Niat jahat genosida: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Annisa Rizkia (bicara | kontrib)
menulis artikel
 
Annisa Rizkia (bicara | kontrib)
edit teks
Baris 5:
Kejahatan genosida yang berhubungan dengan pemusnahan etnis atau budaya dan juga termasuk pada kejahatan terhadap kelompok politik karena kelompok tersebut sulit diidentifikasi yang akan menyebabkan masalah internasional dalam suatu negara. Pengertian genosida dalam [[Konvensi Genosida]] tahun 1948, diartikan sebagai suatu tindakan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, rasa, etnis atau agama.<ref>{{Cite journal|last=Ariati|first=Nova|date=2020-11-28|title=KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA|url=http://dx.doi.org/10.36085/jpk.v2i2.1177|journal=Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum|volume=2|issue=2|pages=197–218|doi=10.36085/jpk.v2i2.1177|issn=2622-3724}}</ref> Pandangan lain terkait dengan konsep ''gross violations of human rights'' ini diutarakan juga oleh Thomas van Boven ketika perumusan ''Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law (Remedy Principles and Guidelines)'' di tahun 2005. Menurutnya, kejahatan internasional yang terdaftar dalam [[Statuta Roma]], yakni kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi, patut pula untuk dikategorikan sebagai suatu bentuk pelanggaran berat HAM.<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.1163/ej.9789004164819.i-520.170|title=Essential Texts on Human Rights for the Police|publisher=Martinus Nijhoff Publishers|isbn=978-90-04-16481-9|pages=497–506}}</ref> Sementara itu, menurut Dahniar, Adwani, Mujibus salim dan Mahfud, mereka menafsirkan istilah “''gross violations of human rights and fundamental freedoms''” dengan menggolongkan pelanggaran HAM ke dalam 2 (dua) kategori. Adapun kategori yang dimaksud ini adalah pelanggaran HAM biasa atau “''simple''” dan pelanggaran HAM berat atau “''gross''”. Penggolongan jenis-jenis pelanggaran HAM ini sepenuhnya bergantung pada jenis dan ruang lingkup pelanggaran itu sendiri.<ref>{{Cite journal|last=Dahniar|first=Dahniar|date=2017-05|title=Gross Violation of Human Rights in Aceh: Patterns of Violence through the Indonesian Government’s Policy|url=http://dx.doi.org/10.9790/0837-2205011940|journal=IOSR Journal of Humanities and Social Science|volume=22|issue=05|pages=19–40|doi=10.9790/0837-2205011940|issn=2279-0845}}</ref>
 
Pengertian genosida tersebut kemudian tertuang dalam statuta ''Internasional Criminal Court'' (''[[International Chamber of Commerce|ICC]]'') dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM). Kelompok bangsa dalam pengertian genosida merupakan kelompok yang mempunyai identitas yang berbeda tetapi dalam satu tanah air bersama sedangkan kelompok ras merupakan kelompok yang mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat secara turun temurun. Kelompok etnis sendiri merupakan kelompok yang mempunyai bahasa, kebudayaan serta [[tradisi]] yang sama secara turun temurun dan merupakan warisan bersama. Oleh karena itu dengan membunuh kelompok-kelompok tersebut termasuk dalam elemen-elemen dari kejahatan genosida. Kejahatan genosida sering dikaitkan dengan kejahatan terhadap manusia tetapi apabila dilihat secara mendalam kejahatan genosida berbeda dengan kejahatan terhadap manusia, dimana kejahatan genosida tertuju pada kelompok-kelompok seperti bangsa, ras, etnis ataupun agama sedangkan kejahatan terhadap manusia ditujukan pada warga negara dan penduduk sipil. Kemudian kejahatan genosida ini dapat melenyapkan sebagian atau keseluruhannya sedangkan kejahatan terhadap manusia tidak ada spesifikasi atau syarat dalam hal tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Parthiana|first=Wayan|date=1981-08-02|title=PERJANJIAN INTERNASIONAL TAK TERTULIS DALAM HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL|url=http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol11.no4.858|journal=Jurnal Hukum & Pembangunan|volume=11|issue=4|pages=344|doi=10.21143/jhp.vol11.no4.858|issn=2503-1465}}</ref> Pandangan

