Perubahan iklim dan gender: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 60:
 
=== Tiongkok ===
Menurut sejumlah peneliti, kebijakan perubahan iklim dan gender di Tiongkok telah mengalami perkembangan cukup baik selama sepuluh tahun terakhir, meski mungkin masih ditemui kelemahan dan cenderung terfragmentasi.<ref name=":18">{{Cite journal|last=Zhou|first=Yuan|last2=Sun|first2=Xiaoyan|date=2020-01-01|title=Toward gender sensitivity: women and climate change policies in China|url=https://doi.org/10.1080/14616742.2019.1687001|journal=International Feminist Journal of Politics|volume=22|issue=1|pages=127–149|doi=10.1080/14616742.2019.1687001|issn=1461-6742}}</ref> Sebelumnya, mereka dikritik karena menunjukkan komitmen lemah terhadap pengurangan emisi dan penanganan perubahan iklim.<ref name=":18" /> Peneliti menduga perubahan sikap ini dipicu oleh laporan kenaikan jumlahkadar [[karbon dioksida]], [[metana]], dan [[dinitrogen monoksida]] oleh Administrasi Meteorologi Tiongkok pada 2017.<ref name=":18" /> Tiongkok merilis kebijakan lingkungan pertamanya pada Juni 2007. Dalam rencana aksi perubahan iklim nasional tersebut, mereka menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi GHG ([[gas rumah kaca]] global) dengan syarat tidak mengorbankan kepentingan ekonominya.<ref name=":18" /> Pembahasan mengenai aspek gender dalam perubahan iklim di Cina umumnya dimasukkan ke dalam kebijakan mengenai kesetaraan gender, bukan di kebijakan perubahan iklim.<ref name=":18" />
 
PerempuanPenelitian di perdesaan Tiongkok mengalamimengungkap adanya perbedaan dampak gender pada isu perubahan iklim. yangPara perempuan lebih beratterdampak secara negatif dibandingkandaripada laki-laki.<ref name=":18" /> Salah satu contohnya adalah riset di kalangan petani di [[Yunnan]]. Pada Januari hingga Maret 2008, komunitas petani di [[Yunnan]] terdampak dari hujan salju lebat yang berakibat padamengakibatkan banjir. Berdasarkan wawancara dengan petani perempuannya, didapati dampak kerugianKerugian yang mereka hadapi, yaituantara lain adalah bekerja lebih berat karena terlibat dalam upaya kesiapsiagaan sebelum bencana dan pemulihan setelah bencana terjadi, berkurangnya pendapatan, serta kesehatan yang terganggu.<ref name=":18" />
 
Berbeda dengan hasil penelitian di Eropa dan Amerika, dari beberapa studi didapati bahwa laki-laki Tiongkok lebih menunjukkan kepedulian lebih terhadap isu perubahan iklim dibandingkan perempuannya.<ref name=":18" /><ref name=":19">{{Cite journal|last=Shields|first=Todd|last2=Zeng|first2=Ka|date=2012|title=The Reverse Environmental Gender Gap in China: Evidence from "The China Survey"|url=https://www.jstor.org/stable/42864056|journal=Social Science Quarterly|volume=93|issue=1|pages=1–20|issn=0038-4941}}</ref> Salah satu contohnya adalah studi di sebuah desa di provinsi [[Ningxia]]. Partisipan laki-laki lebih mampu menjelaskan dampak perubahan iklim yang mereka rasakan, seperti adanya perubahan [[suhu]] dan [[kelembapan]] yang sifatnya musiman.<ref name=":18" /> Sedangkan perempuan merespon pertanyaan dengan jawaban yang kurang jelas dan tidak spesifik. Dari sini, terlihat adanya kesenjangan pengetahuan mengenai perubahan iklim di antara kedua gender. Kesenjangan gender dalam pengetahuan lingkungan ini, menurut ilmuwan, akan terus bertahan kecuali perkembangan ekonomi di Cina diarahkan untuk menjamin akses perempuan ke pendidikan dan ekonomi yang lebih baik.<ref name=":19" />
 
Partisipasi perempuan dalam kebijakan perubahan iklim di Cina cukup rendah, baik di tingkat lokal maupun nasional. Sekitar 20-50% staf pemerintah yang bekerja di bagian perumusan kebijakan lingkungan adalah perempuan, tetapi mereka belum cukup terwakili di posisi kepemimpinan. Persentase pejabat perempuan hanya sekitar 5-20%.<ref name=":18" /> Sejak berdiri pada 1984, kementerian lingkungan belum pernah sekalipun dijabatdipimpin oleh menteri perempuan.<ref name=":18" />
 
== Daftar rujukan ==