Kedokteran hewan di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
==== Tahun 1800-an ====
Di Indonesia, ilmu kedokteran hewan telah diterapkan sejak zaman [[penjajahan Belanda]]. Hal ini bermula pada tahun 1820 saat R.A. Coppicters, dokter hewan asal [[Belanda]] datang ke [[Hindia Belanda]].<ref name=":0">{{Cite web|url=https://edukasi.kompas.com/read/2010/01/07/09213184/Seabad.Dokter.Hewan.Indonesia|title=Seabad Dokter Hewan Indonesia|last=Tjahjono|first=Subur|date=7 Januari 2010|website=Kompas|language=|archive-url=https://web.archive.org/web/20200103132645/https://edukasi.kompas.com/read/2010/01/07/09213184/Seabad.Dokter.Hewan.Indonesia?page=all|archive-date=3 Januari 2020|access-date=3 Januari 2020}}</ref><ref name="SejarahPKH">{{cite web|title=Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan|url=https://ditjennak.pertanian.go.id/pages/45/sejarah.html|website=Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI|access-date=3 Januari 2020}}</ref> Ia bertugas menangani hewan-hewan yang penting bagi pemerintah kolonial Belanda, misalnya kuda milik pasukan militer. Pada tahun 1851, tercatat beberapa dokter hewan Belanda di Indonesia.{{efn|Sebuah sumber menyatakan bahwa hanya ada dua dokter hewan,{{sfn|Sigit|2003|p=1}} sedangkan sumber lainnya{{sfn|Barwegen|2010|p=92}} menyatakan ada lima dokter hewan di Indonesia pada tahun 1851.}} Lembaga pemerintah yang menangani urusan ini dibentuk pada tahun 1841, yaitu Jawatan Kedokteran Hewan (Veeartsenijkundige Dienst),<ref name="SejarahPKH" /> yang kemudian berubah menjadi Jawatan Kedokteran Hewan Sipil (Burgerlijke Veeartsenijkundige Dienst) pada 1853.{{sfn|Barwegen|2010|p=92}} Keterbatasan jumlah dokter hewan menjadikan layanan tidak maksimal. Dalam periode 1853-1869, hanya tiga dokter hewan yang melayani seluruh [[Pulau Jawa]]; masing-masing di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.{{sfn|Barwegen|2010|p=94}} Baru pada tahun 1869, dua dokter hewan ditempatkan di luar Pulau Jawa: satu di [[Sumatra]] dan satu di [[Sulawesi]].{{sfn|Barwegen|2010|p=94}}
Rabies, penyakit mematikan pada hewan dan manusia, pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1884 pada seekor kerbau. Selanjutnya, penyakit ini juga ditemukan pada anjing pada tahun 1889 dan manusia pada 1894.<ref>{{Cite book|last1=Kementerian Pertanian RI|last2=Organisasi Pangan dan Pertanian|last3=Perlindungan Hewan Dunia|year=2019|url=https://drive.google.com/file/d/151RW6oLrbNmN_GU0VcRAr6ur0NsKMRMz/view|title=Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia|location=Jakarta|publisher=|page=8–9|author-link1=Kementerian Pertanian Republik Indonesia|author-link2=Organisasi Pangan dan Pertanian}}</ref>
Belanda mendirikan sekolah dokter hewan yang disebut Inlandsche Veeartsen School (IVS) di [[Surabaya]] pada tahun 1861.{{sfn|Sigit|2003|p=1}}{{sfn|Dharmojono|2019|p=60}} Pimpinan sekolah ini adalah Dr. J. van der Weide.{{sfn|Sigit|2003|p=1}}{{efn|Sumber lain menuliskan nama pimpinan IVS adalah Dr. J. van der Helde{{sfn|Dharmojono|2019|p=60}}<ref name="Sulsel">{{cite web|date=28 Juli 2017|last=Kambie|first=A.S.|title=Inilah Selusin Fakta tentang Sarjana Pertama di Sulsel dari Kedokteran Hewan|url=https://makassar.tribunnews.com/2017/07/28/inilah-selusin-fakta-tentang-sarjana-pertama-di-sulsel-dari-kedokteran-hewan|website=Tribun Timur|access-date=3 Januari 2020}}</ref>}} Pendidikan dilangsungkan selama dua tahun dengan menerima para bumiputra ([[pribumi-Nusantara]]) sebagai siswanya. Namun, IVS ditutup pada tahun 1875 setelah hanya menghasilkan delapan dokter hewan bumiputra (''inlandsche veearts'') selama sembilan tahun.{{sfn|Sigit|2003|p=1}}
Baris 36 ⟶ 38:
==== Tahun 1900–1945 ====
Keberadaan rabies membuat Pemerintah Hindia Belanda membuat ordonansi (peraturan) tentang penyakit anjing gila sepanjang 1905–1915. ''Staatsblad'' Nomor 283 Tahun 1906, misalnya, mewajibkan pemilik anjing untuk melaporkan jumlah anjingnya dan memberi identitas berupa medali, serta membayar pajak anjing.<ref>{{Cite web|last=Hanggoro|first=Hendaru Tri|date=11 Oktober 2018|title=KTP dan Pajak Anjing|url=https://historia.id/urban/articles/ktp-dan-pajak-anjing-PM1rw|website=Historia|language=|access-date=23 April 2021}}</ref>
Pada tahun 1907, atas usul Melchior Treub, Direktur Departemen Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (''Landbouw, Nijverheid en Handel'') Belanda mendirikan Laboratorium Veteriner (Veeartsenijkundig Laboratorium; saat ini menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor) untuk menangani wabah sampar sapi.{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Di laboratorium ini juga dibuka pendidikan dokter hewan bumiputra selama empat tahun yang bernama ”Cursus tot Opleiding van Inlandsche Veearstsen”.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}<ref name="prio">{{Cite journal|last=Priosoeryanto|first=Bambang Pontjo|last2=Arifiantini|first2=Iis|date=2014|title=The history of the veterinary profession and education in Indonesia|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25029757|journal=Argos (Utrecht, Netherlands)|issue=50|pages=342–345|issn=0923-3970|pmid=25029757}}</ref> Siswa-siswanya berasal dari lulusan [[Hogereburgerschool|HBS]] atau [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] (setingkat [[Sekolah menengah pertama|SMP]]), dan sekolah-sekolah lain yang dianggap sederajat. Dua siswa pertamanya merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertanian (Middelbare Landbouwschool atau MLS) yang setara dengan SMA sehingga mereka langsung diterima di tingkat III.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}
|