Syekh Nahrawi Al Banyumasyi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Biografi
Tag: Mengosongkan sebagian besar isi VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
k Perbaikan ejaan/tata bahasa/tanda baca/tipografi
Baris 1:
Kiai'''Syekh Nahrawi Al-Banyumasi''' adalah seorang ulama asal Indonesia yang sangat mahsyur di tanah Arab. beliau lahir lahir di [[Kabupaten Purbalingga|Purbalingga]] pada tahun 1276 H (1860 M). Nama aslinya adalah Kiai Mukhtarom. Kemudian [[tafa’ulan]] kepada gurunya sehingga namanya menjadi Nahrawi. “NamaNama lengkap beliau adalah "Ahmad Nahrawi Mukhtarom bin Imam Raja Al-Banyumasi Al-Jawi". Biografinya terdapat di kitab A’lamul Makiyyin yang ditulis oleh [[Abdullah Muallimi|Syekh Abdullah Muallimi]]. Ada di entri nomor 1431 halaman 964,” ujar penulis buku Mahakarya Islam Nusantara itu.<ref>{{Cite web|date=2017-10-02|title=Jejak Peninggalan Syekh Nahrawi Banyumas|url=https://www.nu.or.id/post/read/81733/jejak-peninggalan-syekh-nahrawi-banyumas|website=www.nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-05-18}}</ref>
<big>'''<u>Daftar Isi Profil Syekh Ahmad Nahrawi Mukhtarom al-Makki al-Banyumasi</u>'''</big>
 
Syekh Nahrawi Mukhtarom Al Makki Al Banyumasi wafat pada tahun 1926 M pada usia 86 tahun dan dimakamkan Ma’la di [[Makkah]]. Meski demikian kiprah [[Dakwah|dakwahnya]] di tanah air tidak pernah terputus. Dakwah terus bersambung dilanjutkan keluarganya di Purbalingga.
 
== Kehidupan ==
'''Kelahiran'''
 
'''=== Pendidikan''' ===
'''Wafat'''
Masa kecil Nahrowi dilewatinya dengan belajar al[[Al-Qur'an|Al-Qur’an]] dan ilmu agama kepada ayahnya, KH.Kyai Haji Harja Muhammad yang juga dikenal dengan Imam Masjid Darussalam Purbalingga.
 
Syekh Nahrawi dan saudaranya, KHKyai Haji Abu ‘Ammar melanjutkan pembelajaran di MekahMakkah. Saat itu, usia Syekh Nahrawi baru 10 tahun, lo. Namun, Syekh Nahrawi sangat tekun belajar sehingga diatelah memperoleh surat izin mengajar di [[Masjidil Haram]] karena ketekunannya dalam mencari ilmu. DiaBeliau bahkan sempat menjadi seorang [[hakim]] agung.
'''Pendidikan'''
 
'''Kisah Sang Kakak'''
 
'''Menjadi Guru di Makkah'''
 
'''Menjadi Mursyid Thariqah'''
 
 
'''Kelahiran'''
 
Kiai Nahrawi lahir di Purbalingga pada tahun 1276 H (1860 M). Nama aslinya adalah Kiai Mukhtarom. Kemudian tafa’ulan kepada gurunya sehingga namanya menjadi Nahrawi. “Nama lengkap beliau adalah Ahmad Nahrawi Mukhtarom bin Imam Raja Al-Banyumasi Al-Jawi. Biografinya terdapat di kitab A’lamul Makiyyin yang ditulis oleh Syekh Abdullah Muallimi. Ada di entri nomor 1431 halaman 964,” ujar penulis buku Mahakarya Islam Nusantara itu.<ref>{{Cite web|date=2017-10-02|title=Jejak Peninggalan Syekh Nahrawi Banyumas|url=https://www.nu.or.id/post/read/81733/jejak-peninggalan-syekh-nahrawi-banyumas|website=www.nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-05-18}}</ref>
 
 
'''Wafat'''
 
Syekh Nahrawi Mukhtarom Al Makki Al Banyumasi wafat pada tahun 1926 M pada usia 86 tahun dan dimakamkan Ma’la di Makkah. Meski demikian kiprah dakwahnya di tanah air tidak pernah terputus. Dakwah terus bersambung dilanjutkan keluarganya di Purbalingga.
 
