Syekh Hasan Abdel Bar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SebutirDebu (bicara | kontrib)
SebutirDebu (bicara | kontrib)
Baris 77:
'''Syekh Hasan Abdel bar''' atau '''K.H. Moh Hasan Abdel Bar''' Selengkapnya ''Sayyidi asy-Syarif Mohammad Hasan Abdel Bar'' bin
[[Kyai Saifourridzal|Hasan Saifourridzal]] bin [[Kiai Hasan Genggong|Mohammad Hasan Genggong]] lebih dikenal dengan sebutan '''Nun Bang''' merupakan keturunan dari seorang syekh Mursyid di Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'Alawiyah. Sang Kakek adalah Mujaddid dan Syekh Naqshabandi terkemuka dari Indonesia, [[Kiai Hasan Genggong|Syekh Hasan Genggong]]. Ia dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam [[Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah]] ({{lang-ar| آل باعلوي‎ طريقة نقشبندية ‎|Naqshbandīyah Ali Ba'Alawiyya}}).<ref>https://www.pzhgenggong.or.id/1077/pengajian-thoriqoh-naqsabandiyah-mengajak-para-ikhwan-meningkatkan-kualitas-ibadah.html</ref> Di masyarakat santri, Ikhwan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Hasan Abdel Bar juga dikenal sebagai Waliyullah.<ref>https://newssatu.com/probolinggo/innalillahi-wa-innailaihi-rojiun-kh-moh-hasan-abdel-bar-ponpes-zaha-genggong-probolinggo-wafat/</ref> Seperti cerita Wali Songo, banyak cerita kelebihan di luar akal atau karamah Syekh Hasan Abdel Bar terkisah dari lisan ke lisan, terutama di lingkungan masyarakat Probolinggo Jawa Timur, dengan Salah satu tanda keajaibannya adalah karomah yang mahsyur, memiliki kistimewaan mendapatkan kabar dari malaikat maut (Izrail) apabila ada orang yang hendak dicabut nyawa.
==Mempelajari Tarekat ==
== Menerima Kemursyidan ==
Menurut penuturan dari ikhwan senior, Syekh Hasan Abdel Bar mulai aktif berthoriqoh sekitar tahun 1998 m. Saat itu beliau terpanggil untuk mengikuti jejak kakeknya Syekh Hasan Genggong yang memegang erat 4 pilar dalam islam yakni syariat, thoriqoh, hakikat dan makrifat. Maka Dengan segala upaya itu kemudian Ia mencari murid yang telah belajar langsung kepada Syekh Hasan Genhhong dalam ilmu thoriqoh. Dalam pencarian itu, di saat beliau tidur, tiba-tiba Syekh Hasan Genggong datang menepuk-nepuk paha beliau seraya berkata, ''Jegeh-jegeh duliyen been baiat thorriqoh entar ka bucor.'' Demi menuruti perintah sang kakek, Beliau pun segera berangkat meski belum tahu persis harus pergi ke siapa. Setelah melalui pencarian yang cukup melelahkan, akhirnya Allah mempertemukan beliau dengan apa yang beliau cari.
Awalnya beliau mendatangi KH. Sufyan Miftahul Arifin Seletreng Situbondo yang merupakan santri senior Pesantren Zainul Hasan Genggong sekaligus murid dalam tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'alawi dibawah bimbingan Syekh Hasan Genggong. Sesampainya di kediaman Kiai Sufyan beliau mengutarakan maksudnya untuk berbai’at. Namun Kiai Sufyan tidak bersedia seraya mengatakan bahwa di daerah pakuniran ada seorang Mursyid putra dari Mursyid sebelumnya.
Baris 83:
Setelah mendapatkan titik terang, kemudian beliau mendatangi seorang Kiai tersembunyi di daerah Bucor Wetan Pakuniran Probolinggo. Namanya Syekh Ahmad bin Syekh Tuki al-Butjuri. Seorang ulama ''khumul'' yang tidak terpesona dengan kepopuleran. Bak mutiara yang terpendam beliau memilih untuk bersembunyi di kawasan lereng bukit kertonegoro Pakuniran.
Sesampainya di kediaman Kiai Ahmad, ternyata beliau memang menunggu kedatangan KH. Moh. Hasan Abdil Bar. Singkat cerita Kiai Abdil Bar lalu berbaiat thoriqoh ke Kiai Ahmad dan mengamalkannya dengan istiqomah dan bersungguh-sungguh.
== =Menerima Kemursyidan ===
 
Dalam perjalanannya sebagai seorang salik, beliau juga sering didatangi Nun Abdul Jalil secara ''yaqodzoh'' (terjaga, bukan mimpi) mendapat instruksi secara "ruhani" oleh Non Abdul Jalil (yang telah meninggal secara jasmani) dan memberikan bimbingan bagaimana cara berdzikir thoriqoh yang benar. Hingga akhirnya tiga tahun sebelum kiai ahmad wafat, Seraya memohon maaf, Kiai Ahmad menyerahkan kemursyidan beliau dalam Thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba’alawi kepada KH. Moh. Hasan Abdel Bar dan mengajarinya bagaimana cara membaiat.
"Saya sebenarnya hanya ingin berthoriqoh saja, saya tidak pernah ingin jadi mursyid. Sebab saya tidak pantas untuk itu." Tutur Kyai Moh Hasan Abdel Bar kepada salah seorang muridnya.