Sultan Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
||
Baris 120:
<td align="center">[[1700]]-[[1717]]</td>
<td>Pangeran Suria Alam bergelar [[Sultan Tahmidullah I]]/Panembahan Kuning bin Sultan Amarullah Bagus Kasuma</td>
<td>* Raja Kayu Tangi. Tahmidullah I (Sulthan Tahlilloellah 2 ?) memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Ilhamidullah/Sultan Kuning/Sultan Badarul Alam dan yang kedua Sultan Sepuh/Tamjidullah I.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=zTwsAAAAYAAJ&dq=aroeng%20van%20pagattan&pg=PA7#v=onepage&q=aroeng%20van%20pagattan&f=true {{nl}} Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865]</ref><ref name="pegustian">{{id}}Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001</ref> Sedangkan penguasa daerah Negara dijabat oleh Pangeran Mas Dipati<ref>{{Cite web |url=http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2011-07-19 |archive-date=2012-01-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120118065114/http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf |dead-url=yes }}</ref>Trah keturunan Sultan Tahmisillah I menjadi Sultan-[[sultan Sumbawa]]. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II/Gusti Mesir Abdurrahman/Dewa Pangeran (Sultan Sumbawa (1763 - 1766) merupakan seorang putera dari Pangeran Aria bin Sultan Tahmidillah (ke-1). Sebagai menantu Sultan Sumbawa. kemudian dia dilantik sebagai Sultan Sumbawa berikutnya oleh Datu Taliwang (raja daerah Taliwang yang juga keturunan Raja Banjar Sultan Hidayatullah I).<ref>[http://ihinsolihin.com/sastra/sejarah-raja-pemerintahan-di-sumbawa SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA ]</ref></td></td>
</tr>
<tr>
Baris 170:
<td bgcolor="#DDEEFF">* Baginda mendapat gelar [[Sultan Muda]] sejak tahun [[1782]], selanjutnya ia menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Banjar. Ia dibantu adiknya Pangeran Husin bergelar [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] sebagai mangkubumi. Setelah wafatnya [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] maka putera kedua Sultan Adam yaitu Pangeran Noh dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) dengan gelar [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] oleh Belanda pada [[1842]], sedangkan putera sulung yaitu Pangeran Ratu dilantik sebagai Sultan Muda dengan gelar Sultan Muda Abdul Rahman. Untuk memperoleh calon Pangeran Mahkota berikutnya maka Sultan Muda dinikahkan dengan sepupunya putri dari mangkubumi.<ref>{{id}} Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; ''[[Pangeran Antasari]]'', Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993</ref> Setelah wafatnya [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] maka pemerintah kolonial Belanda melantik putera dari selir Sultan Muda Abdul Rahman yang bernama Pangeran Tamjidillah (ke-2) untuk mengisi jabatan mangkubumi (pada saat Sultan Muda Abdul Rahman masih hidup). Ketika Sultan Muda Abdul Rahman mangkat (sebelum sempat menjabat sebagai Sultan Banjar) maka Belanda melantik [[Tamjidullah II]] sebagai [[Sultan Muda]] sejak [[8 Agustus]] [[1852]] sambil merangkap jabatan mangkubumi yang sudah dijabat sebelumnya. Hal ini melanggar adat keraton biasanya mangkubumi dan Sultan Muda dijabat oleh orang yang berbeda, karena sepatutnya Sultan Muda dijabat oleh putera sulung dari permaisuri. Sultan Adam menolak pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda, karena ia menginginkan Pangeran Hidayatullah II untuk jabatan tersebut. Namun setelah wafatnya Sultan Adam, malahan Pangeran Tamjidullah II tetap dilantik pemerintah kolonial Belanda sebagai Sultan Banjar untuk menggantikan sultan Adam, dan sehari kemudian Tamjidullah II menandatangani surat pengasingan pamannya sendiri [[Pangeran Prabu Anom]] untuk diasingkan ke Bandung pada [[23 Februari]] [[1858]].
Tahun 1853 Sultan Adam sebenarnya sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (calon Sultan) dibatalkan. Sebagai tandingan Sultan Muda Tamjidullah, tahun 1855 Sultan Adam melantik puteranya Pangeran Prabu Anom (adik almarhum Sultan Muda Abdul Rahman) sebagai [[Raja Muda]]. Kemudian Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya [[Hidayatullah II]] sebagai Sultan Banjar penggantinya dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, surat wasiat inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan dan rakyat Banjar terhadap kolonial Hindia Belanda<ref>[{{Cite web |url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&pg=PA275#v=onepage&q=balangan&f=true |title={{id}} Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107 |access-date=2010-08-31 |archive-date=2014-01-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140104225128/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&pg=PA275#v=onepage&q=balangan&f=true |dead-url=yes }} {{id}} Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107]</ref> </td>
</tr>
<tr>
Baris 219:
[[Kategori:Suku Banjar]]
</noinclude>
* [http://www.bongkar.co.id/khas-kaltim/cerita-khas-johansya-balham/1493-pelarian-lima-pangeran.html Pelarian Lima Pangeran ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20101222035409/http://www.bongkar.co.id/khas-kaltim/cerita-khas-johansya-balham/1493-pelarian-lima-pangeran.html |date=2010-12-22 }}
|