Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan Purnawarman siliwangi (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Gervant of Shiganshina Tag: Pengembalian |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 39:
=== Catatan sejarah dari Cina ===
Menurut Hirth dan Rockhill,<ref>Hirth, F., Rockhill, W.W., (1911). ''Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi''. St Petersburg</ref> ada sumber Cina tertentu mengenai Kerajaan Sunda. Pada saat [[Dinasti Song|Dinasti Sung]] Selatan, inspektur perdagangan dengan negara-negara asing, [[Zhao Rugua]] mengumpulkan laporan dari para pelaut dan pedagang yang benar-benar mengunjungi negara-negara asing. Dalam laporannya tentang negara Jauh, ''[[Zhu Fan Zhi|Zhufan Zhi]]'', yang ditulis tahun 1225, menyebutkan pelabuhan di "Sin-t'o". Zhao melaporkan bahwa:
{{cquote2|"Orang-orang tinggal di sepanjang pantai. Orang-orang tersebut bekerja dalam bidang pertanian, rumah-rumah mereka dibangun diatas tiang (rumah panggung) dan dengan atap jerami dengan daun pohon kelapa dan dinding-dindingnya dibuat dengan papan kayu yang diikat dengan rotan. Laki-laki dan perempuan membungkus pinggangnya dengan sepotong kain katun, dan memotong rambut mereka sampai panjangnya setengah inci. Lada yang tumbuh di bukit (negeri ini) bijinya kecil, tetapi berat dan lebih tinggi kualitasnya dari Ta-pan (Tuban, Jawa Timur). Negara ini menghasilkan labu, tebu, telur kacang dan tanaman."}}
Buku perjalanan Cina ''
{{cquote2|"Dalam perjalanan ke arah timur dari Shun-t'a, sepanjang pantai utara Jawa, kapal dikemudikan 97 1/2 derajat selama tiga jam untuk mencapai [[Sunda Kalapa|Kalapa]], mereka kemudian mengikuti pantai (melewati Tanjung Indramayu), akhirnya dikemudikan 187 derajat selama empat jam untuk mencapai Cirebon. Kapal dari Banten berjalan ke arah timur sepanjang pantai utara Jawa, melewati [[Sunda Kalapa|Kalapa]], melewati Indramayu, melewati Cirebon."}}
=== Catatan sejarah dari Eropa ===
Laporan Eropa berasal dari periode berikutnya menjelang jatuhnya Kerajaan Sunda oleh kekuatan [[Kesultanan Banten]]. Salah satu penjelajah itu adalah [[Tomé Pires]] dari [[Portugal]]. Dalam bukunya ''[[Suma Oriental]]'' (1513 - 1515) ia menulis bahwa:
{{cquote2|"Beberapa orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda luasnya setengah dari seluruh pulau Jawa; sebagian lagi mengatakan bahwa Kerajaan Sunda luasnya sepertiga dari pulau Jawa dan ditambah seperdelapannya."}}
=== Temuan arkeologi ===
Di wilayah [[Jawa Barat]] ditemukan beberapa candi, antara lain [[Percandian Batujaya]] di [[Kabupaten Karawang|Karawang]] (abad ke-2 sampai ke-12) yang bercorak [[Buddha]], serta percandian [[Hindu]] yaitu [[Candi Bojongmenje]] di [[Kabupaten Bandung]] yang berasal dari abad ke-7 (sezaman dengan percandian [[Dieng]]), dan [[Candi Cangkuang]] di Leles, [[Kabupaten Garut|Garut]] yang bercorak Hindu Siwa dan diduga berasal dari abad ke-8 Masehi. Siapa yang membangun candi-candi ini masih merupakan misteri, namun umumnya disepakati bahwa candi-candi ini dikaitkan dengan kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Jawa Barat, yaitu Tarumanagara, Sunda dan Galuh.
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca [[Caringin]]" karena pernah menjadi hiasan kebun asisten-[[residen]] Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan di Cipanas, dekat kawah [[Gunung Pulosari]], dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa [[Shiwa]] Mahadewa, [[Durga]], [[Batara Guru]], [[Ganesha]] dan [[Brahma]]. Coraknya mirip corak patung di [[Jawa Tengah]] dari awal abad ke-10.
Di situs purbakala [[Banten Girang]], yang terletak kira-kira 10 km di sebelah selatan pelabuhan [[Banten]] sekarang, terdapat reruntuhan dari satu istana yang diperkirakan didirikan pada abad ke-10. Banyak unsur yang ditemukan dalam reruntuhan ini yang menunjukkan pengaruh Jawa Tengah.
