Misbach Yusa Biran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 3 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 30:
== Karier ==
=== Film ===
Misbach mulai menyutradarai sandiwara ketika masih duduk di bangku sekolah pada awal tahun 1950-an. Di samping itu, ia juga menulis resensi film dan karya sastra. Setelah lulus sekolah ia memilih film sebagai jalan hidupnya. Tahun 1954-1956, ia bekerja di Perusahaan Film Nasional Indonesia ([[Perfini]]) pimpinan [[Usmar Ismail]], berawal sebagai pencatat skrip, kemudian menjadi asisten sutradara dan anggota Sidang Pengarang.<ref name="biran3">[http://www.sinematekindonesia.com/index.php/insan_perfilman/detail/id/27 ''Profil Misbach Yusan Biran''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131027194353/http://www.sinematekindonesia.com/index.php/insan_perfilman/detail/id/27 |date=2013-10-27 }} Diakses tanggal 17 November 2011.</ref> Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Perfilman H. Usmar Ismail Jakarta, anggota Dewan Film Nasional, dan Ketua Umum Karyawan Film dan Televisi (1987-1991).<ref name="biran2">{{cite book|last = Rampan|first = Korrie|title = Leksikon Susastra Indonesia|publisher = Balai Pustaka|location = Jakarta|year = 2000|isbn = 9796663589 }} Hal 291.</ref>
 
Kegiatan di bidang film dimulai ketika dia menjadi pencatat skrip untuk film ''Puteri dari Medan'' (1954) yang disutradarai D. Djajakusuma. Setahun kemudian ia menjadi pembantu sutradara bagi Usmar Ismail untuk menggarap ''Tamu Agung'' (1955). Tahun 1955, Biran menulis skenario pertama dari cerpen [[Sjumandjaja]] ''Kerontjong Kemajoran'' yang kemudian oleh Persari diangkat menjadi film berjudul ''Saodah''. Dia banyak bekerja sama dengan sutradara [[Wim Umboh]] sebagai co-sutradara dan penulis cerita/skenario, seperti dalam ''Istana Jang Hilang'' (1960), ''Djumpa Diperdjalanan'' (1961), ''Bintang Ketjil'' (1963), ''Matjan Kemajoran'' (1965), ''...Dan Bunga-Bunga Berguguran'' (1970), dan ''Biarlah Kupergi'' (1971).<ref name=":0">Sinematek Indonesia & Badan Penelitian dan Pengembangan, Penerangan, Departemen Penerangan RI. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. hlm. 310</ref>
 
Selama tahun 1957-1960, Misbach membuat film pendek dan dokumenter, dan menyutradarai beberapa film layar lebar pada kurun waktu 1960-1972. Salah satunya berjudul ''[[Dibalik Tjahaja Gemerlapan]]'' (1967) yang menerima penghargaan untuk sutradara terbaik dalam ajang "Pekan Apresiasi Film Nasional".<ref name="biran4"/> Ia juga mendapat penghargaan skenario terbaik, untuk film ''[[Menjusuri Djedjak Berdarah]]'' di ajang yang sama.<ref name="biran4"/> Film lainnya yang ia tulis skenarionya adalah ''Ayahku'' (1987). Film yang penyutradaraannya ditangani [[Agus Elias]] ini dinominasikan sebagai film dengan skenario terbaik dalam ajang "Festival Film Indonesia".<ref name="biran4">[http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/profile/profile.php?pid=5fde17bf6aad Misbach Jusa Biran] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140306164628/http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/profile/profile.php?pid=5fde17bf6aad |date=2014-03-06 }}, ''Indonesian Film Center''. Diakses pada 1 November 2012.</ref> Karyanya yang lain, ''[[Karena Dia]]'' (1979) juga dinominasikan sebagai film dengan skenario terbaik dalam "Festival Film Indonesia" pada tahun 1980.<ref name="biran4"/>
 
Pada tahun 1971, Misbach sempat memutuskan untuk tidak menyutradarai film karena ia menolak untuk mendukung industri perfilman yang saat itu semarak dengan produksi film porno. Pada masa itu ia hanya menulis skenario, yakni ''Romansa'' (1970), ''Samiun dan Dasima'' (1970), ''Bandung Lautan Api'' (1974), ''Krakatau'' (1976), ''Tenggelamnya Kapal van der Wijck'' (1977).<ref name=":0" />
Baris 61:
Di usianya yang mencapai 78 tahun, Misbach yang mendapat penghargaan khusus dari Forum Film Bandung atas dedikasi dan kontribusinya di dunia film, masih terus berkarya melalui skenario yang ditulisnya. Baginya, film adalah alat utama perjuangannya, sebagai media ekspresi kesenian dan intelektual. Yang paling penting menurutnya, film adalah alat dakwah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya kualitas bangsa Indonesia.
 
Pada tahun 2010, Misbach meraih penghargaan status Fellows dari Asosiasi Arsip Audiovisual Asia Tenggara-Pasifik (Southeast Asia-Pacific Audiovisual Archive Association, SEAPAVAA) di Bangkok, Thailand. Program penghargaan SEAPAVAA ini ditujukan sebagai bentuk pengakuan bagi para individu luar biasa atas kontribusi sangat penting melalui berbagai cara di bidang arsip audiovisual, dan atas kepemimpinan mereka dalam komunitas profesional pengarsipan. Namun khusus untuk Misbach, SEAPAVAA menyatakan bahwa sosoknya merupakan inspirasi bagi komunitas arsip film di Asia dan Pasifik. Pendiri Sinematek Indonesia ini adalah orang pertama yang menerima Lifetime Achievement Award SEAPAVAA pada tahun 1997.<ref name="misbach">[http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2010/08/04/brk,20100804-268829,id.html ''Misbach Yusa Biran Raih Penghargaan SEAPAVAA''.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160513092706/http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2010/08/04/brk,20100804-268829,id.html |date=2016-05-13 }} Berita Tempointeraktif.com. Diakses 28 Okotober 2011.</ref>
 
== Keluarga ==
Baris 86:
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.indosinema.com/biography/67 ''Biografi Misbach Yusa Biran di Indosinema'']{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
 
{{start box}}