| lagu = ''[[Sang Bumi Ruwa Jurai]]'', ''[[Pang Lipang Dang]]'', ''[[Tepui Tepui]]'', dll
| senjata = [[Badik]], [[Payan]], dan [[Keris]]
| rumah = [[Istana Sekala Brak|Gedung Dalom]] & [[Nuwo Sesat]]
| flora = [[Bunga Pukul Empat]]
| fauna = [[Gajah Sumatra]]
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khazanah adat budaya di Nusantara. Oleh karenanya, pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.
Lampung pernah menjadi wilayah kekuasaan [[Kerajaan Tarumanagara]] dan [[Kerajaan Sunda]] sampai abad ke-16. Sebelum akhirnya [[Kesultanan Banten]] menghancurkan [[Pajajaran]], ibu kota Kerajaan Sunda. Sultan Banten yakni Hasanuddin, lalu mengambil alih kekuasaan atas Lampung. Hal ini dijelaskan dalam buku ''The Sultanate of Banten'' karya Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut:
Pada jaman Kerajaan Sekala Brak<ref>http://bebasluas.blogspot.com/2012/07/kerajaan-skala-brak-di-lampung.html</ref>, pada tahun sekitar 1401 Masehi hingga 1501 Masehi ada serangan dari kerajaan [[Kesultanan Palembang|Palembang]] tampa pemberitahuan tampa ada layaknya suatu pertikaian lebih dahulu tiba-tiba menyerang ke [[Gunung Pesagi| Atas]] didalam rentang waktu perlawanan ahirnya pasukan Palembang itu bisa dipukul mundur dan kembali.
{{quote|''"From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region".<ref name="Claude Guillot">{{cite book|last =Guillot|first =Claude.|publisher= Gramedia Book Publishing Division|title = The sultanate of Banten|date =|year =1990|page =19
[[Suku Lampung|Suku-Suku Lampung]]<ref>https://media.neliti.com/media/publications/298261-siger-sebagai-wujud-seni-budaya-pada-mas-ac965a24.pdf</ref>, baik yang berada di daerah [[Lampung|Lampung]], [[Sumatra Selatan|Palembang]] dan Pantai [[Banten|Banten]] Perpindahan Warga Negeri, ini bukannya sekaligus melainkan bertahap dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa peristiwa penting didalam sejarah seperti:
}}</ref>''}}
# Adanya bencana alam berupa [[Gunung Suoh|gempa bumi]] yang memaksa sebagian Warga suku Lampung untuk berpindah dan mencari penghidupan yang baru.
# Adanya hubungan kerjasama antara Lampung dengan [[Kesultanan Banten|Kesultanan Banten]], sehingga banyak keturunan [[Suku Lampung]] yang berada di Banten.
# Keinginan Masyarakat suku Lampung untuk “Nyusuk Pekon” yang artinya mendirikan daerah baru ataupun [[Negeri| Negeri baru]] untuk membesarkan adat bukan memisahkan diri.
#Ketika [[Suku Lampung|Suku Bangsa]] yang mendiami Kepaksian Sekala Brak Kuno beribu negeri di [[Belalau, Lampung Barat|Bakhnasi Tanjung Menang]] melarikan diri dan Kerajaan Sekala Brak Kuno jatuh ketangan [[Sekala Brak|Kepaksian Sekala Brak]], hingga mereka menyebar kedaerah-daerah lainnya<ref>http://repository.lppm.unila.ac.id/23963/1/Yusdiyanto%20Lembaga%20adat%20skala%20brak.pdf</ref>.
Pada abad Ke-16 Masehi Berlangsung Sejak Tahun 1501 Masehi [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]] mengajak kerjasama ekonomi dengan [[Lambang Empat Kepaksian Sekala Brak|Umpu Nyerupa]], bentuk kerjasama itu dikeluarkanlah surat Piagam Perjanjian oleh Sultan Abdul Mahasin Muhammad Zainal Abidin. Dari Wilayah Kepaksian Pernong Sekala Brak dan Umpu Nyerupa di Pesisir inilah kemudian berdiri marga-marga, khususnya lagi saat Abad Ke-19 M tahun 1824 M terjadilah pertukaran antara Inggris dan Belanda yaitu [[Singapura| Singapura]] dan [[Bengkulu| Keresidenan Bengkulen]], [[Belanda]] mendapatkan Bengkulu dan [[Bengkulu-Inggris|Inggris]] meninggalkan [[Bengkulu]] untuk mendapatkan Singapura, suatu hal yang pasti bahwa Inggris itu tidak pernah menjajah [[Sekala Brak|Kepaksian Sekala Brak]]. Ada beberapa perjanjian baik di Kepaksian nyerupa, Kepaksian Pernong, Kepaksian Bejalan di Way dan Kepaksian Belunguh, perjanjian Kompeni Inggris untuk tidak saling menyerang, kemudian perjanjian apa bila musuh menyerang dari laut maka Kompeni Inggris lah yang menghadapi, apabila musuh datang dari darat maka Kepaksian Sekala Brak lah yang menghadapi. Lambang dari ke Empat Kepaksian ini adalah [[Lambang Empat Kepaksian Sekala Brak|Cambai Mak Bejunjungan]] dengan cicca tidak bersekutu berpisah tidak bercerai. Kejadian ini cukup membuktikan Adanya hubungan yang erat antara Lampung dengan Kesultanan Banten, sehingga banyak keturunan sekala brak yang berada di [[Suku Lampung Cikoneng|Cikoneng]] Banten hingga saat ini<ref>https://media.neliti.com/media/publications/56756-ID-lembaga-perwatin-dan-kepunyimbangan-dala.pdf</ref><ref>https://skalabraknews.com/2018/03/27/selayang-pandang-sejarah-kerajaan-skalabrak-lampung-3547/</ref><ref>https://www.timenews.id/2019/09/kepaksian-pernong-kenalkan-sejarah.html</ref><ref>https://toaz.info/doc-viewer</ref><ref>https://www.academia.edu/25352990/Kinangan_Lampung</ref><ref>file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/13334-65157-1-SP.pdf</ref>.
Di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Dalam masa pemerintahannya, Sultan Ageng berupaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten yang terus mendapat hambatan karena dihalangi VOC yang bercokol di Batavia. VOC yang tidak suka dengan perkembangan Kesultanan Banten mencoba berbagai cara untuk menguasainya termasuk mencoba membujuk Sultan Haji, Putra Sultan Ageng untuk melawan Ayahnya sendiri.
|