'''Pendidikan'''
 
Masa kecil Nahrowi dilewatinya dengan belajar al-Qur’an dan ilmu agama kepada ayahnya, KH. Harja Muhammad yang juga dikenal Imam Masjid Darussalam Purbalingga
 
Syekh Nahrawi dan saudaranya, KH Abu ‘Ammar melanjutkan pembelajaran di Mekah. Saat itu, usia Syekh Nahrawi baru 10 tahun, lo. Namun, Syekh Nahrawi sangat tekun belajar sehingga dia memperoleh surat izin mengajar di Masjidil Haram. Dia bahkan sempat menjadi seorang hakim agung.
 
Saat itu juga Makkah menjadi pusat peradaban ilmu dengan guru-guru ulama yang sangat mumpuni seperti Syekh Muhammad al-Maqri a-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti madzab Syafi’iyah di Makkah, Syekh Ahmad An-Nahrawi al-Mishri al-Makki,  Sayyid Muhammad Shalih al-Zawawi al-Makki, salah seorang guru di Masjid Nabawi dan lain-lain.
 
=== Kakak Syekh Nahrawi ===
'''Kisah Sang Kakak'''
KHSejak itu, Syekh Nahrawi tidak kembali ke Nusantara. Beliau memilih berkarier di Makkah dan guru yang ulung. Berbeda dengan sang kakak, Abu ‘Ammar. Ia pulang ke tanah air dan menjadi Imam [[Masjid Agung Purbalingga]]. Kyai Haji Abu ‘Ammar  pulang dari Makkah langsung menghidupkan dan memakmurkan Masjid Agung Purbalingga. Masjid tersebut merupakan peninggalan Mbah Abu ‘Ammar dan keluarganya. Sebab, tanah wakaf itu atas nama KH.Kyai Haji Hardja Muhammad yang tidak lain adalah ayah Mbah Abu ‘Ammar .
 
Kyai Haji Abu ‘Ammar  juga dikenal dengan kelapangan dan luwes dalam bergaul. Hal itu dibuktikan dengan kedekatan Mbah Abu ‘Ammar  dengan tokoh lintas organisasi, seperti Kyai Haji Hasyim Asy’ari (NU) dan Kiai Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) pernah datang dan berdiskusi di Masjid Kauman semasa Mbah Abu ‘Ammar. Bahkan Syekh Syurkati, pendiri Al Irsyad Al Islamiyah dari Makkah dikabarkan juga pernah bertandang. Kyai Haji Abu ‘Ammar  adalah seorang intelektual muslim yang sangat disegani tidak saja pada regional Banyumas akan tetapi juga nasional. Kancah KH. Abu ‘Ammar di tingkat nasional bisa ditelusur ketika berteman akrab dengan seorang hakim Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Terrhar. Diskusi yang intens Kyai Haji Abu ‘Ammar  ini dengan Terrhar ini kemudian memunculkan perlunya sebuah peradilan bagi kaum inderland tersendiri yang terpisah dengan landrat yang ada ketika itu. Peradilan ini hanya diberlakukan buat kaum inderlands yang berhubungan dengan hukum-hukum perdata (Begerlijc Wetbook). Sektor yang diurus oleh peradilan ini meliputi pernikahan, perceraian, hukum waris. Peradilan ini kemudian dikenal dengan Pengadilan Agama. Peradilan agama ini telah berkembang sekarang sampai keseluruh persada nusantara. Dalam sejarah peradilan di Indonesia, pengadilan agama ini telah menjadi salah satu dari empat peradilan di Indonesia. Pengadilan Agama telah sama kedudukannya dengan pengadilan umum serta dibawah satu atap [[Mahkamah Agung]]. Bahkan kewenangan Pengadilan Agama kini telah meluas tidak saja hal-hal yang berkenaan denngan hukum Perdata tapi juga menerima sengketa pidana yang bersifat syariah.
Sejak itu, Syekh Nahrowi tidak kembali ke Nusantara. Beliau memilih berkarier di Makkah dan guru yang ulung. Berbeda dengan sang Kakak, Abu ‘Ammar. Abu ‘Ammar  pulang ke tanah air dan menjadi Imam Masjid Agung Purbalingga.
 
