Elisabeth Inandiak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>") |
||
Baris 1:
[[Berkas:Eli Inandiak DSC 1611s.jpg|jmpl|180px|Elisabeth Inandiak (2015).]]
'''Elisabeth D. Inandiak''' (lahir 1960) adalah [[wartawan|wartawati]], [[penerjemah]], dan [[kesusastraan|sastrawati]] [[bangsa Prancis|berkebangsaan Prancis]] yang banyak mempelajari kesusastraan Jawa, terutama dari era [[Sastra Jawa Baru]]. Pada 1989, ia "jatuh cinta" terhadap sastra Jawa dan memutuskan untuk menetap di Indonesia.<ref>{{Cite web |url=http://www.ifi-id.com/bandung/elizabeth-d-inandiak |title=Elizabeth D. Inandiak: Babad Ngalor-Ngidul / Tohu Bohu |access-date=2016-10-17 |archive-date=2017-01-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170114155836/http://www.ifi-id.com/bandung/elizabeth-d-inandiak |dead-url=yes }}</ref>
Karya monumentalnya adalah penerjemahan ''[[Serat Centhini]]'' (karya sastra Jawa yang kental dengan perbincangan religius dan erotisme) ke dalam [[bahasa Prancis]] di bawah judul ''Les Chants de l’île à dormir debout – Le Livre de Centhini'' (terbit 2002), berhasil menjadikan dirinya sebagai penerima ''Prix littéraire de l'Asie'' ("Penghargaan sastra Asia") pada tahun 2003 oleh Perhimpunan Sastrawan Berbahasa Prancis ([[bahasa Prancis|Pr.]]: ''Association des écrivains de langue française'').<ref>Alfi, A.N. ''[http://jakarta.bisnis.com/read/20160601/386/553269/novel-baru-penulis-prancis-rilis-babad-ngalor-ngidul NOVEL BARU: Penulis Prancis Rilis Babad Ngalor Ngidul]''. Bisnis Indonesia daring. Edisi Rabu, 01/06/2016 07:37 WIB.</ref>
Sebenarnya, novel Serat Centhini adalah pengulangan dari novel lama, yang ditulis pada sekitar tahun 1800an. Serat Centhini yang mulai ditulis pada tahun 1814 – 1823 oleh Putera Mahkota Kerajaan Surakarta, Adipati Anom Amangkunagara III (Sunan Paku Buwana V) merupakan sebuah karya sastra besar di dunia. Setelah menjadi Raja Surakarta, Sunan Paku Buwana V mengutus tiga pujangga keraton yaitu Ranggasutrasna, Yasadipura II (Ranggawarsita I), dan Sastradipura untuk meneruskan membuat cerita tentang tanah Jawa melalui tembang-tembang Jawa. Hal ini sesuai dengan pernyataannya, ketika ia sedang berada di Yogyakarta, bahwa Serat Centhini adalah salah satu karya sastra terbesar di dunia yang keberadaannya mulai terancam sirna. Untuk itulah dia tertarik untuk menyadurnya ke dalam bahasa Prancis.<ref>[http://www.porospos.com/index.php/2017/02/15/profil-tokoh-elisabeth-inandiak/"Profil Tokoh: Elisabeth Inandiak"]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
|