Jemparingan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah
merubah sedikit
Baris 4:
 
== Sejarah ==
Asal usul jemparingan yang masih eksis sampai sekarang dapat dilacak awalnya yaitu sejak terbentuknya [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] di bawah pemerintahan [[Hamengkubuwana I|Sri Sultan Hamengkubuwana I]] (1755 - 1992). Pada abad ke-17, [[Eropa|bangsa Eropa]] yang menjajah [[Indonesia]] kala itu memperkenalkan olahraga panahan pada para elit keraton [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] dan [[Kartasura, Mataram|Kartasura]]. Pada awalnya, bangsa Eropa yang datang ke Yogyakarta hanya berniat untuk bernegosiasi tentang [[wilayah]] jajahannya dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I). Namun, lama-kelamaan bangsa Eropa yang singgah tersebut menularkan [[Budaya|kebudayaan]]<nowiki/>nya pada elit keraton, salah satunya yaitu panahan gaya Eropa. Pengenalan olahraga tersebut mendapatkan respon positif di kalangan keraton. Hingga suatu ketika Pangeran Mangkubumi berpikir untuk menjadikan panahan tersebut berbeda dan memiliki ciri khas sendiri.
 
Pada akhirnya, tepatnya pada tanggal 13 [[Februari]] 1755 yang bertepatan dengan berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengkubuwana I menemukan Panahan atau Jemparingan Gagrak Mataram yang mengadopsi dari panahan gaya Eropa. Penemuan gaya panahan baru tersebut mengakibatkan terbentuknya kesatuan [[prajurit]] Nyutra ([[prajurit keraton]]) yang bersenjatakan panah. Pada awalnya Jemparingan Gagrak Mataram (gaya Mataram) ini hanya dapat dimainkan oleh anggota [[Kerabat kerajaan|keluarga kerajaan]]<ref>{{Cite book|last=Dzikri|first=Mu'tashim Hasby|date=2019|url=https://fud.iain-surakarta.ac.id/akasia/index.php?p=show_detail&id=5517&keywords=|title=Ajaran Etika Jawa Dalam Olahraga Jemparingan Mataram Jawa (Studi Kasus Di Sriwedari) (Skripsi)|location=Surakarta|publisher=Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta|pages=33-35|url-status=live}}</ref>. Namun, selanjutnya Raja Yogyakarta yaitu Sultan Hamengkubuwana I memerintahkan pengikut serta [[rakyat]]<nowiki/>nya untuk [[belajar]] memanah guna membentuk [[Karakter|watak]] [[kesatria|kesatria.]]<ref>{{Cite web|last=admin web Keraton Yogyakarta|date=25 Juni 2018|title=Jemparingan Gaya Mataram|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/14/jemparingan-gaya-mataram|website=Kagungan Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=19-04-21}}</ref>.
 
Versi lain dari [[sejarah]] terbentuknya jemparingan yaitu bermula dari kebiasaan [[leluhur]] [[Mataram (disambiguasi)|Mataram]] pada [[Waktu|masa]] silam. Keahlian memanah ini digunakan untuk berburu [[hewan]], berperang, dan juga sebagai sarana mempertahankan diri. Perlu diingat bahwa [[masyarakat]] Yogyakarta sangat setia dalam menjaga [[Adat|adat istiadat]]. Sehingga, tradisi ini tetap lestari hingga masa kini<ref>{{Cite web|last=admin web Keraton Yogyakarta|date=25 Juni 2018|title=Jemparingan Gaya Mataram|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/14/jemparingan-gaya-mataram|website=Kagungan Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat|access-date=19-04-21}}</ref>.
 
Pada masa kini, jemparingan semakin meluas di kalangan masyarakat bahkan menyebar hingga ke [[Bali]]. Makin banyak pula dibentuk paguyuban-paguyuban jemparingan hingga lomba-lomba jemparingan (''gladhen'').