Keadilan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 6:
Selama [[Kekhalifahan Utsmaniyah]], khalifah ketiga, kekayaan mulai terkonsentrasi kepada segelintir orang. Seiring hal itu, Islam mulai kehilangan semangat karena para pemimpinnya terlena oleh kemakmuran. Melihat hal ini, seorang sahabat nabi bernama [[Abu Dzar Al-Ghifari]], memprotes kebijakan tersebut. Protesnya yang didasarkan kepada ayat Al-Qur’an secara tegas mengecam orang-orang yang menumpuk-numpuk kekayaan. Ayat ini dikenal dengan ''ayah-e-kanz'' (ayat tentang penumpukan harta), yaitu Al-Qur'an [[Surah At-Taubah]] ayat ke-34–35.
-->
== NormaEtimologi ==
{{cquote|''Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Tuhan. Dan, janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa''
––––– Al-Qur'an [[Surah Al-Maidah]] ayat ke-8|}}
Baris 57:
Jika kita mengamati zaman permulaan, sangat mudah dilihat bahwa sesungguhnya Islam terbagi menjadi tiga, yakni kekuasaan, keadilan dan cinta. Ortodoksi Suni memilih kekuasaan, Syi’ah keadilan dan Sufi cinta dan asketisme. Namun demikian, menurut pendapat saya, sulit untuk membuat kategorisasi yang rigid secara tepat. Tidak ada sejarah manusia yang dapat dikategorikan secara sangat ketat. Namun orang bisa saja mengatakan bahwa mosaik sejarah Islam diwarnai dengan perjuangan untuk kekuasaan, keadilan dan cinta, dan polanya selalu didominasi oleh kekuasaan.
-->
 
== Lihat pula ==
{{Portal|Filsafat}}