Jawanisasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 3:
'''Jawanisasi''' atau '''penjawaan''' adalah proses di mana [[budaya Jawa]] mendominasi, menyerap, atau memengaruhi budaya lain secara umum. Kata "penjawaan" dapat berarti "untuk membuat menjadi Jawa dalam bentuk, idiom, gaya, atau sifat." Dominasi ini bisa terjadi dalam berbagai aspek, seperti budaya, bahasa, politik, dan sosial.
 
Dalam pengertian modern, dalam perspektif sosial, budaya dan politik Indonesia, Jawanisasi bisa berarti hanya sebagai penyebaran penduduk [[suku Jawa]] dari pedesaan Jawa yang berpenduduk padat ke bagian yang kurang penduduknya di pulau lainnya di [[Nusantara]].<ref>Lihat Program [[Transmigrasi]] Indonesia, di mana kebijakan pemerintah untuk memukimkan orang Jawa yang miskin pindah ke pulau lain di Indonesia. Dalam beberapa kasus hal ini tidak disambut baik oleh penduduk asli, terutama apabila para pendatang baru itu alih-alih malah menjadi mayoritas di sana.</ref> Sedangkan untuk pihak lain, itu juga bisa berarti penerapan — sadar atau tidak sadar — pola pikir dan perilaku Jawa di berbagai tempat di Indonesia, dalam arti penjajahan budaya, hal ini lebih terfokus pada cara pemikiran dan praktik kelompok yang berkuasa.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false|title=Chapter 3. Javanization, Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java|last=Mulder|first=Niels|authorlink=Niels Mulder|date=2005|publisher=Kanisius|page=51|access-date=2020-07-02|archive-date=2020-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200703011753/https://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false|dead-url=yes}}</ref>
 
Akan tetapi, istilah "Penjawaan" tidak semata digunakan untuk menggambarkan proses ke luar, tetapi juga proses ke dalam. Istilah ini dapat pula menggambarkan adopsi dan asimilasi pengaruh sosial-budaya asing ke dalam unsur-unsur budaya Jawa. Berbagai pengaruh asing ini "dijawakan", yaitu ditafsirkan dan diterapkan sesuai dengan kerangka acuan, gaya, kebutuhan, dan kondisi sosial-budaya Jawa. Penerapan [[wiracarita]] Hindu (seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]]) dan unsur-unsur budaya [[Hindu]]-[[Buddha]] dari [[India]] pada abad ke-5 hingga 15 di Jawa, dan kemudian penerapan ajaran [[Islam]] yang diperkenalkan oleh [[Wali Songo]] ke dalam budaya Jawa pada abad ke-15, adalah contoh yang jelas dari proses ini.
Baris 69:
[[Berkas:Suharto and wife in Javanese attire.jpg|jmpl|lurus|[[Soeharto]] dan istri, [[Tien Soeharto|Tien]], dalam busana tradisional Jawa. Pemerintahannya yang otoriter dikecam sebagai "Penjawaan" politik Indonesia.]]
 
Isu Jawanisasi telah menjadi isu sensitif yang penting dalam persatuan nasional [[Indonesia]]. Dominasi Jawa dianggap tidak hanya pada ranah budaya, tetapi juga sosial, politik dan ekonomi. Rezim [[Orde Baru]] [[Soeharto]] dikritik telah sedemikian rupa menjawakan politik Indonesia selama puluhan tahun. Dalam perspektif politik, administrasi, wewenang dan pelayanan sipil, proses Jawanisasi ini kadang-kadang dianggap negatif karena mengandung unsur-unsur terburuk dari budaya Jawa, seperti kekakuan hierarki sosial, [[otoritarianisme]], dan kesewenang-wenangan. Sebuah kecenderungan yang kadang-kadang disebut sebagai "[[Kesultanan Mataram|Mataramisasi]]" dan "[[feodalisme|feodalisasi]]", disertai dengan kegemaran memamerkan status sosial dan keangkuhan,<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false|title=Chapter 3. Javanization, Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java|last=Mulder|first=Niels|date=2005|publisher=Kanisius|page=53|access-date=2020-07-02|archive-date=2020-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200703011753/https://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false|dead-url=yes}}</ref> suatu penggambaran sisi negatif khas [[priyayi]] yang kerap berperilaku selayaknya golongan Jawa kelas atas.
 
Program [[transmigrasi]] yang memindahkan masyarakat dari pulau Jawa yang padat penduduk ke pulau-pulau lain di Indonesia, seperti [[Sumatra]], [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], dan [[Papua]], juga dikritik telah mempercepat proses Jawanisasi Indonesia. Masalah ini juga diperkeruh dengan isu-isu ketimpangan pembangunan, kecemburuan di mana pulau-pulau lainnya merasa tidak puas dengan pembangunan dan kesejahteraan sosial di wilayah mereka, berbeda dengan pembangunan infrastruktur dan distribusi kekayaan yang tampaknya terfokus di Jawa.
 
Namun, kini di era otonomi daerah tidak relevan untuk menghubungkan program transmigrasi terhadap isu-isu Jawanisasi, karena proses migrasi juga dilakukan secara internal di Jawa, atau dalam provinsi tertentu.<ref>{{cite web|url=http://bto.depnakertrans.go.id/trans_update/artikel.php?aid=247|title=Transmigrasi Enyahkan Paradigma Jawanisasi|date=23 Desember 2005|website=Bursa Transmigrasi|publisher=Ministry of Work Force and Transmigration|language=Indonesian|access-date=6 November 2013|archive-date=2013-11-06|archive-url=https://archive.today/20131106170012/http://bto.depnakertrans.go.id/trans_update/artikel.php?aid=247|dead-url=yes}}</ref> Misalnya di Indonesia Timur seperti di [[Maluku]] dan Papua, sebagian besar kaum pendatang berasal dari Sulawesi ([[Bugis]]-Makassar dan [[Buton]]) dan Maluku itu sendiri, dan bukan dari Jawa. Program transmigrasi harus secara hati-hati mencermati potensi ekonomi, serta dampak sosial dan budaya di daerah tersebut. Hal ini juga didasarkan pada kenyataan bahwa provinsi yang membuka diri untuk [[pluralisme]] dan menerima pemukim antarprovinsi biasanya berkembang lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang mengisolasi diri. Hal yang juga penting untuk dicatat, bahwa Jawa itu sendiri telah menarik kaum perantau dan pekerja dari seluruh Nusantara, maka dengan demikian demografi Jawa tidaklah homogen.
 
== Lihat pula ==