Perang Romawi–Persia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: pengguna baru menambah pranala merah kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 91:
Sementara itu, Heraclius membentuk persekutuan dengan [[suku Turks]], yang mengambil keuntungan ketika kekuatan Persia melemah. Suku Turk memporak-porandakan sisa-sisa pasukan Persia Sassaniyah di Anatolia .<ref>Greatrex–Lieu (2002), II, 209–212</ref> Pada tahun yang sama, Heraklius melancarkan invasi militer ke Mesopotamia, di sana, meskipun kontingen Turk tidak mau ikut menyerang, Heraklius tetap dapat mengalahkan pasukan Persia Sassaniyah. Dia terus bergerak ke arah timur di sepanjang sungai Tigris dan menjarah Istana Persia, Chtesiphon, sebenarnya Heraklius dan pasukan Romawi Byzantium hendak menjarah seluruh harta benda di Ibukota Persia Sassaniyah, Mada'in juga namun niat tersebut di batalkan . sadar negerinya di ambang kekalahan besar dan kejatuhan, Syurajih atau Kavadh II dengan bantuan sebagian pasukan Persia Sassaniyah kemudian menyingkirkan dan membunuh Khosrau II dalam sebuah perebutan kekuasaan, Kavadh II yang telah menjadi Raja Persia menggantikan kedudukan ayahnya langsung meminta perdamaian, agar dapat berdamai Kavadh bersedia menarik pasukan Persia Sassaniyah dari semua wilayah Romawi Byzantium yang sebelumnya mereka rebut.<ref>Theophanes, ''Kronik'', 317–327</ref><ref>Greatrex–Lieu (2002), II, 217–227</ref> Kaisar Heraklius kemudian merayakan kemenangannya melawan Persia Sasaaniyah dengan berziarah ke [[Basilika Makam Suci]] di Kota Suci [[Yerussalem]] bersama pasukan Romawi Byzantium dan para Patriak Gereja di [[Konstantinople]] di pada ahir tahun 624 M .<ref>Haldon (1997), 46</ref><ref>Baynes (1912), ''passim''</ref><ref>Speck (1984), 178</ref>
 
Dampak yang menghancurkan dari perang terakhir ini, menambah efek kumulatif dari konflik seabad yang hampir tanpa henti, membuat kedua kekaisaran menjadi sangat lemah. Ketika Kavadh II meninggal hanya beberapasetahun bulanlebih setelah naik takhta, Kerajaan Persia Sassaniyah dilanda kekacauan dinasti dan perang saudara selama beberapa tahun. Sassaniyah menjadi makin lemah dengan adanya penurunan dalam bidang ekonomi, pajak yang berat untuk membiayaimengganti kampanyekerugian Khosrau IIperang, kerusuhan antar suku dan agama, dan meningkatnya kekuasaan para [[Shah|tuanTuan tanahTanah provinsiProvinsi]].<ref>Howard-Johnston (2006), 9: "[Heraclius'] victories in the field over the following years and its political repercussions&nbsp;... saved the main bastion of Christianity in the Near East and gravely weakened its old Zoroastrian rival."</ref> Kekaisaran Romawi Byzantium juga sangat terpengaruh, dengan cadangan keuangannyaemas dan devisanya yang terkuras oleh perang, dan Balkandi kinirebutnya sebagianwilayah besar dikuasaiBalkan oleh bangsa SlavSlavia .<ref>Haldon (1997), 43–45, 66, 71, 114–15</ref> Selain itu, kota-kota dan desa di wilayah Anatolia juga porak-poranda akibat invasi berulang baik oleh Persia; kekuasaanSassaniyah maupun oleh Imperium Romawi dan Romawi Byzantium . Kekuasaan Romawi Byzantium di wilayah yang baru saja diperolehnya di Kaukasus, SuriahLevant, Mesopotamia, Palestina,Anatolia dan Mesir mulai goyahmelemah akibat pendudukan pasukan Persia selamaSassaniyah bertahunyang di susul dengan penaklukan oleh orang-tahun.orang Arab Muslim dari [[Khulafaurrasidin]] <ref>Ambivalence toward Byzantine rule on the part of [[miaphysitism|miaphysites]] may have lessened local resistance to the Arab expansion (Haldon [1997], 49–50).</ref>
== Akibat ==
{{See also|Penaklukan Muslim|Penaklukan Islam di Persia|Perang Bizantium-Arab}}
Dampak yang menghancurkan dari perang terakhir ini, menambah efek kumulatif dari konflik seabad yang hampir tanpa henti, membuat kedua kekaisaran menjadi sangat lemah. Ketika Kavadh II meninggal hanya beberapa bulan setelah naik takhta, Persia dilanda kekacauan dinasti dan perang saudara selama beberapa tahun. Sassaniyah menjadi makin lemah dengan adanya penurunan dalam bidang ekonomi, pajak yang berat untuk membiayai kampanye Khosrau II, kerusuhan agama, dan meningkatnya kekuasaan [[Shah|tuan tanah provinsi]].<ref>Howard-Johnston (2006), 9: "[Heraclius'] victories in the field over the following years and its political repercussions&nbsp;... saved the main bastion of Christianity in the Near East and gravely weakened its old Zoroastrian rival."</ref> Kekaisaran Romawi juga sangat terpengaruh, dengan cadangan keuangannya terkuras oleh perang, dan Balkan kini sebagian besar dikuasai oleh bangsa Slav.<ref>Haldon (1997), 43–45, 66, 71, 114–15</ref> Selain itu, Anatolia juga porak-poranda akibat invasi berulang oleh Persia; kekuasaan Romawi di wilayah yang baru saja diperolehnya di Kaukasus, Suriah, Mesopotamia, Palestina, dan Mesir mulai goyah akibat pendudukan Persia selama bertahun-tahun.<ref>Ambivalence toward Byzantine rule on the part of [[miaphysitism|miaphysites]] may have lessened local resistance to the Arab expansion (Haldon [1997], 49–50).</ref>
 
