Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 8 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 43:
Pada tahun 1962, [[Dom (gelar)|Dom]] [[Bavo van der Ham]] OCSO sebagai Superior Pertapaan Rawaseneng pada saat itu mengadakan kontak dengan Biara Trapistin Maria Frieden di [[Dahlem, North Rhine-Westphalia|Dahlem]], [[Jerman]] agar mereka bersedia merintis biara Trapistin di Indonesia.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=25-26}}</ref> Setelah proses yang cukup panjang dengan berbagai kendala yang tidak dapat diatasi, Dom [[Frans Harjawiyata]] OCSO sebagai Superior Pertapaan Rawaseneng berikutnya—dari hasil permenungannya bersama dengan Dom Ambrose Southey OCSO yang kelak menjadi Abbas Generalis (Pemimpin Umum Ordo Trapis)—menempuh solusi lain dengan cara terlebih dahulu membentuk komunitas rubiah Indonesia di suatu biara di Eropa.<ref>{{it}} {{citation |url=https://books.google.co.id/books?id=rwhWTcZxk5wC |page=161 |title=Pedagogia Viva: Cîteaux novecento anni dopo |author=Cristiana Piccardo |publisher=Editoriale Jaca Book |year=1999 |isbn=9788816303447}}</ref> Pada tahun 1977 ia menjalin kontak dengan Ibu Cristiana Piccardo OCSO sebagai Abdis Biara Trapistin di [[Vitorchiano]], [[Italia]], dan disepakati bahwa biara tersebut akan menampung serta mendidik para calon rubiah dari Indonesia.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=27}}</ref> Dalam rentang waktu antara tahun 1979<ref>{{it}} {{citation |url=http://www.trappistevitorchiano.it/storia-fondazioni-gedono.asp |title=Gedono |publisher=Monache Trappiste di Vitorchiano |accessdate=14-05-2016}}</ref> – 1985 ada 11 calon rubiah dari Indonesia yang dikirim ke Vitorchiano, 3 di antaranya kemudian mengundurkan diri.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=28}}</ref>
 
Tanggal 7 November 1984, Pertapaan Rawaseneng menyatakan persetujuannya untuk menjadi wali Pertapaan Gedono yang akan didirikan. Setelah rencana pendirian Pertapaan Gedono memperoleh izin tertulis pada tanggal 13 Desember 1984 dari Uskup Agung Semarang Mgr. [[Julius Darmaatmadja]] SJ, dan Biara Vitorchiano memperoleh persetujuan dari Kapitel Umum OCSO pada tanggal 14 Mei 1985, 11 biarawati diberangkatkan dalam 2 gelombang dari Vitorchiano menuju Gedono pada bulan Januari dan Maret 1987. Kesebelas biarawati perintis tersebut terdiri dari 8 biarawati Indonesia, 2 biarawati Italia, dan seorang biarawati Amerika Serikat —yaitu Ibu Martha Elisabeth Driscoll OCSO sebagai pimpinan mereka.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=39-41}}</ref> Dan pada hari [[Minggu Palma]] tanggal 12 April 1987 dirayakan [[Misa]] di Gedono yang dipimpin oleh Romo Abbas Frans Harjawiyata, OCSO sebagai tanda dimulainya hidup kerahiban secara reguler dari komunitas baru ini.<ref name=25Tahun>{{citation |url=http://www.hidupkatolik.com/2012/07/16/perayaan-syukur-25-tahun-gedono |title=Perayaan Syukur 25 Tahun Gedono |date=10-06-2012 |publisher=[[Majalah Hidup|hidupkatolik.com]] |accessdate=2016-05-13 |archive-date=2016-06-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160625045616/http://www.hidupkatolik.com/2012/07/16/perayaan-syukur-25-tahun-gedono |dead-url=yes }}</ref><ref name=Andriyani42>{{harvnb|Andriyani|2014|p=42}}</ref>
 
