Dua dimensi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Tubuh]] adalah ''markab'' (kendaraan), ''rakib'' (roh pengendaranya), dan [[akhirat]] adalah tempat akhir perjalanan. Tubuh menciptakan kedekatan dengan roh melalui ibadah dan kepada [[Tuhan]]. Hal ini merupakan tahap pertama dari [[kebahagiaan]] umat manusia dan pemenuhan hikmah penciptaan. Sebagai makhluk Tuhan, manusia memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan, baik keberadaan dan fungsinnya. Dimensi pertama adalah [[fisik]] yang dapat diraba dan dirasakan [[Indra (fisiologi)|indra]], sedangkan dimensi kedua adalah [[metafisika]] ([[jiwa]], [[roh]], dan [[akal]]). Keterkaitan jiwa dalam tubuh terkait [[Keberadaan|eksistensi]] dan ''tasyakhhus'' ([[individuasi]]) bersifat sementara, bukan urutan subsistem. Pada tahapan perwujudan awalnya – berkaitan dengan asal-usul temporal – jiwa tergantung kepada materi dan dalam urutan selanjutnya melampaui semua ketergantungan tersebut.
“Tubuh memiliki suatu kedekatan dengan jiwa, karena dia adalah tempat yang ke dalamnya roh dan [[intelek]] ditiupkan; dan intelek adalah wujud pertama yang diciptakan oleh Yang Nyata”
 
[[Ibnu Arabi]]
 
Jika tubuh adalah kendaraan (markab), roh sang pengendaranya (rakib), dan akhirat adalah terminal akhir perjalanan. Lantas perbuatan terbaik apakah yang bisa diberi untuk tubuh? Yang mampu menciptakan kedekatan dengan roh melalui ibadah dan khidmat kepada [[Allah]]. Hal ini merupakan tahapan pertama dari kebahagiaan umat manusia dan pemenuhan akan hikmah penciptaan.
 
“Tubuh memiliki suatu kedekatan dengan jiwa, karena dia adalah tempat yang ke dalamnya roh dan [[intelek]] ditiupkan; dan intelek adalah wujud pertama yang diciptakan oleh Yang Nyata”
Sebagai makhluk Allah, manusia memiliki dua dimensi. Keduanya tidak dapat dipisahkan, baik keberadaan dan fungsinnya. Dimensi pertama, fisik yang dapat diraba dan dirasakan [[indra]]. Kedua, dimensi metafisik, yakni jiwa atau [[roh]] atau [[akal]] (aql, rohani).
 
[[Ibnu Arabi]]
 
Keterpautan jiwa pada tubuh terkait eksistensi dan [[Individuasi|individuasinya]] (tasyakhhus) bersifat sementara dan bukan urutan subsistem. Pada tahapan perwujudan awalnya, dan berkaitan dengan asal-usul temporal, jiwa tergantung pada materi, dalam urutan selanjutnya, melampaui semua ketergantungan tersebut.
 
Pada awalnya jiwa kosong dari setiap kesempurnaan dan bentuk, baik (bentuk) kendrinya ataupun intelektual. Dia mencapai suatu titik di mana dia bisa melepaskan setiap bentuk – partikultural maupun universal – dari materi dan mempersepsinya atau melihat dalam dirinya sendiri.