Kejahatan laingenosida terkaitpada denganhukum konseppidana grossinternasional violationsmerupakan ofkejahatan humanluar rightsbiasa inidan diutarakansudah jugamenjadi olehtindakan Thomasyang vandilarang Bovenyang ketikakemudian perumusandituangkan Basicpada Principles[[Konvensi andGenosida]] Guidelines1948, onstatuta the''International RightCriminal to a Remedy and ReparationTribunals for Victimsthe ofFormer GrossYugoslavia Violations(ICTY)'', ofstatuta ''International HumanCriminal RightsTribunals Lawfor and Serious Violations of International Humanitarian LawRwanda (Remedy Principles and GuidelinesICTR)'' diserta tahunstatuta 2005.Roma Menurutnya, kejahatan internasional1998 yang terdaftar dalam Statuta Roma,menyatakan yaknibahwa kejahatan genosida, kejahatansebagai terhadap''the kemanusiaan,most kejahatanserious perangcrimes danof kejahatanconcern agresi,of patutinternational pulacommunity untukas dikategorikana sebagai suatu bentuk pelanggaran beratwhole''. HAM
 
Pada Pasal 7 UU Pengadilan HAM dinyatakan bahwa kejahatan genosida merupakan kejahatan yang melanggar HAM yang berat karena tindakannya dilakukan dengan cara membunuh, yang menyebabkan penderitaan yang berat, kemusnahan, pemaksaan oleh kelompok-kelompok bahkan pemidahan anak-anak yang dilakukan secara paksa oleh kumpulan satu ke kumpulan yang lain. Dengan demikian pada undang-undang pengadilan hak asasi manusia tersebut secara tegas memberikan ancaman terhadap pelakunya. Keadaan-keadaan konflik di atas dapat dilihat di [[benua Afrika]], di mana terjadi konflik pada 35 negara ''Organization of African Unity''. Dominan dari konflik tersebut termasuk pada pemberontakan menentang negara yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bangsa, ras, etnis atau agama yang melawan pemerintahan/negara. Hal ini tidak terjadi di Benua Afrika tetapi di belahan dunia.
 
== Tindak Kejahatan Genosida Ditinjau Dalam Hukum Internasional ==
Genosida merupakan Kejahatan Internasional (International Crimes) dimana merupakan suatu pelanggaran hukum yang berat. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang dinilai paling serius karena melibatkan masyarakat internasional secara keseluruhan yang telah diatur dalam Mahkamah Pidana Internasional (ICC) :
 
# ''The jurisdiction of the Court shall be limited to the most serious crimes of concern to the international community as a whole. The Court has jurisdiction in accordance with this Statute with respect to the following crimes: (a) The crime of genocide; (b) Crimes against humanity; (c) War crimes; (d) The crime of aggression.''
# ''The Court shall exercise jurisdiction over the crime of aggression once a provision is adopted in accordance with articles 121 and 123 defining the crime and setting out the conditions under which the Court shall exercise jurisdiction with respect to this crime. Such a provision shall be consistent with the relevant provisions of the Charter of the United Nations.''<ref>{{Cite book|last=Victor.|first=Tsilonis,|date=2019|url=http://worldcat.org/oclc/1162637746|title=The Jurisdiction of the International Criminal Court|publisher=Springer International Publishing|isbn=978-3-030-21526-2|oclc=1162637746}}</ref>
 
Sesuai dalam jurisdiksi tersebut genosida masuk dalam Kejahatan Internasional. Kejahatan Internasional yang sesuai dalam jurisdisi ini, di antaranya :
 
* Kejahatan genosida;
* Kejahatan terhadap kemanusiaan;
* Kejahatan perang;
* Kejahatan agresi.
 