"Bunda Pemersatu" dipilih sebagai nama dan [[santo pelindung|pelindung]] pertapaan ini dengan alasan bahwa para rubiah mewarisi "panggilan khusus" Biara Vitorchiano yang senantiasa "berdoa bagi kesatuan semua orang Kristiani dan perdamaian umat beragama". Tanggal 31 Mei, Pesta [[Maria Mengunjungi Elisabet]], ditetapkan sebagai pesta perayaan Bunda Pemersatu.<ref name=Melahirkan>{{citation |url=http://www.hidupkatolik.com/index.php/2012/07/16/melahirkan-pada-usia-25-tahun |title=Melahirkan pada Usia 25 Tahun |date=10-06-2012 |publisher=[[Majalah Hidup|hidupkatolik.com]] |accessdate=2016-05-14 |archive-date=2016-06-24 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160624235636/http://www.hidupkatolik.com/index.php/2012/07/16/melahirkan-pada-usia-25-tahun |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Perkembangan ===
Baris 59:
Setelah serangkaian proses lanjutan untuk menegaskan panggilan mereka, pada bulan Juni 2009 tiga rubiah perintis dari Gedono—beserta seorang rubiah Italia—diberangkatkan ke Makau untuk mempelajari [[bahasa Kanton]].<ref name=OLSH/><ref name=UCAN>{{en}} {{citation |url=http://www.ucanews.com/story-archive/?post_name=/2010/01/19/trappist-nuns-to-set-up-in-macau&post_id=51387 |title=Trappist nuns to set up in Macau |date=19-01-2010 |publisher=ucanews.com}}</ref> Dalam rentang waktu tahun 2010 – 2012, tiga rubiah tambahan dari Gedono diutus ke sana untuk turut membantu. Pembentukan komunitas baru tersebut telah disetujui oleh Kapitel Umum OCSO pada bulan September 2011, dan mereka mulai resmi menjalani kehidupan [[monastik]] secara kanonik pada hari [[Minggu Kerahiman Ilahi]] tanggal 15 April 2012. Untuk sementara mereka ditempatkan di kompleks [[Capela de Nossa Senhora da Penha]] (Kapela Maria Bunda Batu Karang), mengerjakan pekerjaan harian seperti membersihkan gereja dan bangunan bersejarah di tempat mereka tinggal, serta membuat kue,<ref name=OLSH/> sembari menunggu selesainya pembangunan biara di [[Pulau Coloane]].<ref name=UCAN/> Namanya Biara Trapistin "Our Lady Star of Hope" (Bunda Maria Bintang Pengharapan), dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng ditetapkan sebagai biara induknya.<ref name=OLSH/><ref name=Macau>{{en}} {{citation |url=http://www.ocso.org/monasteries/geographical-regions/asia/macau/ |title=Macau |publisher=Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae |accessdate=30-04-2016}}</ref>
 
Para rubiah Gedono "ditarik untuk membawa kehidupan monastik ke dalam budaya Makau yang didominasi dengan [[kasino]]", untuk menyampaikan bahwa "ada lebih banyak lagi makna hidup sebagai manusia dan kebahagiaan yang dapat ditemukan di tengah dunia perjudian dan semua yang menyertainya".<ref>{{en}} {{citation |url=http://www.cistercian.org.au/Newsletter/July%202010%20Newsletter.pdf |title=Tarrawarra Vol. 42 No. 1 |publisher=Tarrawarra Abbey |date=July 2010 |page=5 |accessdate=2016-05-17 |archive-date=2016-03-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160304091149/http://www.cistercian.org.au/Newsletter/July%202010%20Newsletter.pdf |dead-url=yes }}</ref> Mgr. José Lai mengatakan, "Kehadiran mereka dapat membantu memperkenalkan kehidupan kontemplatif kepada masyarakat setempat yang menjalani kehidupan sangat materialistis."<ref name=UCAN/>
 
