Tanjung Selor, Bulungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8
Hanafieh Ahmad (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 85:
=== Pendidikan ===
Sarana Pendidikan: 8 TK, 31 SD/MI, 1 SDLB, 11 SMP/MTs, 7 SMA/MA dan 3 Perguruan Tinggi.
 
== Tanjung Selor Tempo Doeloe ==
[[Berkas : Tanjung Selor Tempo Dulu.jpg|300px|ka|jmpl]]
Alam sejarah Bulungan, sebuah bandar dagang baru yaitu Tanjung Selor dibangun berseberangan di Tanjung Palas. Tanjung Selor menjadi pusat perdagangan yang ramai, ini disebabkan wilayah Kesultanan Bulungan terletak pada jalur perdagangan internasional pantai timur Kalimantan. Pada masa itu aktivitas perdagangan ramai terjadi di sekitar pantai timur di mana para pedagang dari Singapura, Bwansa (Sulu), Magindanou, Bulungan dan Berau singgah ke bandar Samarinda yang merupakan bandar resmi Kerajaan Kutai yang juga menghubungkan Makassar sehingga otomatis Bulungan masuk dalam jalur pelayaran internasional pada masa itu. Bandar-bandar ini menjadi wilayah berkumpulnya pusat perdagangan setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga jual beli hasil bumi yang dikumpulkan di wilayah hulu sungai seperti sarang burung, lilin, rotan dan lain sebagainya juga diperdagangkan di bandar dagang milik Kesultanan Bulungan ini.
 
Menurut laporan yang dibuat oleh J. Zweger sekitar tahun 1853 misalnya, mencatat aktivitas dagang yang berkembang pesat saat itu. Munculnya Tanjung Selor, berhadapan dengan Tanjung Palas, Ibu kota Kesultanan Bulungan, memicu lahirnya kedatangan para pendatang yang juga berprofesi sebagai pedagang dari luar Bulungan, sehingga terbentuklah perkampungan baru di seberang Tanjung Palas yaitu di Tanjung Selor. Wilayah itu tidak hanya dihuni para pendatang berkebangsaan keturunan Arab yang kemudian membuat pemukiman yang bernama kampung Arab, tetapi juga diikuti tumbuhnya kantong-kantong pemukiman lain yang menyebar di sekitar tepi sungai di Tanjung Selor. Selain orang-orang keturunan Arab, Tanjung Selor juga dihuni suku bangsa lain seperti orang-orang Tidung, Bugis, Jawa, Melayu (Sumatra), Banjar dan orang Cina.
 
Tumbuhnya kantong-kantong pemukiman di Tanjung Selor ini bukannya disebabkan adanya kegiatan usaha dagang saja, tetapi juga karena adanya migrasi dalam skala yang cukup besar dari tanah asal mereka. Sebagian besar dari mereka masuk dalam kelompok orang-orang Melayu sehingga mudah melakukan pembauran dalam masyarakat. Selain itu pembauran ini juga mempercepat penyebaran agama Islam pada masa itu. Selain kampung Arab, kampong dagang dan tanah seribu, dikenal juga kampung pasar yang kebanyakan dihuni oleh orang-orang Banjar.
 
Adanya interaksi dagang pada masa itu berkembang menjadi semacam saling tukar menukar keahlian dalam bidang teknik dan perdagangan, contohnya pengetahuan tentang teknik membuat perahu dan kapal, pengetahuan tentang arah mata angin dalam pelayaran, pengetahuan tentang letak suatu wilayah di sepanjang pantai timur Kalimantan (Geografi), pengetahuan tentang Komoditas Ekspor Impor, peredaran mata uang, dan yang paling penting adalah pengetahuan tentang penggunaan tulisan dan bahasa Melayu yang digunakan sebagai Linguafranca (Bahasa Internasional) sebagai bahasa pengantar.
 
Temuan arkeologis berupa kompleks makam-makam raja-raja Bulungan di Tanjung Palas semakin menguatkan adanya unsur-unsur penggunaan bahasa dan tulisan Arab Melayu di lingkungan dalam atau luar istana. Disinyalir para diplomat Kesultanan Bulungan menggunakan tulisan Arab Melayu sebagai perantara dalam bidang perdagangan, politik, maupun urusan diplomasi kenegaraan dengan kerajaan-kerajaan di sekitar wilayah Kesultanan Bulungan<ref>[http://muhzarkasy-bulungan.blogspot.com/2011/01/hikayat-kota-tanjung-selor-edisi-revisi.htm Hikayat Kota Tanjung Selor]</ref>.
 
== Referensi ==