Wilayah Kesultanan Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
||
Baris 1:
'''Wilayah Kesultanan Banjar Raya''' adalah negeri-negeri yang menjadi wilayah pengaruh [[Mandala (sejarah Asia Tenggara)|mandala]] [[Kesultanan Banjar]] khususnya sampai pertengahan abad ke-17 dan abad sebelumnya.<ref>{{Cite web |url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneoc15-16.html |title=Borneo in the 15th and 16th centuries |access-date=2011-06-25 |archive-date=2013-09-05 |archive-url=https://www.webcitation.org/6JPdFxFZ8?url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneoc15-16.html |dead-url=yes }}</ref><ref>
Kesultanan Banjar merupakan penerus dari kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan dengan wilayah inti meliputi 5 distrik besar di Kalimantan Selatan yaitu Kuripan ([[Distrik Amuntai|Amuntai]]), Daha ([[Distrik Negara|Nagara]]-[[Distrik Mrgasari|Margasari]]), Gagelang ([[Distrik Alabio|Alabio]]), [[Pudak Setegal, Kelua, Tabalong|Pudak Sategal]] ([[Distrik Kelua|Kalua]]) dan Pandan Arum ([[Distrik Tabalong|Tanjung]]).<ref>Bondan, A.H.K.; Suluh Sedjarah Kalimantan, Padjar, Banjarmasin, 1953.</ref> Sejak awal abad ke-16 berdirilah Kesultanan Banjar yang bertindak sebagai wakil [[Kesultanan Demak]] di Kalimantan. Menurut [[Hikayat Banjar]] sejak zaman pemerintahan kerajaan Hindu, wilayah yang termasuk mandala Kerajaan Banjar meliputi daerah taklukan paling barat adalah negeri Sambas ([[Kerajaan Sambas kuno]]) sedangkan wilayah taklukan paling timur adalah negeri Karasikan (Banjar Kulan/Buranun). Dahulu kala batas-batas negeri/kerajaan adalah antara satu tanjung dengan tanjung lainnya sedangkan penduduk daerah pedalaman dianggap takluk kepada kerajaan bandar yang ada di hilir misalnya terdapat 3 suku besar Dayak yaitu Dayak Biaju, Dayak Dusun dan Dayak Pari (Ot Danum) yang merupakan bagian dari rakyat kerajaan Banjar. Kesultanan Brunei merupakan kesultanan yang pertama di pulau Kalimantan, dan kemudian disusul berdirinya Kesultanan Banjar tahun 1526. Kedua kesultanan merupakan saingan. Kesultanan Brunei menjadi penguasa tunggal di wilayah utara Kalimantan. Pada masa kejayaannya Kesultanan Banjar mampu menyaingi kekayaan Kesultanan Brunei dan menarik upeti kepada raja-raja lokal.<ref>{{en}} {{cite book|pages=1095|url=http://books.google.co.id/books?id=VMc-AAAAYAAJ&dq=Metapoora&pg=PA1102#v=onepage&q=Metapoora&f=false|title=A collection of voyages round the world: performed by royal authrity. Containing a complete historical account of Captain Cook's first, second, third and last voyages, undertaken for making new discoveries, &c. ...|first=James|last=Cook|publisher=Printed for A. Millar, W. Law, and R. Cater|year=1790}}</ref>
Baris 9:
