Keadilan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13:
Ayat tersebut di atas juga didukung oleh ayat-ayat lainnya di dalam Al-Qur'an yang mempunyai pengertian sama, yaitu [[Surah Al-Hasyr]] ayat ke-7, [[Surah Al-Baqarah]] ayat ke-219, dan [[Surah Al-Isra']] ayat ke-16. Al-Qur’an tidak saja menentang penimbunan harta (dalam arti tidak disumbangkan untuk [[fakir miskin]], janda, dan anak yatim), tetapi juga menentang kemewahan dan tindakan menghambur-hamburkan uang (untuk kesenangan dan kemewahan diri sendiri, sedangkan banyak masyarakat miskin yang membutuhkannya). Keduanyan merupakan tindakan jahat dan mengganggu ''social balance'' (keseimbangan sosial). Keadilan di dalam Al-Qur’an bukan berarti hanya ''rule of law'' (norma hukum) saja, tetapi juga keadilan yang distributif – menurut [[Sokrates]], hukum seringkali menguntungkan orang yang kaya dan kuat. Keseimbangan sosial hanya dapat dijaga apabila ''social wealth'' (kekayaan sosial) dimanfaatkan secara merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang wajar. Penumpukan kekayaan dan penggunaannya yang tidak semestinya tidak akan dapat menjaga keseimbangan tersebut. Hal itu hanya akan mengarah kepada kehancuran masyarakat secara, sebagaimana telah disebutkan di dalam Al-Qur’an.
 
[[Berkas:SARAYE EHSAN8.jpg|jmpl|252x252px|BagiMenurut seseorangAl-Qur’an yangSurah memperhatikanAn-Najm Alayat ke-Qur’an39, secaramanusia telititidak akan mendapatkan sesuatu, keadilankecuali untukyang golongantelah masyarakatdiusahakannya. lemahBerdasarkan merupakanungkapan ajarantersebut, pokokseluruh model produksi yang kapitalistik tidak berlaku karena yang menjadi pemilik sebenarnya adalah produsen, bukan pemilik alat-alat Islamproduksi ({{harvnb|Engineer|1999|p=57–58}}).]]
Jika seseorang mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dengan teliti, dia akan menjumpai ayat-ayat yang membahas keadilan dalam berbagai aspek yang berbeda. Menurut Al-Qur’an [[Surah An-Najm]] ayat ke-39, manusia tidak akan mendapatkan sesuatu, kecuali yang telah diusahakannya. Berdasarkan ungkapan tersebut, seluruh model [[produksi]] yang kapitalistik tidak berlaku karena yang menjadi pemilik sebenarnya adalah [[produsen]], bukan pemilik alat-alat produksi.
 
hanya apa yang telah diusahakannya yang akan diperoleh manusia. “Dan manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang diusahakannya,” kata Al-Qur’an dengan nada yang mantap. Dengan ungkapan yang pendek itu, seluruh model produksi yang kapitalistik menjadi tidak berlaku. Yang menjadi pemilik yang sebenarnya adalah produsen, bukan pemilik alat-alat produksi. Masalah ini akan dibahas secara singkat dalam kaitannya dengan kebijakan pertanahan Islam. Namun demikian, harus dipahami secara jelas bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah esai tentang ekonomiyang bersifat kesukuan, feodal atau kapitalistik. Al-Qur’an berikan pernyataan-pernyataan yang berorientasi nilai (value-oriented declarations). Al-Qur’an tidak menetapkan suatu dogma ekonomi. Apa yang menjadi maksudnya adalah membangun sebuah masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Sedangkan untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan cara tersendiri. Sehingga Al-Qur’an tidak membingkai kreatifitas manusia. Namun demikian, manusia diperingatkan agar jangan sampai memperkuat suatu struktur yang menindas dan mengeksploitasi.