Sejarah Kabupaten Karawang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Medelam memindahkan halaman Sejarah Karawang ke Sejarah Kabupaten Karawang
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Gabungke|Kabupaten Karawang}}
{{Rapikan}}
'''Sejarah Karawang''' tersusun dari berbagai fragmen peradaban. Sejarah Karawang diawali dari awal abad Masehi dan terus bersambung hingga era Kerajaan Sunda, Mataram dan Masa Kemerdekaan Indonesia.
 
Kabupaten Karawang merupakan wilayah pesisir pantai utara Jawa bagian barat dan termasuk bagian dari Provinsi Jawa Barat. SecaaSecara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 107o02’ - 107o40’ BT dan 5o562’ - 6o34’ LS. Secara topografis sebagian besar wilayahnya termasuk ke dalam dataran alluvial dengan ketinggian 0.6 di atas permukaan laut, dan kemiringan tanah 0.2 %. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat. Secara administratif, Kabupaten Karawang memiliki 30 Kecamatan yang terdiri dari 298 Desa dan 11 Kelurahan. Wilayah Karawang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta. Kabupaten Karawang merupakan wilayah pertanian sawah dengan pengairan (irigasi), dan sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani dan nelayan di daerah pantai. Profesi sebagai petani dan nelayan ini yang kemudian mempengaruhi corak kebudayaan yang berkembang di Kabupaten Karawang. Banyak keyakinan, ritus, dan seni di Kabupaten Karawang yang lahir dari latar belakang pertanian dan nelayan seperti babarit, nyalin, hajat bumi, nadran, seni topeng dan tari jaipong. Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Karawang mencapai 2.295.778 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 1.177.310 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1.118.468 jiwa. Penduduk Karawang memiliki keragaman bahasa yaitu Sunda, Jawa, Betawi, Melayu dan Cina.
 
== Sejarah namaNama Karawang ==
 
==== ''A. Berita Cina (Abad 3 Masehi)'' ====
Catatan tertulis yang pertama kali mengindikasikan keberadaan nama Karawang adalah Nan Chou I Wu Chih (Catatan Dari Daerah Selatan). Ini bukan kitab kungfu, apalagi kitab suci yang dicari Kera Sakti dan Biksu Suci dalam perjalanan ke barat. Nan Chou I Wu Chih adalah sebuah catatan perjalanan Cina bernama Wan Chen dari Dinasti Wu pada 220-280 Masehi. Wan Chen mencatat bahwa di daerah selatan atau yang oleh Bangsa Cina dinamakan Kun-lun-po (nusantara),terdapat sebuah pusat perdagangan yang sangat penting bernama Koying, yang memiliki pelabuhan besar, dan menjadi tempat persinggahan terakhir kapal-kapal dari India. Nama Koying juga terdokumentasikan dalam laporan utusan Kaisar Dinasti Wu, Ch`ih Wu, untuk kerajaan Hindu Funan yang berada di sekitar Sungai Mekong (Vietnam) pada abad ke-3. Utusan yang bernama Chung-Lang Kang-Tai dan Chu-Ying mencatat adanya sebuah tempat bernama Ge-ying, yang juga diterjemahkan sama dengan Koying, yang merupakan pusat perdagangan yang mengekspor mutiara, permata, emas, dan kacang-kacangan.Informasi dari Wan-Chen dan Kang-Tai tentang lokasi Koying menurut beberapa peneliti merujuk pada sebuah kerajaan yang berada di Indonesia bagian barat. Adapun tujuan para utusan Cina ke Funan adalah untuk mencari tahu rute perdagangan maritim melalui laut Asia Tenggara guna memperoleh barang-barang dari India dan Timur-Tengah. Sementara itu seorang biksu bernama Bodhibadra (359-429) yang sedang melakukan perjalanan menuju Cina juga mencatat adanya sebuah tempat bernama Koying.
 
