Keadilan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17:
 
Jika orang mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dengan teliti, ia akan menjumpai banyak sekali ayat-ayat yang membahas keadilan dalam berbagai aspek yang berbeda. Menurut Al-Qur’an, hanya apa yang telah diusahakannya yang akan diperoleh manusia. “Dan manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang diusahakannya,” kata Al-Qur’an dengan nada yang mantap. Dengan ungkapan yang pendek itu, seluruh model produksi yang kapitalistik menjadi tidak berlaku. Yang menjadi pemilik yang sebenarnya adalah produsen, bukan pemilik alat-alat produksi. Masalah ini akan dibahas secara singkat dalam kaitannya dengan kebijakan pertanahan Islam. Namun demikian, harus dipahami secara jelas bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah esai tentang ekonomiyang bersifat kesukuan, feodal atau kapitalistik. Al-Qur’an berikan pernyataan-pernyataan yang berorientasi nilai (value-oriented declarations). Al-Qur’an tidak menetapkan suatu dogma ekonomi. Apa yang menjadi maksudnya adalah membangun sebuah masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Sedangkan untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan cara tersendiri. Sehingga Al-Qur’an tidak membingkai kreatifitas manusia. Namun demikian, manusia diperingatkan agar jangan sampai memperkuat suatu struktur yang menindas dan mengeksploitasi.
<!--
 
== Keadilan dalam Bidang Agrikultur ==
Meskipun menekankan nilai-nilai tertentu secara tegas, Al-Qur’an tidak menentukan rupa dan bentuk kepemilikan terhadap suatu barang. Al-Qur’an juga tidak mencela atau menetapkan suatu doktrin kepemilikan. Namun demikian, Al-Qur’an menegaskan penggunaan harta yang tepat dengan cara yang betul-betul bertanggungjawab. Kepemilikan tanah sejak awal telah menjadi masalah yang diperdebatkan dalam Islam. Maulana Maududi dan teman-temannya berpendapat bahwa pemilikan tanah untuk kepentingan pribadi itu diperbolehkan, tetapi banyak juga yang secara tegas menolak pendapat itu. Al-Qur’an sendiri dengan kalimat retoris menyatakan bahwa bumi ini milik Allah. Juga seringkali disebutkan dalam literatur-literatur Islam bahwa al-ardu lillah. Mereka yang setuju dengan kepemilikan tanah untuk kepentingan pribadi memberi alasan pertanyaan ‘bumi ini milik Allah’, artinya Dialah yang menciptakan, dan juga pernyataan itu tidak membuktikan bahwa kepemilikan tanah pribadi dilarang dalam Islam.
Baris 56:
 
Jika kita mengamati zaman permulaan, sangat mudah dilihat bahwa sesungguhnya Islam terbagi menjadi tiga, yakni kekuasaan, keadilan dan cinta. Ortodoksi Suni memilih kekuasaan, Syi’ah keadilan dan Sufi cinta dan asketisme. Namun demikian, menurut pendapat saya, sulit untuk membuat kategorisasi yang rigid secara tepat. Tidak ada sejarah manusia yang dapat dikategorikan secara sangat ketat. Namun orang bisa saja mengatakan bahwa mosaik sejarah Islam diwarnai dengan perjuangan untuk kekuasaan, keadilan dan cinta, dan polanya selalu didominasi oleh kekuasaan.
-->
 
== Lihat pula ==
{{Portal|Filsafat}}