Lampung: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Shofyan ali (bicara | kontrib)
k Menambahkan rujukan adat dan budaya
Tag: Dikembalikan
Dedy Tisna Amijaya (bicara | kontrib)
k Membatalkan 1 suntingan oleh Shofyan ali (bicara) ke revisi terakhir oleh Gervant of Shiganshina (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 57:
| lagu = ''[[Sang Bumi Ruwa Jurai]]'', ''[[Pang Lipang Dang]]'', ''[[Tepui Tepui]]'', dll
| senjata = [[Badik]], [[Payan]], dan [[Keris]]
| rumah = Gedung Dalom, [[Nuwo Sesat]], Gedung Pakuon, Lamban Gedung
| flora = [[Bunga Pukul Empat]]
| fauna = [[Gajah Sumatra]]
Baris 72:
 
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khazanah adat budaya di Nusantara. Oleh karenanya, pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.
 
Pada abad sekitar 17 sampai 18 Masehi ada beberapa perjanjian baik di Kepaksian nyerupa, Kepaksian Pernong, Bejalan di Way dan Belunguh, perjanjian kompeni inggris untuk tidak saling menyerang, kemudian perjanjian apa bila musuh menyerang dari laut maka kompeni inggris lah yang menghadapi, apabila musuh datang dari darat maka Kepaksian Sekala Brak lah yang menghadapi. Pada masa selanjutnya ada nama Rakian Sakti yaitu anak dari Ratu Mengkuda Pahawang Umpu Ratu Bejalan Di Way hijrah ke pesisir menuju daerah Ngambur. Seiring berjalannya waktu banyak pula kelompok-kelompok yang datang dari luar dan meminta izin kepada Keturunan Sultan Umpu Ratu Selalau Sanghyang Sangun Gukhu di Tenumbang untuk membuka lahan mendirikan perkampungan baru. Wilayah Umpu Nyerupa di Wilayah Pesisir sangat strategis, maka pada abad Ke-16 M Berlangsung Sejak Tahun 1501 M Sultan Banten mengajak kerjasama ekonomi dengan Umpu Nyerupa, bentuk kerjasama itu dikeluarkanlah surat Piagam Perjanjian oleh Sultan Abdul Mahasin Muhammad Zainal Abidin dengan dibuktikan adanya perkampungan masyarakat sekala brak di cikoneng Banten saat ini, kejadian ini cukup membuktikan bahwasanya dari dahulu Banten dan dan Lampung selalu bersama-sama dan saling membesarkan<ref>{{Cite book|last=Prof.DR.Sudjarwo|first=(Koord)|date=2018|title=Kerajaan adat paksi pak sekala brak kepaksian pernong lampung menjawab sejarah|location=Bandar Lampung|publisher=Lampung Post|isbn=9786025270529|pages=20-24|url-status=live}}</ref>.
[[Berkas:Lampang Paksi Pak (Kepaksian Sekala Brak).jpg|jmpl|kiri|Lambang Kepaksian Sekala Brak]]
Lampung pernah menjadi wilayah kekuasaan [[Kerajaan Tarumanagara]] dan [[Kerajaan Sunda]] sampai abad ke-16. Sebelum akhirnya [[Kesultanan Banten]] menghancurkan [[Pajajaran]], ibu kota Kerajaan Sunda. Sultan Banten yakni Hasanuddin, lalu mengambil alih kekuasaan atas Lampung. Hal ini dijelaskan dalam buku ''The Sultanate of Banten'' karya Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut: