Kerajaan Gelgel: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Subbagian dengan huruf tebal) |
||
Baris 16:
== Peninggalan Kebudayaan ==
===
Kerajaan Gelgel mempunyai sistem [[Tata Ruang|tata ruang]] dan tata kota tradisional yang disebut ''Asta Bumi''.{{Sfn|Rosada dan Hariski|2016|p=64}} Asta Bumi digunakan untuk mengatur letak dapur, pekarangan dan tempat ibadah di dalam sebuah rumah. Selain itu, Asta Bumi juga digunakan dalam mengatur letak [[pura]] utama, pemukiman dan pemakaman.{{Sfn|Rosada dan Hariski|2016|p=76}}
===
Pura Dasar Buana Gelgel menjadi simbol persatuan [[politik]] di Bali setelah Kerajaan Majapahit berkuasa di wilayah ini pada tahun 1343.{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=340}} Pada masa pemerintahan Dalem Ketut Ngelesir, pura ini menjadi tempat penyembahan bagi semua paham keagamaan Hindu yang bertentangan, yaitu Hindu [[Siwa]], Hindu [[Pasraman|Pakraman]], dan Hindu Pamongan.{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=342–343}}
Baris 25:
Kerajaan Gelgel menetapkan sistem keagamaan Hindu [[Trimurti]].{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=342}} Pada masa awal pemerintahan Dalem Ketut Ngelesir, Kerajaan Gelgel berkuasa dengan menempatkan perwakilan raja secara turun-temurun di setiap desa. Selain itu, para penguasa di desa-desa diwajibkan melakukan sumpah setia kepada raja dengan ritual Balik Sumpah. Ritual ini berupa kegiatan bekeliling desa dengan menggunakan kerbau. Ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kepercayaan lokal masyarakat Bali dan menggantikannya dengan kepercayaan agama Hindu dengan dewa utamanya yaitu Siwa.{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=341}}
===
Pura Kawitan Pasek Gelgel terletak di bagian selatan dari Pura Dasar Buana Gelgel. Pura ini dikelola oleh dua belas keluarga utama dan dibantu oleh dua ribu keluarga cabang yang tinggal tersebar di seluruh kabupaten dan kota di [[Bali|Provinsi Bali]]. Di dalam pura ini terdapat dua lembar [[prasasti]]. Satu prasasti terbuat dari tembaga, sedangkan prasasti yang lainnya berbahan perak. Prasasti berbahan tembaga merupakan piagam yang diberikan oleh Raja Gelgel kepada sekretarisnya yang bernama I Gusti Dauh Bale Agung. Sedangkan prasasti yang berbahan perak merupakan piagam raja yang diberikan kepada Pasek Gelgel. Ia adalah seorang tokoh masyarakat yang bertugas sebagai pemangku Pura Dasar Buana Gelgel.{{Sfn|Mardika|2020|p=25}} Kedua prasasti ini saling berhubungan dan membahas kisah penganugerahan jabatan [[sekretaris]] dan pengelola Pura Dasar Buana oleh Dalem Waturenggong kepada I Gusti Dauh Bale. Setelah I Gusti Dauh menjadi pertapa, Pasek Gelgel dipilih menjadi pemangku di Pura Dasar Buana Gelgel secara turun-temurun.{{Sfn|Mardika|2020|p=27}}
|