Pada mulanya ibu kota Kesultanan Banjar adalah Banjarmasin kemudian pindah ke Martapura.<ref>{{en}} {{cite book|pages=61|url=http://books.google.co.id/books?id=C7UBAAAAYAAJ&dq=bendermassing&pg=PA61#v=onepage&q=bendermassing&f=false|title=The London general gazetteer; or, compendious geographical dictionary...|first=Richard|last=Brookes|publisher=T. Tegg and Son|year=1838}}</ref> Pada masa kejayaannya, wilayah yang pernah diklaim sebagai wilayah pengaruh mandala kesultanan Banjar meliputi titik pusat yaitu istana raja di [[Martapura]] dan berakhir pada titik luar dari negeri [[Kerajaan Sambas kuno|Sambas]] di barat laut sampai ke negeri [[Kepulauan Sulu|Karasikan]] (Banjar Kulan/Buranun) di timur laut yang letaknya jauh dari pusat kesultanan Banjar. Negeri Sambas dan Karasikan (Banjar Kulan/Buranun) pernah mengirim upeti kepada raja Banjar. Selain itu dalam Hikayat Banjar juga disebutkan negeri-negeri di [[Batang Lawai]], Sukadana, [[Muara Bunyut, Melak, Kutai Barat|Bunyut]] (Kutai Hulu) dan Sewa Agung/[[Sawakung]]).<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|last=Ras|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|publisher=[[Malaysia]]: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year=1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref> Negeri-negeri bekas milik Tanjungpura yaitu Sambas, Batang Lawai, dan Sukadana terletak di sebelah barat Tanjung Sambar. Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah kerajaan besar: Brunei (Borneo), Tanjungpura (Sukadana) dan Banjarmasin. Tanjung Sambar merupakan perbatasan kuno antara wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin). Menurut sumber Inggris, Tanjung Kanukungan (sekarang Tanjung Mangkalihat) adalah perbatasan wilayah mandala Banjarmasin dengan wilayah mandala Brunei, tetapi Hikayat Banjar mengklaim daerah-daerah di sebelah utara dari Tanjung Kanukungan/Mangkalihat yaitu Kerajaan Berau kuno juga pernah mengirim upeti kepada Kerajaan Banjar Hindu, dan sejarah membuktikan daerah-daerah tersebut dimasukkan dalam wilayah Hindia Belanda.<ref>{{en}} {{cite book|pages=713|url=http://books.google.co.id/books?id=xmH3o3vZk2AC&dq=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&pg=PA713#v=onepage&q=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&f=false|title=Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge|first=Edward|last=Smedley|year=1845}}</ref><ref name="Malayan miscellanies">{{en}}{{cite book|author=Malayan miscellanies|pages=7|url=http://books.google.co.id/books?id=fBYIAAAAQAAJ&dq=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&pg=RA3-PA7#v=onepage&q=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&f=false|title=Malayan miscellanies|year=1820}}</ref> Perbatasan di pedalaman, daerah aliran sungai Pinoh (sebagian [[Kabupaten Melawi]]) termasuk dalam wilayah [[Kerajaan Kotawaringin]] (bawahan Banjarmasin) yang dinamakan daerah Lawai<ref>{{nl}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=p64WAQAAIAAJ&dq=Kottawaringin&pg=RA1-PA286#v=onepage&q=Kottawaringin&f=false|author=Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia, Madjalah ilmu alam untuk Indonesia|title=Indonesian journal for natural science|volume=10-11|year=1856}}</ref> Sanggau dan Sintang juga dimasukan dalam wilayah pengaruh mandala Kesultanan Banjar.