Situs-situs arkeologi lain yang berkaitan dengan keberadaan Kerajaan Sunda, masih dapat ditelusuri terutama pada kawasan muara [[Sungai Ciliwung]] termasuk situs Sangiang di daerah [[Pulo Gadung]] (sekarang [[Pulo Gadung, Jakarta Timur]]). Hal ini mengingat jalur [[sungai]] merupakan salah satu alat transportasi utama pada masa tersebut.<ref>Uka Tjandrasasmita, (2009), ''Arkeologi Islam Nusantara'', Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 979-9102-12-X</ref>
Baris 65:
== Berdirinya kerajaan Sunda ==
Berdasarkan [[Prasasti Kebonkopi II]], yang ber[[bahasa Melayu Kuno]] dengan tarikh [[932]], menyebutkan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya".<ref>Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono, (1995), ''La principauté de Banten Girang'', Archipel, Vol. 50, pp 13-24</ref> Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Raja Sunda telah ada sebelumnya.<ref name="Marwati"/> Sementara dari sumber [[Tiongkok]] pada buku [[Zhu Fan Zhi|Zhufan Zhi]] yang ditulis pada tahun [[1178]] oleh [[Zhao Rugua]] menyebutkan terdapat satu kawasan dari ''San-fo-ts'i'' yang bernama ''Sin-to'' kemudian dirujuk kepada Sunda.<ref>Soekmono, R. (2002), ''Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2''. Kanisius. ISBN 979-413-290-X.</ref>
Menurut [[naskah Wangsakerta]], naskah yang oleh sebagian orang diragukan keasliannya serta diragukan sebagai sumber sejarah karena sangat sistematis, menyebutkan Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan [[Tarumanagara]]. Kerajaan Sunda didirikan oleh [[Tarusbawa]] pada tahun 669 (591 Saka). Kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi provinsi [[Banten]], [[DKI Jakarta]], [[Jawa Barat]], dan bagian barat provinsi [[Jawa Tengah]].
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan [[Tarumanagara]]. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja [[Linggawarman]] Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, [[666]]-[[669]] M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari
== Wilayah kekuasaan ==
[[Prasasti Horren]] yang ditemukan di daerah
Berdasarkan naskah kuno primer [[Bujangga Manik]] (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta [[Hindu]] [[Sunda]] yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, [[Oxford University]], [[Inggris]] sejak tahun [[1627]]), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai
Menurut [[Naskah Wangsakerta]], wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi [[Lampung]] melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh [[Selat Sunda]].
Baris 81:
Putera [[Tarusbawa]] yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] dari [[Galuh]], sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan.{{fact}}
Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu [[Shima]] dari [[Kalingga]] di [[Jepara]]. Ayah dari Sanjaya adalah [[Sanna|Bratasenawa/Sena/Sanna]], Raja Galuh ketiga sekaligus teman dekat Tarusbawa. [[Sanna|Sena]] adalah cucu [[Wretikandayun]] dari putera bungsunya, [[Suraghana|Mandiminyak]], raja Galuh kedua (702-709 M). Sena pada tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh Purbasora.
Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke [[Pakuan Pajajaran]], pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa.
Saat Tarusbawa meninggal (tahun [[723]]), kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya
Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun ([[739]]-[[766]]), tetapi hanya menguasai Sunda dari tahun [[759]]. Dari Déwi Kancanasari, keturunan
Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar
Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh,
Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989). Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat
Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi (1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-[[1156]]), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-[[1175]]). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, [[Darmasiksa|Prabhu Guru Dharmasiksa]], yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tetapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada [[Pakuan Pajajaran]], kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.{{fact}}
Baris 104:
== Raja-raja Kerajaan Sunda-Galuh ==
Menurut [[Prasasti Sanghyang Tapak]] yang berangka tahun 1030 (952 Saka), diketahui bahwa kerajaan Sunda dipimpin oleh ''Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwana Mandala Swaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa''. Prasasti ini terdiri dari 40 baris yang ditulis dalam [[Aksara Kawi]] pada 4 buah batu, ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, [[Sukabumi]]. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum
{{cquote2|Selamat. Dalam tahun Saka 952 bulan Kartika tanggal 12 bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, Ahad, Wuku Tambir. Inilah saat Raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, membuat tanda di sebelah timur Sanghiyang Tapak. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar ketentuan ini. Di sungai ini jangan (ada yang) menangkap ikan di sebelah sini sungai dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak sebelah hulu. Di sebelah hilir dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak pada dua batang pohon besar. Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan Sumpah.}}
Baris 114:
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi".}}
Sayang sekali
Naskah kuno Fragmen Carita Parahyangan (koleksi Perpustakaan Nasional Kropak 406) menyebutkan silsilah raja-raja Sunda mulai dari Tarusbawa, penerus raja terakhir Tarumanagara, dengan penerusnya mulai dari Maharaja Harisdarma, Rahyang Tamperan, Rahyang Banga, Rahyangta Wuwus, Prebu Sanghyang, Sang Lumahing Rana, Sang Lumahing Tasik Panjang, Sang Winduraja, sampai akhirnya kepada Rakean Darmasiksa.
