Keadilan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:SARAYE EHSAN24.jpg|jmpl|252x252px|Maulana Abul Kalam Azad turut mengecam tafsir ''bi al-rai'' karena khawatir seseorang akan menafsirkan Al-Qur'an dengan sekehendak hatinya dan tidak berdasar kepada maksud Tuhan yang sebenarnya ({{harvnb|Engineer|1999|p=57–58}}).]]
[[Islam]] awalnya lebih dari sekadar gerakan religius dan juga merupakan gerakan ekonomi. Agama ini dengan kitab sucinya, [[Al-Qur'an|Al-Quran]], sangat menentang [[struktur sosial]] yang tidak adil dan menindas, yang secara umum melingkupi [[Makkah]] waktu itu sebagai tempat asal mula Islam dan juga kota-kota lainnya di seluruh dunia. Islam lantas menyebar ke daerah-daerah lain yang dahulunya merupakan daerah penyebaran agama-agama [[Agama Yahudi|Yahudi]], tetapi Islam tidak merasa dibatasi olehnya. Bagi seseorang yang memperhatikan Al-Qur’an secara teliti, [[keadilan]] untuk golongan masyarakat lemah merupakan ajaran pokok Islam. Al-Qur’an mengajarkan kepada umat [[muslim]] untuk berlaku [[adil]] dan berbuat kebaikan. Orang-orang yang beriman juga disebutkan dilarang berbuat tidak adil, meskipun kepada musuhnya. Islam di sinilah menempatkan keadilan sebagai bagian integral dari ketakwaan. Dengan kata lain, takwa di dalam Islam bukan hanya sebuah konsep [[ritual]], tetapi secara integral juga terkait dengan keadilan sosial dan ekonomi.