Dari bagian timur Kalimantan sampai ke Tanjung Sambar terdapat beberapa distrik/kerajaan kecil yang berada di bawah pengaruh mandala kekuasaan [[Sultan Banjar]] yaitu Berau, Kutai, Paser, Tanah Bumbu, Tanah Laut, [[Pulau Tatas|Tatas]], Dusun Hulu, Dusun Ilir, Bakumpai, Dayak Besar (Kahayan), Dayak Kecil (Kapuas Murung), Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kotawaringin. Inilah yang disebut "negara Kerajaan Banjar". Daerah-daerah kekuasaan [[Sultan Banjar]] yang paling terasa di Paser, Tanah Bumbu, [[Tanah Laut]], [[Pulau Bakumpai|Bakumpai]] dan [[Tanah Dusun|Dusun]].<ref>{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA110&dq=Tanah%20Laut.&pg=PA110#v=onepage&q=Tanah%20Laut.&f=false|title=Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19|publisher=PT Balai Pustaka|year=1992|isbn=9794074101|author=Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|access-date=2011-04-02|archive-date=2013-09-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20130922175954/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA110&dq=Tanah%20Laut.&pg=PA110#v=onepage&q=Tanah%20Laut.&f=false|dead-url=yes}}ISBN 978-979-407-410-7</ref> Terminologi wilayah [[Tanah Seberang]], tidak ada dalam wilayah Kesultanan Banjar, karena tidak memiliki jajahan di luar kepulauan Kalimantan, walaupun orang Banjar juga merantau sampai keluar pulau Kalimantan.<ref>[http://banua-raya.blogspot.com/2009/04/migrasi-orang-banjar-di-kalimantan.html Migrasi Orang Banjar di Kalimantan Catatan kecil pola migrasi antar kawasan]</ref>
Kerajaan Banjar menaungi hingga ke wilayah Sungai Sambas adalah dari awal abad ke-15 M hingga pertengahan abad ke-16 M yaitu pada masa Kerajaan Melayu hindu Sambas yang menguasai wilayah Sungai Sambas. Kerajaan Melayu hindu Sambas ini kemudian runtuh pada pertengahan abad ke-16 M dan dilanjutkan dengan Panembahan Sambas hindu yang merupakan keturunan Bangsawan Majapahit dari Wikramawadhana. Pada saat memerintah Panembahan Sambas hindu ini bernaung dibawah Dipati/Panembahan Sukadana (bawahan Sultan Banjar) sampai awal abad ke-17 M yang kemudian beralih bernaung dibawah Kesultanan Johor. Panembahan Sambas hindu ini kemudian runtuh pada akhir abad ke-17 M dan digantikan dengan [[Kesultanan Sambas]] yang didirikan oleh keturunan Sultan Brunei melalui Sultan Tengah pada tahun 1675 M. Sejak berdirinya [[Kesultanan Sambas]] hingga seterusnya [[Kesultanan Sambas]] adalah berdaulat penuh yaitu tidak pernah bernaung atau membayar upeti kepada pihak manapun kecuali pada tahun 1855 yaitu dikuasai / dikendalikan pemerintahannya oleh Hindia Belanda (seperti juga Kerajaan-Kerajaan lainnya diseluruh Nusantara terutama di Pulau Jawa yang saat itu seluruhnya yang berada dibawah Pemerintah Hindia Belanda di Batavia) yaitu pada masa Sultan Sambas ke-12(Sultan Umar Kamaluddin).
Baris 59:
# Wilayah '''Batang Lawai''' atau [[sungai Kapuas]] (Negara bagian Sanggau, [[Kerajaan Sintang|Negara bagian Sintang]] dan [[Kabupaten Melawi|Negara bagian Lawai]]).<ref>[http://books.google.co.id/books?id=KK4WAQAAIAAJ&dq=tajan&pg=PA570#v=onepage&q=tajan&f=true {{nl}} Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia, Madjalah ilmu alam untuk Indonesia. Indonesian journal for natural science, Volume 2, 1851]</ref> Wilayah Batang Lawai mengirim upeti melalui anak-anak sungai Melawi dilanjutkan dengan jalan darat menuju sungai Katingan yang bermuara ke laut Jawa dilanjutkan perjalanan laut dekat sungai Barito di Banjarmasin. Kerajaan Sintang mulai diperintah Dinasti Majapahit semenjak pernikahan Patih Logender dari Majapahit dengan Dara Juanti (Raja Sintang ke-9). Tahun 1600 Raja Sintang mengirim utusan ke Banjarmasin untuk menyalin kitab suci Al-Quran. [[Kerajaan Sintang]] dan Mlawai ([[Kabupaten Melawi]]) dan Jelai termasuk daerah yang diserahkan oleh [[Sultan Adam]] kepada Hindia Belanda pada [[4 Mei]] [[1826]]. Mlawai sebelumnya termasuk daerah-daerah yang diserahkan oleh [[Sunan Nata Alam]] kepada VOC-Belanda pada [[13 Agustus]] [[1787]]. Belakangan Tanah Sanggau ditaklukan dan berada di bawah supremasi pemerintahan Sultan Pontianak (protektorat VOC Belanda).