KH. Abu ‘Ammar  pulang dari Makkah langsung menghidupkan dan memakmurkan Masjid Agung Purbalingga. Masjid tersebut merupakan peninggalan Mbah Abu ‘Ammar dan keluarganya. Sebab, tanah wakaf itu atas nama KH. Hardja Muhammad yang tidak lain adalah ayah Mbah Abu ‘Ammar .
 
KH. Abu ‘Ammar  juga dikenal dengan kelapangan dan luwes dalam bergaul. Hal itu dibuktikan dengan kedekatan Mbah Abu ‘Ammar  dengan tokoh lintas organisasi, seperti KH. Hasyim Asy’ari (NU) dan Kiai Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) pernah datang dan berdiskusi di Masjid Kauman semasa Mbah Abu ‘Ammar. Bahkan Syekh Syurkati, pendiri Al Irsyad Al Islamiyah dari Makkah dikabarkan juga pernah bertandang.
 
KH. Abu ‘Ammar  adalah seorang intelektual muslim yang sangat disegani tidak saja pada regional Banyumas akan tetapi juga nasional. Kancah KH. Abu ‘Ammar di tingkat nasional bisa ditelusur ketika berteman akrab dengan seorang hakim Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Terrhar.
 
Diskusi yang intens KH. Abu ‘Ammar  ini dengan Terrhar ini kemudian memunculkan perlunya sebuah peradilan bagi kaum inderland tersendiri yang terpisah dengan landrat yang ada ketika itu. Peradilan ini hanya diberlakukan buat kaum inderlands yang berhubungan dengan hukum-hukum perdata (Begerlijc Wetbook).
 
Sektor yang diurus oleh peradilan ini meliputi pernikahan, perceraian, hukum waris. Peradilan ini kemudian dikenal dengan Pengadilan Agama. Peradilan agama ini telah berkembang sekarang sampai keseluruh persada nusantara.
 
Dalam sejarah peradilan di Indonesia, pengadilan agama ini telah menjadi salah satu dari empat peradilan di Indonesia. Pengadilan Agama telah sama kedudukannya dengan pengadilan umum serta dibawah satu atap Mahkamah Agung. Bahkan kewenangan Pengadilan Agama kini telah meluas tidak saja hal-hal yang berkenaan denngan hukum Perdata tapi juga menerima sengketa pidana yang bersifat syariah.
 
'''Menjadi Guru di Makkah'''
 
'''=== Menjadi Guru di Makkah''' ===
Sementara Syekh Ahmad Nahrowi Mukhtarom Al Banyumasi tidak mau pulang ke tanah Jawa. Bahkan oleh Pemerintah Saudi Syekh Ahmad Nahrowi Mukhtarom diangkat menjadi guru mengajar santri dari berbagai Negara. Beliau Banyak mempunyai murid dan bahkan menjadi hakim agung di Arab Saudi (lihat; Islam transformasi; Azyumardi Azra; Gramedia; 1997).
 
Baris 60 ⟶ 28:
pada Juli 2017 lalu, Komunitas Pegon di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Tengah menemukan karya tulis Syekh Nahrawi. Karya tersebut ditemukan saat mereka memeriksa kardus-kardus berisi kitab peninggalan Kiai Faqih Cemoro. Kitab sepanjang delapan halaman itu merupakan catatan atau taqliq dari Risalah Iti’arat karya Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan Al-Makki, seorang mufti Mekah yang menjadi guru Syekh Nahrawi.
 
'''=== Menjadi Mursyid Thariqah''' ===
 
Selain mengasas kitab, Syekh Ahmad Nahrowi juga menjadi Mursyid Thariqah Syadziliyah. Thariqah Syadziliyah muncul secara Besar-besaran di tanah Jawa baru di abad 19 ketika para santri Jawa yang sebelumnya berbondong-bondong belajar di Makkah dan Madinah pulang ke tanah air
 
Baris 73 ⟶ 40:
 
Beliau adalah seorang sufi pengembara yang mengajarkan bersungguh-sungguh dalam berdzikir dan berfikir di setiap waktu, tempat dan keadaan untuk mencapai fana’ (ketiadaan diri di hadapan Allah). Beliau juga mengajarkan bersikap zuhud pada dunia dan iqbal (perasaan hadir di hadapan Allah). Beliau mewasiatkan agar para muridnya membaca kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Qutul Qulub.
 
== Referensi ==
<references /><!-- Sesuai pedoman menulis wikipedia napa, capek tau nggak, edit nya -->