Teologi pembebasan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Teologi pembebasan]] dimulai dengan melihat kehidupan [[manusia]] di dunia dan akhirat. Kedua, teologiTeologi ini tidak menginginkan status ''quo'' yang melindungi golongan kaya yangketika berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain, teologi pembebasan itu''establishment'' (anti kemapanan (establishment), apakah itubaik kemapanan relijius[[agama]] maupun [[politik]]. Ketiga, teologiTeologi pembebasan memainkan perananperan dalam membela kelompok yang tertindas dan tercabut hak miliknya, serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis[[ideologi]] yang kuat untuk melawan golongan yang menindasnya. KeempatSelain itu, teologi pembebasan juga tidak hanya mengakui satu konsep [[metafisika]] tentang takdir dalam rentang sejarah umat [[Islam]], tetapi juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri. SebenarnyaTeologi teologiini pembebasan inisebenarnya mendorong pengembangan praksis Islam sebagai hasil dari tawar-menawar antara pembebasan manusia dan takdir, teologi pembebasan lebih menganggap keduanya sebagai pelengkap, daripada sebagai konsep yang berlawanan.
 
== Konsep ==
PertanyaanSebagian pentingmasyarakat yang kedua adalah mengapa kita perlu membicarakan teologi pembebasan? Bukankah yang namanya teologi dengan sendirinya tidak mengimplikasikan kebebasan? Saya kiramemiliki pemahaman sebagai masyarakat bahwa teologi tidak memberimemberikan kebebasan kepada manusia serta bersifat spasio-temporal, padahal dalam pengertian metafisismetafisika dan di luar proses sejarah, teologi sangat memberimemberikan ruang yang bebas kepada manusia. Oleh karena itu, sama sekali tidaktidaklah mengejutkan bahwajika pembicaraan dalam teologi sebenarnya penuh dengan ketidakjelasan metafisismetafika dan masalah-masalah yang abstrak. Karakteristik teologi yang seperti ini telah memperkuat kemapanan, dan mengakibatkan para teolog menjadi berpihak padakepada status ''quo''. BahkanOrang-orang sampai orang beranggapan semakinjika teologi itusemakin tidak jelas secara metafisismetafisika, cenderung akan semakin memperkuat status ''quo''. Sejauh ini, sejarah perkembangan teologi justru menguatkan anggapan tersebut.
 
Oleh karena itu, jikaApabila agama masih ingin mendapat tempat di hati kelompok yang tertindas dan lemah, yang mana pemeluk agamapemeluknya sebagian besar berasal dari kelompok ini, perlu dikembangkan teologi pembebasan. [[Karl Marx]] mengatakan agama itu candu bagi masyarakat. Harus dipahami bahwa pernyataan ini bukan semata-mata menyalahkan agama, seperti yang disangka banyak orang. Marx menganggap agama sebagai candu dalam pengertian bahwa selain tidak membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat, agama justru digunakan untuk melenggangkan kemapanan. Jika agama ingin dijadikan sebagai alat perubahan, masehingga harus menjadi senjata yang ampuh bagi kelompok masyarakat yang dieksploitasi. Agama tradisional, jika diformulasikan dalam teologi pembebasan, dapat memainkan peran yang sentral sebagai praksis revolusioner, dibanding agama yang hanya berupa upacara-upacara ritual yang tidak bermakna. Agama dalam bentuk tradisional hanyalah sebuah ilusi, tetapi jika ditampilkan dalam bentuk yang membebaskan dapat menjadi kekuatan yang mengagumkan.
 
Benarlah bahwa Enggels terpaksa membayar mahal kepada Munzer, seorang pendeta revolusioner yang menyingkir dari Martin Luther yang mendukung raja Jerman dalam memerangi petani. Enggel menulis:
Baris 19 ⟶ 20:
Semua yang ditulis raif Khoury tadi benar, serta didukung oleh Al Qur’an dan Hadits. Orang yang menumpuk-numpuk kekayaan sangat dicela oleh Al Qur’an sebagaimana disebutkan di atas. Al Qur’an mengajarkan bahwa orang yang berlebih atau yang telah mampu mencukupi kebutuhan pokoknya harus memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan. “Mereka menanyakan kepadamu, seberapa banyak harta yang harus diberikan kepada orang lain. Jawablah: Kelebihan dari kekuranganmu” (Al Qur’an, 2:219). Orang-orang yang menyimpan emas dan perak diperingatkan dengan keras di dalam Al Qur’an. “Mereka yang menimbun emas dan perak, dan tiada menafkahkannya di jalan Allah, beritahulah mereka tentang siksaan yang pedih dan manyakitkan” (Al Qur’an, 9:34).
 
== Lihat pula ==
 
== Rujukan ==
{{sedang ditulis}}
== Pranala luar ==