# Wilayah [[Kerajaan Sukadana|Negara bagian Sukadana/Tanjungpura]] (sebagian besar Kalbar)<ref>Cabang-cabang Kerajaan Tanjungpura/Sukadana merupakan sebagian besar Kalbar seperti [[Kerajaan Tayan]], [[Kerajaan Meliau]], [[Kerajaan Sekadau]], [[Kerajaan Mempawah]], tidak termasuk Sambas, Landak, [[Sanggau]], Sintang dan Mlawai/Melawi. Belakangan Sanggau ditaklukan Sultan Pontianak atas perintah VOC</ref> Kerajaan Sukadana/Tanjungpura diperintah oleh Dinasti Majapahit. Kerajaan Sukadana menjadi vazal sejak era Kerajaan Banjar-Hindu. Sejak pernikahan Raden Saradewa/Giri Mustaka dengan Putri Gilang (Dayang Gilang) cucu Sultan Mustainbillah maka sebagai hadiah perkawinan Sukadana/Matan dibebaskan dari membayar upeti.<ref name="hikayat banjar"/> Saat itu Raja Sukadana memiliki bisnis dan tinggal di Banjarmasin dan termasuk anggota Dewan Mahkota. Pada tahun 1622, kerajaan Sukadana berubah dari pemerintahan [[Panembahan]] menjadi [[kesultanan]], selanjutnya Panembahan Giri Mustaka bergelar Sultan Muhammad Safi ad-Din. Pada tahun [[1661]] Sukadana/Matan terakhir kalinya Sukadana mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin kembali mengirim upeti sebagai daerah perlindungan Kesultanan Banjar. Kemudian Sukadana dianggap sebagai vazal [[Kesultanan Banten]] setelah mengalami kekalahan dalam perang Sukadana-Landak pada tahun 1700 (dimana Landak dibantu Banten & VOC), kemudian Banten menyerahkan Landak (vazal Banten) dan Tanah Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar) kepada VOC-Belanda pada [[26 Maret]] [[1778]], kemudian diserahkan oleh VOC di bawah supremasi pemerintahan Sultan Pontianak, karena itu gelar Sultan untuk penguasa Sukadana/Matan diubah menjadi [[Panembahan]]<ref name="Soekmono">{{en}}{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=cAyEYpbYUrsC&lpg=PA72&dq=sultan%20banjar&pg=PA72#v=onepage&q=sultan%20banjar&f=true|first=[[Prof. Dr. R. Soekmono|Soekmono]]|last=Soekmono|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 3|publisher=Kanisius,|year=1981|isbn=9794132918|access-date=2011-04-11|archive-date=2015-01-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20150119050225/http://books.google.co.id/books?id=cAyEYpbYUrsC&lpg=PA72&dq=sultan%20banjar&pg=PA72#v=onepage&q=sultan%20banjar&f=true|dead-url=yes}}ISBN [http://books.google.co.id/books?id=cAyEYpbYUrsC&lpg=PA2&pg=PA2#v=onepage&q&f=false 978-979-413-291-3] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150119053917/http://books.google.co.id/books?id=cAyEYpbYUrsC&lpg=PA2&pg=PA2#v=onepage&q&f=false |date=2015-01-19 }}</ref>
# Wilayah terluar di barat adalah [[Kerajaan Sambas|Negara bagian Sambas]]. Menurut Hikayat Banjar, sejak era pemerintahan kerajaan Banjar-Hindu, wilayah Sambas kuno menjadi taklukannya dan terakhir kalinya Pangeran Adipati Sambas (Panembahan Sambas) mengantar upeti dua biji intan yang besar yaitu '''si Misim''' dan '''si Giwang''' kepada Sultan Banjar IV Marhum Panembahan ([[1595]]-[[1642]]).<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|publisher=[[Malaysia]]: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref><ref name="Tijdschrift 23">{{en}}{{cite journal|author=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |url=http://books.google.co.id/books?id=sAxBAAAAcAAJ&dq=panembahan%20Mabrhoem&pg=PA218#v=onepage&q=panembahan%20Mabrhoem&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |volume= 23|issue=1-2|pages=218 | year=1861 }}</ref><ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=ghVJAAAAMAAJ&dq=Moestakim-billah&pg=RA1-PA243#v=onepage&q=Moestakim-billah&f=false |pages=243 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 | author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year=1857}}</ref> Pada 1 Oktober 1609, negeri Sambas menjadi daerah protektorat VOC-Belanda dan lepas dari pengaruh kesultanan Banjar. Intan '''Si Misim''' kemudian dipersembahkan oleh Sultan Banjar kepada [[Sultan Agung]], raja Mataram pada bulan Oktober tahun [[1641]] yang merupakan ''persembahan'' (bukan upeti) terakhir yang dikirim kepada pemerintahan di Jawa ([[Kesultanan Mataram]]).