Baris 122:
Sedangkan nama-nama raja penerus Surawisesa yang berperang dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dapat ditemukan dalam sejarah Banten.
[[Berkas:Pr AG.jpg|jmpl|200px|[[Prasasti Kawali]] di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, [[Ciamis]].]]Tahun-tahun masa
# [[Sri Maharaja Tarusbawa|Tarusbawa]] (menantu [[Linggawarman]], [[669]] - [[723]])
Baris 166:
== Menyebarnya Islam ==
[[Islam]] mulai masuk ke wilayah Tatar Pasundan pada abad ke-7 Masehi. Namun penyebarannya secara signifikan baru dimulai pada abad ke-13 Masehi. Pada tahun 1416, Laksamana [[Zheng He]] dari [[Dinasti Ming]] melakukan ekspedisi ke-5 menuju Nusantara. Dalam rombongannya terdapat Syekh Hasanuddin, juga dikenal sebagai '''[[Syekh Quro]]''' yang berasal dari [[Kerajaan Champa|Champa]]. Saat armada [[Zheng He Xia Xiyang|Zheng He]] singgah di Karawang, Syekh Hasanuddin beserta pengikutnya turun dan bermukim di [[Tanjungpura, Karawang Barat, Karawang|Tanjungpura]]. Atas izin Prabu [[Niskala Wastu Kancana]], Syekh Hasanuddin mendirikan pesantren bernama
▲Pada tahun 1416, Laksamana [[Zheng He]] dari [[Dinasti Ming]] melakukan ekspedisi ke-5 menuju Nusantara. Dalam rombongannya terdapat Syekh Hasanuddin, juga dikenal sebagai '''[[Syekh Quro]]''' yang berasal dari [[Kerajaan Champa|Champa]]. Saat armada Zheng He singgah di Karawang, Syekh Hasanuddin beserta pengikutnya turun dan bermukim di [[Tanjungpura, Karawang Barat, Karawang|Tanjungpura]]. Atas izin Prabu [[Niskala Wastu Kancana]], Syekh Hasanuddin mendirikan pesantren bernama [[Pondok Qura]] di Tanjungpura, yang merupakan pesantren tertua di Jawa Barat. Ia kemudian menjadi guru dari Nyi Mas [[Subanglarang]], salah-satu istri dari Prabu [[Sri Baduga Maharaja]] yang menganut Islam.
== Masa penurunan ==
Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan [[Maulana Yusuf]] dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan
== Hubungan dengan kerajaan lain ==
Baris 177 ⟶ 175:
=== Eropa ===
[[Berkas:Padrao sunda kelapa.jpg|jmpl|299x299px|[[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal]], sebuah tugu batu untuk memperingati perjanjian antara Kerajaan Portugal dan Sunda yang saat ini berada di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.]]
Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa [[Eropa]] seperti [[Inggris]],{{fact}} [[Prancis]]{{fact}} dan [[Portugis]]. Kerajaan Sunda bahkan pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun [[1522]], Kerajaan Sunda menandatangani [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis|Perjanjian Sunda-Portugis]] yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan [[Sunda Kelapa]]. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari [[Kesultanan Demak|Demak]] dan [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] <ref>{{cite book|last=|author=Herwig Zahorka|first=|date=|year=2007|url=|title=The Sunda Kingdoms of West Java: From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor|publisher=Yayasan Cipta Loka Caraka|accessdate=}}</ref>
=== Singasari ===
Dalam ''[[Kakawin Nagarakretagama|Nagarakretagama]]'', disebutkan bahwa setelah [[Kertanagara]] menaklukkan Bali ([[1284|1206 Saka]]), kerajaan-kerajaan lain turut bertekuk lutut, tidak terkecuali Sunda. Jika ini benar, adalah aneh jika di kemudian hari, [[kerajaan Majapahit]] sebagai penerus yang kekuasaannya lebih besar justru tidak menguasai Sunda, sehingga nama Sunda harus termuat dalam [[Sumpah Palapa|sumpahnya]] [[Gajah Mada]].{{fact}}Tetapi bisa jadi di masa peralihan yakni saat runtuhnya Singhasari oleh pasukan dari China, menjadikan kerajaan Sunda lepas dari cengkeraman Singhasari. Maka setelah Majapahit melanjutkan Singhasari, kerajaan itu berusaha untuk menguasai sunda.
=== Majapahit ===
|