== Geografi ==
Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono terletak di Dusun Weru, Desa [[Jetak, Getasan, Semarang|Jetak]], Kecamatan [[Getasan, Semarang|Getasan]], di [[Kabupaten Semarang]], [[Jawa Tengah]], kira-kira 15 kilometer ke arah barat daya [[Kota Salatiga]].<ref name=Cahyono>{{citation |url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/gaya/2008/12/21/378/Di-Balik-Tembok-Bukit-Gedono |title=Di Balik Tembok Bukit Gedono |date=21-12-2008 |author=Budi Cahyono |publisher=[[Suara Merdeka]] |accessdate=2016-05-14 |archive-date=2016-08-12 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160812110847/http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/gaya/2008/12/21/378/Di-Balik-Tembok-Bukit-Gedono |dead-url=yes }}</ref> Pertapaan yang terletak di lereng [[Gunung Merbabu]] sisi timur laut ini dapat ditempuh dari jalan raya Salatiga – Boyolali dengan jarak sekitar 7 kilometer, dan jalan menuju ke sana telah sepenuhnya diaspal.<ref name=25Tahun/><ref name=Susilo>{{citation |url=http://www.santo-laurensius.org/2013/01/30/keheningan-gedono-2/ |title=Keheningan Gedono |author=Erwin Susilo |date=30-01-2013 |publisher=Gereja Santo Laurensius, Paroki Alam Sutera}}</ref> Pertapaan Gedono kira-kira berjarak 80 kilometer dari Pertapaan Santa Maria Rawaseneng.<ref>{{en}} {{citation |url=https://books.google.co.id/books?hl=id&id=HcI3AQAAIAAJ |title=Liturgical Music in Benedictine Monasticism: A Post-Vatican II Survey |volume=3 |author=David Nicholson |publisher=Mount Angel Abbey |year=1988 |page=125}}</ref>
 
Secara umum, Desa Jetak terletak pada ketinggian 1000 mdpl ([[meter di atas permukaan laut]]). Satu-satunya sumber air di desa ini terdapat di Dusun Weru B, dan dinamakan Gua Gedono.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=21}}</ref> Namun demikian, pada saat pembangunan kompleks pertapaan tercatat bahwa pihak pertapaan menggunakan sumber air di Kenteng, [[Tajuk, Getasan, Semarang|Desa Tajuk]], dan di suatu tempat di Desa Ngaglik, [[Kabupaten Boyolali|Boyolali]].<ref name=Andriyani301>{{harvnb|Andriyani|2014|p=30-31}}</ref> Daerah Gedono dikatakan memiliki [[kelembapan]] yang sangat tinggi dengan angin yang sangat kencang, dan ber[[kabut]] tebal selama beberapa bulan sepanjang tahun.<ref name=Pancaran/>
Baris 83:
[[Berkas:Mangun.jpg|jmpl|lurus|[[Y.B. Mangunwijaya|Romo Mangun]], arsitek awal Pertapaan Gedono.]]
 