<ref>[{{Cite web |url=http://books.google.co.id/books?id=BJrFsQ0SwzgC&lpg=PA480&dq=1641%20banjarmasin%20mataram&pg=PA480#v=onepage&q=1641%20banjarmasin%20mataram&f=false |title={{id}} Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228 |access-date=2011-03-28 |archive-date=2015-04-06 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150406133326/http://books.google.co.id/books?id=BJrFsQ0SwzgC&lpg=PA480&dq=1641%20banjarmasin%20mataram&pg=PA480#v=onepage&q=1641%20banjarmasin%20mataram&f=false |dead-url=yes }} {{id}} Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228]</ref><ref name="Hermanus">{{id}} Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung, Grafitipers, 1986</ref><ref name="suluh">{{id}} Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan</ref> Semula [[Kerajaan Sambas]] diperintah oleh Dinasti [[Majapahit]] yang bergelar Pangeran Adipati/Panembahan Sambas, selanjutnya mulai tahun [[1675]] Tanah Sambas diperintah oleh Dinasti [[Brunei]] dan berubah menjadi [[kesultanan]] bernama [[Kesultanan Sambas]]. Tahun [[1855]] Sambas digabungkan ke dalam Hindia Belanda sebagai ibu kota dari Karesidenan Sambas, yang membawahi kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=-Xb1s6ObxGgC&lpg=PA383&dq=borneo%20selatan&pg=PA381#v=onepage&q=borneo%20selatan&f=false {{id}} Bernard Dorléans, Orang Indonesia dan orang Prancis: dari abad XVI sampai dengan abad XX, Kepustakaan Populer Gramedia, 2006, ISBN 979-9100-50-X, 9789799100504]</ref>
Pada abad ke-18 Pangeran [[Tamjidullah I]] berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan kepada dinastinya dan menetapkan [[Pangeran Nata Dilaga]] sebagai Sultan yang pertama sebagai '''Panembahan Kaharudin Khalilullah'''. Pangeran Nata Dilaga yang menjadi raja pertama dinasti Tamjidullah I dalam masa kejayaan kekuasaannya, menyebutkan dirinya '''Susuhunan Nata Alam''' pada tahun [[1772]]. Putera dari '''Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah''' yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan Hamidullah melarikan diri ke negeri Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang bernama Arung Tarawe (dan Ratu Dewi). Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu Kesultanan Banjar dengan pasukan orang Bugis yang besar pada tahun [[1757]], dan berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam. Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan '''Kapten Hoffman''' dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan Pangeran Amir terpaksa melarikan diri kembali ke negeri Pasir. Beberapa waktu kemudian Pangeran Amir mencoba pula untuk meminta bantuan kepada para bangsawan Banjar di daerah Barito yang tidak senang kepada Belanda, karena di daerah Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran Nata kepada VOC. Dalam pertempuran yang kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan dibuang ke [[Sri Langka]] pada tahun [[1787]]. Sesudah itu diadakan perjanjian antara Kesultanan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC. Dalam tahun [[1826]] diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan [[Sultan Adam]], berdasarkan perjanjian dengan VOC yang terdahulu, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan [[Putra Mahkota]] dan [[Mangkubumi]], yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya [[Perang Banjar]].
|