Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Silsilah dan Keturunan: Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 67:
Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah al-Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat "mumtaz" (''Summa Cumlaude'').
 
Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal/ TGH. Muhammad Faisal ''('''TGH. Muhammad Faisal'''''<ref>''beliau memimpin pertempuran fisik melawan kompeni Belanda/VOC, beliau ditangkap dalam perundingan dan dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan, nama beliau diabadikan menjadi nama jalan di Mataram.''</ref> ''memimpin pertempuran fisik melawan kompeni Belanda/VOC, beliau ditangkap dalam perundingan dan dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan, nama beliau diabadikan menjadi nama jalan di Mataram).''. Waktu dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.
 
Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari [[dakwah]] ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya ''''Tuan Guru Bajang''''. Semula, pada tahun [[1934]] mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/[[22 Agustus]] [[1937]] mendirikan [[Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)]] dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun ajaran [[1940]]/[[1941]].