Sampai sekarang, lokasi Koying belum dapat dipastikan seperti halnya kerajaan-kerajaan kuno lainnya yang berdiri pada awal Masehi. Para peneliti dari berbagai negara memiliki teori masing-masing tentang lokasi Koying. Namun peneliti asal Cornell University, Oliver Wiliam Wolter, memprediksi bahwa nama Koying merujuk pada nama Karawang. Sebutan Koying sama dengan sebutan Kawang, yang sekarang menunjuk pada lokasi Karawang Peneliti lainnya seperti Profesor McCoy8 dan juga Profesor Hasan Djafar, berpendapat sama dan mendasarkan argumennya akurasi pengucapan kata pada abad 3 Masehi dengan rekontrusi pelapalan Koying dengan Kawang, dan akhirnya menjadi Karawang. Dan jika hasil penelitian itu dibenarkan maka berarti nama Karawang sudah ada sejak awal Masehi, dan pengucapannya dalam bahasa Cina pada masa itu adalah Koying. Sedangkan Ptolemy menyebutnya Argyre. Interpretasi Koying menurut tradisi pantun kemungkinan mengarah pada Palabuhan Kuta Tambaga seperti yang disebut dalam Pantun Pakujajar Beukah Kembang.
Baris 28:
Kitab Babad Tanah Jawi adalah sebuah karya sastra sejarah dalam berbentuk tembang Jawa. Kitab tersebut mengupas berbagai peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa, dari mulai kisah para nabi, nenek moyang kerajaan-kerajaan Hindu hingga kisah Mataram Islam. Buku Babad Tanah Jawa merupakan terjemahan dari ''Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647'' yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden. Dalam Babad Tanah Jawi Karawang dikenal sebagai nama tempat dibuangnya Ciung Wanara ketika masih bayi. Ciung Wanara adalah salah satu penguasa terbesar kerajaan Sunda. Babad Tanah Jawi menerangkan bahwa karena adanya konflik kekuasaan di istana kerajaan, maka bayi Ciung Wanara dihanyutkan ke Sungai Karawang (Citarum), dan kemudian bayi tersebut dipungut oleh seorang penduduk yang dinamakan Ki Buyut Karawang, karena dia tinggal di sekitar Sungai Karawang, ''Kabucal ing lèpèn Karawang, sang natainggih sampun marêngi, jabang bayi kalêbêtakên ing tabêla, lajêng dipun kèlèkakên inglèpèn Karawang. Tabêla ingkang dipun kèlèkakên wau kapêndhêt ing tiyang mancing, anama Kyai Buyut ing Karawang''.
 
Dalam bagian lain, Babad Tanah Jawi juga menyebutkan nama Karawang sebagai salah satu wilayah yang dikuasai VOC pada tahun 1677 , Betawi, Krawang tekan Kali Indramayu, Priyangan tekan Segara Kidul, Semarang lan wewengkone. Cirebon wus ngaub marang VOC. 18 Sementara di bagian lain Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa daerah bernama Karawang tersebut memiliki wilayah luas yang terbentang antara Cikao, Laut Jawa dan Sungai Cilamaya. Berita Jawa lainnya, yakni Babad Pajang yang diambil dari Babad Meinsma tahun 1874, menceritakan bahwa ketika para wali sedang merencanakan pembangunan masjid Demak yang kedua kalinya, terdapat nama Pangeran Karawang yang ikut membantu pembangunan masjid tersebut, bersama SehSyekh Bentong, dan para wali serta beberapa penguasa daerah lainnya yang sudah masuk Islam:Pangeran ing Jambu Karang lan Pangeran Karawang, ''myang seh Wali Lanang iku, tuwin seh waliyul Islam….Myang Seh Suta Maharaja, Seh para klawan, Seh Banthong''. Seh Bentong adalah penyebar ajaran Islam di Karawang, dan dia dikenal sebagai murid pertama Seh Kuro. Namun, sosok tentang Pangeran Karawang tidak ada keterangannya. Besar kemungkinan dia anggota keluarga Cirebon yang ditempatkan di Tanjung Pura mengingat adanya informasi dari Sejarah Cirebon bahwa Karawang di bagian timur Citarum masuk dalam kekuasaan Cirebon setelah runtuhnya Pajajaran.
 
== Referensi : ==
Baris 35:
 
[[Kategori:Sejarah Kabupaten Karawang Jawa Barat]]
<references />
[[Kategori:Karawang]]
[[Kategori:Jawa Barat]]