidul]] (beribu kota [[Wonosari]]), [[Kulon Progo]] (beribu kota Sentolo), [[Adikarto]] (beribu kota [[Wates]]), dan Kota Besar Yogyakarta. Untuk alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribu kota Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribu kota Sentolo menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua daerah ini ditetapkan oleh {{ke wikisource|UU Nomor 18 Tahun 1951}} (LN 1951 No. 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU 22/1948.
=== Penyelenggaraan Demokrasi di DIY (
==== Pemilu Lokal (Tingkat Daerah) Pertama (1951) ====
Pada tahun [[1951]] Yogyakarta menyelenggarakan pemilu pertama dalam sejarah Indonesia. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota legislatif di Daerah Istimewa dan Kabupaten. Pemilu dilangsungkan dalam dua tahap, tidak secara langsung. Pemilih memilih electors yang kemudian electors memilih partai (Selo Sumardjan 1962, hal 101). Komposisi DPRD didominasi dari [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] (18 kursi dari total 40 kursi), sisanya dibagi oleh enam parpol lainnya<ref name="pjs">PJ Suwarno, 1994</ref>. Tercatat dua parpol lokal yang mengikuti pemilu ini yaitu PPDI dan SSPP<ref name="pjs">PJ Suwarno, 1994</ref>. Sementara itu kekuasaan eksekutif tetap dijalankan oleh Dewan Pemerintah Daerah yang beranggotakan lima orang yang dipilih oleh dan dari DPRD sesuai dengan tingkatannya. Untuk tingkatan Daerah Istimewa, selain lima orang tersebut, Dewan Pemerintah juga diisi oleh kedua raja (Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII). Namun keduanya tidak bertanggung jawab kepada DPRD melainkan langsung kepada Presiden.
==== Pemisahan dan Pembagian Urusan Pemerintahan Keraton dengan Pemda DIY (
Perubahan yang cukup penting<ref name="joyb"/>, pasca UU 3/1950 adalah perubahan wilayah. Wilayah birokrasi eksekutif yang menjadi DIY adalah wilayah [[Negara Gung]] yang dibagi 3 kabupaten yakni Kota, Kulonprogo dan ''Kori'' dan kemudian menjadi 4 kabupaten 1 kota<ref name="joyb"/>. Sejak 1945 birokrasi ini pula yang menjadi tulang punggung birokrasi DIY (lihat periode I di atas). Dengan kata lain Birokrasi Pemda DIY sebenarnya merupakan pengembangan dari ''Kanayakan'' yang memerintah ''Nagari Dalem'' (dahulu dikepalai oleh ''Pepatih Dalem'')<ref name="pjs">PJ Suwarno, 1994</ref>. Sementara wilayah [[Mancanegara]], yang tidak dikuasai Belanda tetapi dikelola dengan sistem bagi hasil, menjadi wilayah RI dengan pernyataan singkat [dari Sultan HB IX]: “Saya cukup berkuasa di bekas wilayah Negara Gung saja”. Sehingga wilayah-wilayah: [[Madiun]], [[Pacitan]], [[Tulung Agung]], dan [[Trenggalek]] yang dikenal sebagai ''Metaraman'' dilepas ke Republik Indonesia<ref name="joyb"/>.
|