Hak anak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dianosaurus (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Dianosaurus (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
== Sejarah ==
Pada 1989, negara Indonesia bersama negara-negara anggota PBB di seluruh dunia merumuskan sebuah kesepakatan internasional, sebuah aturan universal, yang dapat menjadi pedoman dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dengan mengadopsi [https://www.unicef.org/child-rights-convention/convention-text Konvensi PBB untuk Hak-Hak Anak].<ref name=":0" /> Hingga pada 26 Januari 1990, pemerintah Indonesia menandatangani Konvensi PBB untuk Hak-hak Anak (UNCRC) sebagai hasil Sidang Majelis Umum PBB yang diterima pada 20 November 1989.<ref name=":1">{{Cite web|title=KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK|url=https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2970/indonesia-setelah-30-tahun-meratifikasi-konvensi-hak-anak|website=www.kemenpppa.go.id|access-date=2021-05-18}}</ref><ref name=":2">{{Cite web|date=2020-07-20|title=Hak, Perlindungan, dan Persoalan Anak di Indonesia|url=https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/hak-perlindungan-dan-persoalan-anak-di-indonesia/|website=Kompaspedia|language=id|access-date=2021-05-18}}</ref> Hari pengesahan Konvensi Hak Anak itu kemudian dikenal sebagai [[Hari Anak|Hari Anak Sedunia]].<ref name=":1" />
Konvensi Hak Anak yang telah disahkan tersebut mengatur berbagai hal yang harus dilakukan tiap negara agar tiap-tiap anak dapat tumbuh sesehat mungkin, dilindungi, didengar pendapatnya, mengenyam pendidikan, dan diperlakukan secara adil.<ref name=":0" /> Lalu pada 5 September 1990, [[Presiden Suharto]] mengesahkan Konvensi Hak Anak sebagai aturan hukum positif dan meratifikasinya melalui [[Keputusan Presiden (Indonesia)|Keputusan Presiden]] [http://www.flevin.com/id/lgso/legislation/Mirror/czoyNToiZD0xOTAwKzkwJmY9a3AzNi0xOTkwLnBkZiI7.pdf Nomor 36 Tahun 1990].<ref name=":1" /> Dengan demikian, pemerintah Indonesia tidak hanya mengakui hak-hak anak yang perlu dilindungi, tetapi juga mengakui tanggung jawab negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak tersebut.<ref name=":2" />
Baris 12:
Indonesia juga telah memiliki [https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002] tentang [[Perlindungan anak|Perlindungan Anak]] dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Undang-Undang tersebut telah dua kali diubah melalui [https://www.bphn.go.id/data/documents/14uu035.pdf Undang-Undang 35 Tahun 2014] dan [https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37575/uu-no-17-tahun-2016 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016]. Selaras dengan hal tersebut, Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan setiap daerah untuk melakukan upaya-upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.<ref name=":1" />
Pemenuhan hak anak dan perlindungan anak juga mendasari upaya mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang [[Perkawinan]]. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan usia minimal perkawinan bagi laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Perubahan batas usia minimal perkawinan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mencegah [[Pernikahan anak|perkawinan anak]]. Sebelumnya, batas usia minimal perkawinan untuk perempuan ditetapkan 16 tahun.<ref name=":1" />
Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi dua protokol opsional Konvensi Hak Anak melalui undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai [[Penjualan Anak]], [[Prostitusi anak|Prostitusi Anak]], dan [[Pornografi anak-anak|Pornografi Anak]]; dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.<ref name=":1" />
|