Desain Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono pernah mendapatkan penghargaan dari [[Ikatan Arsitek Indonesia]] (IAI) untuk karya Arsitektur Terbaik,<ref name=Cahyono/><ref name=Pancaran>{{citation |url=http://arsip.galeri-nasional.or.id/uploads/kliping/1594/_MG_7273.pdf |title=Pancaran Kebenaran Seorang Arsitek |date=28-07-2002 |publisher=[[Kompas (surat kabar)|KOMPAS]] |others=Kliping [[Galeri Nasional Indonesia]] |accessdate=2016-05-30 |archive-date=2016-08-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160803120508/http://arsip.galeri-nasional.or.id/uploads/kliping/1594/_MG_7273.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref name =Wibawa>{{citation |url=http://www.pantau.or.id/?/=d/288 |title=Biara Trappist |author=Hendra Wibawa |date=02-02-2014 |publisher=Yayasan Pantau}}</ref> yaitu Penghargaan IAI Nasional pada tahun 1993.<ref>{{citation |url=http://www.iai-jakarta.org/gallery/download/Laporan%20Akhir%20IAI%20Jakarta%202009-2012%20Rev.pdf |page=66 |title=Laporan Akhir IAI Jakarta 2009 - 2012 |date=22-12-2012 |publisher=Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta |accessdate=2016-05-30 |archive-date=2016-08-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160807101138/http://www.iai-jakarta.org/gallery/download/Laporan%20Akhir%20IAI%20Jakarta%202009-2012%20Rev.pdf |dead-url=yes }}</ref> Sebelumnya, pada tahun 1991, karya arsitektur ini telah masuk dalam nominasi Penghargaan IAI untuk Kategori Rumah Tinggal.<ref>{{citation |chapter-url=http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/viewFile/16624/16616 |page=45 |chapter=Mengikuti Langkah Pikir Romo Mangun : Sebuah Tinjauan Mengenai Metode Perancangan Arsitektur Yusuf Bilyarta Mangunwijaya |title=Dimensi Teknik Arsitektur |volume=35 |issue=1 |date=Juli 2007 |author=Rony Gunawan Sunaryo |publisher=Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra}}</ref> Menurut Darwis Khudori, ide dasar dari rancangan Pertapaan Gedono didapat dari 3 sumber utama: pihak Trapistin sebagai pemilik yang diwakili oleh Romo Abbas [[Frans Harjawiyata]] OCSO, dia sendiri (Darwis Khudori), dan [[Projo|RD]] [[Y.B. Mangunwijaya]] yang biasa dikenal dengan panggilan Romo Mangun sebagai arsitek kepala. Abbas Frans memberikan gambaran yang jelas mengenai ruang-ruang yang dibutuhkan, termasuk macam dan ukurannya, serta tata letaknya. Darwis, seorang insinyur dari Fakultas Teknik [[Universitas Gadjah Mada]] dan kelak dosen senior di Universitas Le Havre, merupakan "murid terdekat" Romo Mangun yang ditugaskan olehnya untuk membuat rancangan awal berdasarkan gambaran tersebut.<ref name=Pancaran/><ref name=Wibawa/>
 
[[Tektonik arsitektur|Tektonika]] dipandang sebagai elemen utama dalam semua rancangan Romo Mangun, sebagaimana terlihat dalam arsitektur Pertapaan Gedono. Penggunaan berbagai bahan alami dari daerah setempat, seperti batu, kayu, dan bambu, merupakan gambaran dari perpaduan antara "kreasi manusia dengan alam" yang juga menjadi salah satu ciri karya arsitektur Romo Mangun.<ref name=Pancaran/> Penggunaan bahan-bahan alam menjadi alasan kuat dalam pembangunan Pertapaan Gedono karena daerah di lereng bukit Gedono memiliki berbagai bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan, misalnya pasir dari sisi bukit, [[kayu jati]] di lahan pertapaan, dan [[bebatuan]] yang dapat dibeli dari para penjual batu di daerah sekitar pertapaan sebagai alasan "bernuansa sosial".<ref name=Wibawa/> Batu alam digunakan untuk semua dinding bangunan di kompleks pertapaan, kayu digunakan sebagai [[plafon]] sebagian bangunan, sementara bahan-bahan seperti bambu dan kayu banyak digunakan dalam [[furnitur]].<ref>{{harvnb|Natalia G.S|2011|p=121-123}}</ref> Penggunaan bahan-bahan alam pada berbagai bagian selain struktur utama dalam karya arsitektur yang bercirikan "[[desain berkelanjutan|eko-desain]]" ini juga dimaksudkan agar ada kegiatan rutin untuk merawat ataupun menggantinya, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, kendati biaya pembangunan menjadi sedikit bertambah.<ref name=Wibawa/> Kekhasan lainnya terlihat pada lantai hasil cetakan sendiri,<ref name=Pancaran/> beragam nuansa atau simbol yang sarat makna di elemen-elemen bangunan,<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=57-59}}</ref><ref>{{harvnb|Natalia G.S|2011|p=116-117, 121}}</ref> termasuk pencahayaannya.<ref name=Wibawa/>
Baris 101:
{{lihat pula|Trapis#Kehidupan monastik|Pertapaan Santa Maria Rawaseneng#Kehidupan monastik}}
 
