Kedokteran hewan di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
RianHS (bicara | kontrib)
Baris 35:
Setelah itu, pada 1875–1880, pendidikan dilakukan dalam bentuk magang pada dokter hewan pemerintah (''gouvernements veearts'') di [[Purwokerto]].{{sfn|Dharmojono|2019|p=60}}{{sfn|Sigit|2003|p=1}} Ada sembilan pemuda bumiputra yang magang pada tujuh orang dokter hewan pemerintah; delapan di antaranya diluluskan pada tahun 1880 sebagai dokter hewan bumiputra.{{sfn|Sigit|2003|p=1}} Tak berselang lama, wabah penyakit hewan melanda Hindia Belanda, mulai dari [[sampar sapi]] pada tahun 1875, [[antraks]] dan [[septisemia epizotik]] pada 1884, [[surra]] pada 1886, dan [[penyakit mulut dan kuku]] pada 1887.<ref name=":0"/><ref name="SejarahPDHI">{{cite web |url=https://pdhi.or.id/sejarah/|title=Sejarah Organisasi Kedokteran Hewan di Indonesia|website=Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia|publisher=|access-date=22 Juni 2019}}</ref> [[Rabies]], penyakit mematikan pada hewan dan manusia, pertama kali [[Rabies di Indonesia|ditemukan di Indonesia]] pada tahun 1884 pada seekor kerbau. Selanjutnya, penyakit ini juga ditemukan pada anjing pada tahun 1889 dan manusia pada 1894.<ref>{{Cite book|last1=Kementerian Pertanian RI|last2=Organisasi Pangan dan Pertanian|last3=Perlindungan Hewan Dunia|year=2019|url=https://drive.google.com/file/d/151RW6oLrbNmN_GU0VcRAr6ur0NsKMRMz/view|title=Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia|location=Jakarta|publisher=|page=8–9|author-link1=Kementerian Pertanian Republik Indonesia|author-link2=Organisasi Pangan dan Pertanian}}</ref> Organisasi dokter hewan pertama pun berdiri pada tahun 1884 dengan nama Perhimpunan Kedokteran Hewan Hindia Belanda (Nederland-Indische Vereeniging voor Diergeneeskunde) untuk mengatasi wabah-wabah tersebut.<ref name="SejarahPDHI"/>
 
Usul penggabungan pendidikan dokter hewan dan pendidikan dokter hewan pada [[School tot Opleiding van Indische Artsen|STOVIA]] (Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) pernah dilontarkan oleh Direktur Departemen Kepamongprajaan (Binnenlands Bestuur).{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Meskipun gagasan ini disetujui Menteri Urusan Jajahan (''Minister van Kolonien'') di Belanda, tetapi karena keberatan yang disampaikan Direktur Departemen Pendidikan, Keibadatan, dan Kerajinan (''Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid'') dan direktur STOVIA, usul ini tidak terlaksana.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}
 
==== Tahun 1900–1945 ====
Keberadaan rabies membuat Pemerintah Hindia Belanda membuat ordonansi (peraturan) tentang penyakit anjing gila sepanjang 1905–1915. ''Staatsblad'' Tahun 1906 Nomor 283, misalnya, mewajibkan pemilik anjing untuk melaporkan jumlah anjingnya dan memberi identitas berupa medali, serta membayar pajak anjing.<ref>{{Cite web|last=Hanggoro|first=Hendaru Tri|date=11 Oktober 2018|title=KTP dan Pajak Anjing|url=https://historia.id/urban/articles/ktp-dan-pajak-anjing-PM1rw|website=Historia|language=|access-date=23 April 2021}}</ref> Sementara itu, peraturan pertama yang diterbitkan khusus untuk mengatur kesehatan hewan dan kedokteran hewan adalah ''Staatsblad'' Tahun 1912 Nomor 432 tentang Peninjauan Kembali Ketentuan-Ketentuan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan. Ordonansi ini mengatur [[otoritas veteriner]] di Nusantara dalam Pasal 34 Ayat 1 yang jika diterjemahkan, artinya, "Kewenangan Medis Veteriner atau ''Veeartsnijkundige'' berupa keahlian dan kewenangan dimiliki oleh dokter hewan secara melekat sesudah lulus dari fakultas kedokteran hewan di Indonesia maupun di Negeri Belanda".{{sfn|Sitepoe|2017|p=3}} Selain itu, ''Staatsblad'' Tahun 1915 nomor 732 yang mengesahkan [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] (KUHP) juga mengatur tentang kehewanan.{{efn|Ada 11 pasal dalam KUHP yang berkenaan dengan hewan, yaitu Pasal 101, 271, 302, 406, 407, 490, 494, 501, 540, 541, dan 549}}{{sfn|Sitepoe|2017|p=76}} Menurut KUHP, definisi ternak hanya mencakup [[hewan pemamah biak]], [[hewan berkuku ganjil|hewan berkuku satu]], dan [[babi]] sehingga dokter ternak hanya membidangimenangani hewan-hewan tersebut.{{sfn|Sitepoe|2017|p=6-7}}
 
Pada tahun 1907, atas usul Melchior Treub, Direktur Departemen Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (''Landbouw, Nijverheid en Handel'') Belanda mendirikan Laboratorium Veteriner (Veeartsenijkundig Laboratorium; saat ini menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor) untuk menangani wabah sampar sapi.{{sfn|Sigit|2003|p=2}} Di laboratorium ini juga dibuka pendidikan dokter hewan bumiputra selama empat tahun yang bernama ”Cursus tot Opleiding van Inlandsche Veearstsen”.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}<ref name="prio">{{Cite journal|last=Priosoeryanto|first=Bambang Pontjo|last2=Arifiantini|first2=Iis|date=2014|title=The history of the veterinary profession and education in Indonesia|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25029757|journal=Argos (Utrecht, Netherlands)|issue=50|pages=342–345|issn=0923-3970|pmid=25029757}}</ref> Siswa-siswanya berasal dari lulusan [[Hogereburgerschool|HBS]] atau [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] (setingkat [[Sekolah menengah pertama|SMP]]), dan sekolah-sekolah lain yang dianggap sederajat. Dua siswa pertamanya merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertanian (Middelbare Landbouwschool atau MLS) yang setara dengan SMA sehingga mereka langsung diterima di tingkat III.{{sfn|Sigit|2003|p=2}}