Kedua pihak tidak memiliki kesempatan untuk memulihkan diri, karena hanya beberapa tahun kemudian mereka diserbu oleh oleh [[Bangsa Arab|orang Arab]], yang telah disatukan oleh Agama [[Islam]]. Menurut Howard-Johnston, serbuan orang Arab itu "hanya dapat disamakan dengan tsunami manusia".<ref>Foss (1975), 746–47</ref><ref>Howard-Johnston (2006), xv</ref> Menurut George Liska, "Konflik panjang yang tidak perlu antara BizantiumBangsa danRomawi dengan Kerajaan Persia Sasaaniyah telah memberi jalan bagi ekspansi pasukan Arab Muslim dalam rangka penyebaran Agama Islam".<ref>Liska (1998), 170</ref> KekaisaranKerajaan Persia Sassaniyah dengan cepat menyerah terhadap serangan ini dan pada akhirnya benar-benar takluk., Selama Perang Bizantium–ArabArab Romawi Byzantium, wilayah provinsi timur dan selatan Kekaisaran Romawi Byzantium, yang sudah lemah, yang baru saja diperoleh kembali oleh Romawi Byzantium, yaitu [[Penaklukan Muslim di Suriah|Suriah]], [[Penaklukan Muslim di Armenia|Armenia]], [[Penaklukan Muslim di Mesir|Mesir]] dan [[Penaklukan Umayyah di Afrika Utara|Afrika Utara]], pada akhirnya lepas kembali, mengurangi wilayah Romawi menjadi tinggal sebagian Anatolia serta daerah-daerah dan pulau-pulau yang terpencar-pencar di Balkan dan Italia.<ref>Haldon (1997), 49–50</ref> Wilayah Romawi yang tersisa itu juga terus-menerus diserang, menandai peralihan dari peradaban perkotaan klasik ke bentuk masyarakat abad pertengahan yang lebih bersifat pedesaan. Akan tetapi, tidak seperti Persia Sassaniyah, Kekaisaran Romawi (dalam bentuk Kekaisaran Bizantium) berhasil bertahan dari gelombang serangan pasukan Arab Muslim . Romawi Byzantium bertahan di sisa-sisa wilayahnya dan dua kali secara telak berhasil memukul mundur pengepungan bala tentara Arab Muslim atas ibu kotanya, yaitu pada [[Pengepungan Konstantinopel (674)|674–678 M )]] dan [[Pengepunagn Konstantinopel (718718M)|717–718 M]].<ref>Haldon (1997), 61–62</ref><ref>Howard-Johnston (2006), 9</ref> Kekaisaran Romawi Byzantium juga kehilangan wilayahnya di [[Kreta]] dan [[Sejarah Islam di Italia selatan|Italia selatan]] akibat direbut oleh Arab Muslim dalam [[Perang Bizantium–ArabRomawi Byzantium–Arab (780–1180)|konflik berikutnya]], meskipun wilayah-wilayah tersebut [[Penaklukandapat ulang Bizantium|berhasildi diambilambil kembali oleh Romawi]].
 
== Strategi dan siasat militer ==