Para rubiah Gedono, seperti halnya semua rubiah dan rahib dari Ordo [[Trapis]], menjalani kehidupan sesuai teladan Santo [[Benediktus]] sebagaimana tertulis dalam [[Peraturan Santo Benediktus]] yang dibacakan setiap hari seusai Ibadat Pagi ([[Laudes]]) pk 05.45.<ref name=25Tahun/> Kehidupan [[Kontemplasi Kristen|kontemplatif]] yang mereka lakukan diarahkan sepenuhnya kepada Allah dalam keheningan, doa, dan semangat pertobatan yang berkesinambungan.<ref name=Cahyono/> Karena pertobatan dipandang membutuhkan penyadaran secara terus-menerus, maka kehidupan mereka utamanya "berada dalam Masa Puasa".<ref>{{citation |url=http://www.wkicu.net/bulletin/Mar04.pdf |title=Berita WKICU |page=5 |publisher=WKICU |date=Maret 2004}}</ref> Kehidupan para rubiah Gedono dijalani tanpa banyak berbicara, sama seperti para rahib Rawaseneng, sehingga orang Jawa mengatakan kalau mereka "''mbatin''" (berbicara dalam hati).<ref>{{citation |url=https://books.google.co.id/books?id=4b2Lz_bXq6wC&pg=PA128 |title=Tanda |author=Jost. Kokoh, Pr. |year=2013 |publisher=Penerbit Kanisius |isbn=9789792122770 |page=128 |accessdate=2016-05-15 |archive-date=2016-06-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160603045905/https://books.google.co.id/books?id=4b2Lz_bXq6wC&pg=PA128 |dead-url=yes }}</ref>
 
Selain perayaan [[Ekaristi]], setiap hari mereka melaksanakan rangkaian [[Horarium|Ibadat Harian]] sebanyak 7 kali; pertama-tama dimulai dengan "Ibadat Malam" (saat ini disebut Ibadat Bacaan atau [[Officium lectionis]]) pada pk 03.15, yang dilanjutkan dengan [[doa hening]] selama 30 menit dan ''[[Lectio Divina]]'' (Bacaan Ilahi), kemudian diakhiri dengan Ibadat Penutup ([[Completorium]]) pada pk 18.55.<ref name=25Tahun/><ref name=Susilo/> Lagu-lagu dalam Ibadat Harian di lingkungan [[Gereja Katolik]] (khususnya [[Ritus Roma]]) umumnya dinyanyikan dengan musik [[Kidung Gregorian|Gregorian]], namun Pertapaan Gedono memiliki salah satu kekhasan yaitu penggunaan musik [[Ritus Bisantin|Bizantin]] dari [[Kekristenan Timur]] dalam Ibadat Penutup pada hari Minggu dan hari raya.<ref>{{citation |title=Bunda Pemersatu - Buku Pendamping untuk Kaset Bunda Pemersatu |others=PML 102-U |publisher=Pusat Musik Liturgi |location=Yogyakarta |date=1991 |chapter=Kata Pengantar |edition=Cetakan ketiga, 1999}}</ref> Selain menggunakan alat musik [[Organ (alat musik)|organ]], mereka juga menggunakan [[cetra]]—yaitu [[siter]] yang konon diciptakan secara khusus untuk liturgi monastik oleh seorang rahib Prancis—pada "Ibadat Malam" dan perayaan Ekaristi hari biasa. Kekhasan lainnya yaitu penggunaan musik Jawa dengan lagu [[pelog]] yang diiringi alat musik seperti [[Gender (musik)|gender]], [[bonang]], dan [[slenthem|slentem]] pada Ibadat Penutup hari biasa;<ref name=Susilo/><ref>{{citation |url=https://majalah.tempo.co/konten/2016/04/11/SEL/150454/Gregorian-Jawa-Minus-Latin/07/45 |date=11-04-2016 |title=Gregorian Jawa, Minus Latin |publisher=[[Tempo (majalah)|TEMPO]]}}</ref> teks ibadat tersebut telah mereka hafalkan karena dinyanyikan dalam [[kapel]] dengan kondisi gelap.<ref>{{citation |title=Inkulturasi di Gedono - Ibadat Penutup dan Lagu-Lagu Lepas Inkulturatif |others=PML 1044, CD Audio |publisher=Pusat Musik Liturgi |location=Yogyakarta}}</ref>
 
