Kapitayan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
Surijeal (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
 
=== Tuhan ===
Tuhan dalam agama kapitayan disebut Sang Hyang Taya. ''Taya'' berarti "''suwung''" (kosong). Tuhan Kapitayan bersifat abstrak, tidak bisa digambarkan. Sang Hyang Taya diartikan sebagai "''tan keno kinaya ngapa''", tidak dapat dilihat, dipikirkan, atau dibayangkan, alias tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya. Untuk itu, supaya bisa disembah Sanghyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut Tu atau To, yang bermakna "daya gaib" yang bersifat adikodrati.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Sunyoto|first=Agus|date=2017|title=NU dan Faham Keislaman Nusantara|journal=Mozaic : Islam Nusantara|volume=3|issue=1|pages=15-30}}</ref> Tu atau To adalah tunggal dalam Dzat. Satu Pribadi. Tu lazim disebut dengan nama Sanghyang Tunggal. Dia memiliki dua sifat, yaitu Kebaikan dan Kejahatan. Tu yang bersifat Kebaikan disebut Tu-han disebut dengan nama Sanghyang Wenang. Tu yang bersifat Kejahatan disebut dengan nama Sang Manikmaya. Demikianlah, Sanghyang Wenang dan Sang Manikmaya pada hakikatnya adalah sifat saja dari Sanghyang Tunggal. Karena itu baik Sanghyang Tunggal, Sanghyang Wenang dan Sang Manikmaya bersifat gaib tidak dapat didekati dengan pancaindera dan akal pikiran. Hanya diketahui sifat-Nya saja.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Sunyoto|first=Agus|date=2017|title=NU dan Faham Keislaman Nusantara|journal=Mozaic : Islam Nusantara|volume=3|issue=1|pages=15-30}}</ref>{{rp|17}}
 
Kekuatan Sang Hyang Taya yang kemudian mewakili di berbagai tempat, seperti di batu, monumen, pohon, dan di banyak tempat lain.<ref>Galbinst (2019). p. 13.</ref> Oleh karena itu, mereka memberikan persembahan atas tempat itu, bukan karena mereka menyembah batu, pohon, monumen, atau apa pun, tetapi mereka melakukannya sebagai pengabdian mereka kepada Sang Hyang Taya yang kekuatannya diwakili di semua tempat itu.<ref name=":0">Galbinst (2019). p. 14.</ref> Agama kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti dalam agama Hindu dan Budha.<ref>Samantho, Ahmad Yanuana (Oktober 2016). ''Kapitayan Agama Pertama di Nusantara, Bukti bahwa Para Nabi Pernah diutus di Nusantara''. Dalam ''Agama Pertama di Tanah Jawa, Kapitayan, Agama Universal''. Halaman 4.</ref>