Kesultanan Demak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AnsyahF (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Db84x) dan mengembalikan revisi 18550263 oleh AnsyahF: Anda niatnya mau menuliskan dia sebagai pelestari budaya atau pretender kesultanan?
Tag: Pengembalian manual
AnsyahF (bicara | kontrib)
k Membalikkan revisi 18567382 oleh AnsyahF (bicara): Saya akan biarkan ini dulu untuk beberapa waktu hingga ada perspektif baru
Baris 89:
Sistem perekonomian Demak juga didukung dengan penggunaan mata uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebuah [[Berita Tiongkok]] dari awal abad ke-15 menyebutkan bahwa mata uang [[tembaga]] dari Tiongkok umum digunakan sebagai mata uang di Jawa. Pires juga mencatat demikian, dan selain itu mencatat bahwa mata uang Portugis juga dikenal dan disukai oleh orang Jawa. Terdapat juga mata uang lokal Jawa, yang disebut Pires sebagai ''tumdaya'' atau ''tael''.{{Sfn|Ramelan|1997|pp=70-71}}
 
== Klaim pendirian kembali kesultanan ==
{{Tak akurat-bagian}}
{{Tak akurat-bagian}}Berawal dari tugas keluarga besar Raden Suminto Joyo Kusumo sejak tahun 1986 untuk mengurus [[Makam Astana Gedhong Kenep]], Raden Sumito mendirikan Yayasan Keraton Glagahwangi Dhimak pada tahun 1999. Seiring dengan perkembangan waktu untuk memperlancar kegiatan perawatan Makam Astana Gedhong Kenep yang sejak tahun 2006 dimasukan sebagai cagar budaya, maka didirikan Paguyuban Ahli Waris Sinuhun Agung Cokro Joyokusumo alias Pangeran Dhimak pada 22 maret 2007.<ref>{{cite web|url=http://koranborgol.com/article/155836/raden-suminto-di-komplek-kami-tidak-ada-ajaran-aliran-sesat.html |title=Raden Suminto :Di Komplek Kami Tidak Ada Ajaran Aliran Sesat}}</ref>{{Butuh sumber yang lebih baik}}
 
== Galeri ==
<gallery>