Para rubiah dikatakan "menguduskan waktu dengan doa dan kerja", rutinitas mereka sehari-hari adalah "keseimbangan antara doa pribadi, doa liturgi, ''Lectio Divina'', dan kerja tangan".<ref name=Cahyono/> Setiap hari mereka mengerjakan semua aktivitas tersebut secara selang-seling, dan semua usaha yang mereka kelola dikerjakan sendiri dengan bantuan beberapa orang dari masyarakat sekitar pertapaan.<ref name=25Tahun/> Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga di dalam biara (area [[klausura]] atau tertutup untuk umum) dikerjakan sendiri dan hanya dibantu beberapa tukang kebun.<ref name=Kunjungan>{{citation |url=http://www.pujasumarta.web.id/index.php/arsip-artikel/4-artikel/89-kunjungan-pada-pertapaan-rubiah-trapis-gedono |title=Kunjungan pada Pertapaan Rubiah Trapis Gedono |author=Mgr. [[Johannes Pujasumarta]] |date=17-04-2013 |publisher=www.pujasumarta.web.id |accessdate=2016-05-14 |archive-date=2015-07-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150707124849/http://www.pujasumarta.web.id/index.php/arsip-artikel/4-artikel/89-kunjungan-pada-pertapaan-rubiah-trapis-gedono |dead-url=yes }}</ref> Menurut Ibu Abdis Martha Driscoll OCSO, "Kita mengungkapkan diri dan menyerahkan diri melalui tubuh, melalui tindakan-tindakan konkret. Hidup spiritual bukan sesuatu yang abstrak {{interp|dan|orig=,}} terpisah dari hidup manusia."<ref>{{citation |url=http://penakatolik.com/2015/03/03/dosa-itu-pemberontakan-spiritual-yang-terungkap-dalam-tubuh-kata-abdis/ |title=Dosa Itu Pemberontakan Spiritual yang Terungkap dalam Tubuh, Kata Abdis |date=03-03-2015 |author=Suster Averina OP |publisher=penakatolik.com}}</ref>
 
== Usaha dan produk yang dihasilkan ==
Baris 143:
== Sumber kutipan ==
* {{citation |last=Andriyani |first=Fitriya |chapter-url=http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4892/5/T1_152010018_BAB%20IV.pdf |chapter=Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan |url=http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4892 |title=Fungsi Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono Dusun Weru Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang |others=Skripsi |date=2014 |publisher=Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Kristen Satya Wacana |ref=harv}}
* {{citation |last=Natalia G.S |first=Feronika |url=https://dglib.uns.ac.id/dokumen/download/24939/NTMwNjI=/Desain-Interior-Rumah-Retret-Katholik-Di-Kemuning-Dengan-Pendekatan-Eco-Design-Dalam-Konsep-Kristiani-abstrak.pdf |title=Desain Interior Rumah Retret Katholik Di Kemuning Dengan Pendekatan Eco Design Dalam Konsep Kristiani |others=Skripsi |date=2011 |publisher=Jurusan Desain Interior FSSR Universitas Sebelas Maret |ref=harv }}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
 
== Pranala luar ==