Kota Sigli, Pidie: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tiga "=" pada Subbagian tk. 1 - Penggunaan kode HTML pada Wiki)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 4:
|nama dati2=Pidie
|luas=9.7 km² (0.31% dari luas pidie)
|penduduk=2256122.561 {2012} (5.08% dari penduduk pidie)
|kelurahan=1715
|kecamatan=2223
|kepadatan=2313 Jiwa/km² (terpadat di pidie)
|provinsi=Aceh
Baris 16:
Kota Sigli banyak menyimpan sejarah pada masa silam, menyangkut jalinan antara Aceh dengan Bugis tak lepas dari membicarakan jurusan perdagangan di Nusantara terhadap awal abad 15. Sejak era kuno pelayaran dan perdagangan dari Barat dan negara Cina memerlukan pelabuhan area persinggahan buat lokasi membawa modal & menumpuk barang,nah beberapa belabuhan di pidie lah sebagai tempat persiggahannya,salah satunya pelabuhan kuala pidie di kota sigli. Dan juga bisa kita lihat dari banyaknya peninggalan-peninggalan dari masa lalu,saya sedikit akan mengulas tentang Kota para perantau ini,dari bangunan-bangunan yang pernah di tinggalkan oleh para penjajah hingga desa-desa yang namanya sangat unik,karena mempunyai sejarah yang sangat panjang.
Sigli adalah sebuah nama kecamatan di Kabupaten Pidie,dan juga sebagai ibu kota dari Kabupaten Pidie,yang luasnya kira-kira 3078 KM,serta jumlah peduduk yang mencapai 330.359(2015),Kota Sigli dikenal sebagai Kota yang strategis,yang dilalui jalur lintas Sumatra,wilayah ini dulunya merupakan bengkel kereta api terbesar kedua di Acehindoseia, setelah Bandung,tetapi sejak vakumnya perkereta-apian di Aceh kota ini menjadi tidak seramai dulu. Selain penduduknya yang gemar merantau,juga di karenakan tata kelola Kota sekarang yang amburadul menjadikan wajah Kota Sigli menjadi semerawut dan tidak seperti dulu lagi,saya sedikit mengulas balik tentang sejarah Kota Sigli pada masa kolonial Belanda. Kota Sigli pada masa kolonial hingga sekarang. Sejarah terus berlanjut dengan kedatangan bangsa asing ke nusantara, diantaranya Portugis, Inggris, dan Belanda. Misi dagang yang dibawa Belanda kemudian berujung dengan kekerasan bersenjata. Perang Aceh dengan Belanda pun berlangsung dalam waktu yang lama. Ketika pusat Kerajaan Aceh (Dalam) berhasil direbut Belanda pada 24 Januari 1874, serta Sulthan Alaiddin Mahmud Syah mangkat pada 28 Januari 1874 karena wabah kolera, maka pusat kerajaan Aceh dipindahkan ke Keumala, Pidie. Belanda baru bisa menguasia Aceh secara de facto pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek.
Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Pidie. Dan setelah indonesia merdeka pemerintah pusat mengeluarkan undang-undang No 7 tahun 1956 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II pidie,dan sejalan dengan meningkatnya akitivitas pemerintahan dan pembangunan pada saat itu,maka pada tahun 1988 Menteri dalam Negeri mengeluarkan surat keputusan nomor 136.21-526 tentang pembentukan wilayah pembantu bupati pidie,dan kota sigli sendiri termasuk dalam wilayah tersebut sebagai ibu kota yang menawungi 10 kecamatan di dalamnya. Dan saat ini Kota Sigli tidak lagi sebagai wilayah pembantu dari Bupati Pidie,dikarenakan sekarang sudah menjadi kecamatan yang berdiri sendiri,dan menaungi 734 Gampong/desa yang berada di dalam wilayahnya. Pada saat belanda menguasai Kota Sigli mereka banyak membuat bangunan-bangunan yang bergaya arsitekur Eropa,seperti bentuk bangunan yang tinggi-tinggi,dan juga bengkel kereta api terbesar di Sumatra,sekarang banyak dari bangunan tersebut yang masih berdiri kokoh,dan ada pula yang sudah di hancurkan untuk perluasan Kota Sigli.