== Konvensi Mengenai Kejahatan Genosida ==
Di dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional Nurnberg substansi pengaturan genosida sudah ada di dalamnya Piagam Mahkamah Militer Internasional Nurnberg yakni deskripsi tentang “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Kejahatan kemanusiaan (''crimes against humanity'') yang dapat diartikan sebagai berikut :
 
''“murder, extermination, enslavement, deporatation, and other inhumane acts commited againts any civlian population, before during the war, or persecutions on political, racial or religious grounds in execution of or in connection with any crime within the jurisdiction of the Tribunal, whether or not in violation of the domestic law of the country where perpetrated.”''
 
Penyebutan “''..persecutions on racial or religious grounds..''“ berkembang dalam bentuk khusus dari “''crimes against humanity''” yang dikenal sebagai genosida. Dengan melihat pengaturan tersebut, secara material kejahatan genosida masih menjadi satu dengan kejahatan terhadap kemanusiaan ''(crimes against humanity)''. Dan secara tegas pengaturan genosida terjadi ketika negara-negara menyepakati [[Konvensi Genosida]] 1948.
 
Konvensi Genosida 1948, inti pengaturan genosida secara tegas diatur meliputi:
 
# Penegasan genosida sebagai kejahatan internasional; Penegasan ini dimuat secara eksplisit di dalam Pasal II Konvensi, yang menyatakan bahwa genosida, baik dilakukan di masa perang masupun damai, adalah kejahatan yang diatur oleh hukum internasional dan negara-negara wajib mencegah serta menghukum pelakunya.
# Definisi genosida; Definisi genosida didormulasikan di dalam Pasal II Konvensi.
# Perluasan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana; Selain genosida, Konvensi juga menyatakan perbuatan-perbuatan yang dapat dijatuhi pidana, yakni : (a) persengkongkolan untuk melakukan genosida; (b) penghasutan untuk melaksanakan genosida baik secara langsung maupun belaku umum; (c) percobaan melakukan kehajatan genosida; (d) penyertaan dalam genosida.
# Tanggung jawab pidana secara individual; Pertanggungjawaban pidana baik dilakukan secara individu berarti prinsip yang dikehendaki supaya pelaku kejahatan internasional menanggung tanggungjawab pidananya secara individu, baik status dan jabatannya terlepas dari pemerintahan. Artinya, status orang tersebut sebagai pejabat publik atau penguasa sekalipun, tidak dapat untuk dijakan membela untuk menjauhi tanggungjawab pidananya. Prinsip ini dapat dilihat di dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional Nurnberg ini ditegaskan kembali dalam Pasal IV Konvensi.
# Kewajiban membuat undang-undang nasional mengatur genosida; Konvensi Genosida 1948 adalah sebuah konvensi yang melaksanakan sangat bergantung pada negara-negara yang menjadi pihaknya. Konvensi ini menghendaki supaya negara-negara yang menjadi anggota konvensi untuk membuat peraturan perundang-undangan nasional agar dapat menetapkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Konvensi pada lingkup nasional, khususnya genosida
# Forum dan jurisdiksi, konvensi menegaskan : “bahwa pengadilan yang memiliki jurisdiksi untuk mengadili pelaku genosida adalah pengadilan yang berkompeten dari negara dimana genosida terjadi. Namun konvensi juga membuka peluang bagi pengadilan yang bersifat internasional untuk menerapkan jurisdiksi atas dasar persetujuan negara-negara pihak dari konvensi genosida”.
# Penegasan bahwa genosida bukan kejahatan politik; “Pasal VII Konvensi memuat ketentuan yang menegaskan bahwa genosida tidak dikategorikan sebagia kejahatan politik, khususnya dalam konteks ekstradisi.ini menjadi penting, karena did alam hukum internasional yang menyangkut ekstradisi dikenal ada prinsip bahwa seorang pelaku kejahatan politik tidak dapat diekstradisikan (non– extradition of political offenders).”
# Kemungkinan keterlibatan PBB dalam pencegahan dan penindakan; Pasal VIII mengatur bahwa suatu negara dapat meminta supaya organorgan PBB yang berkompeten mengambil tindakan sesuai dengan Piagam PBB dalam kerangka pencegahan dan penindakan genosida. Meski tidak dikemukakan secara eksplisit, pasal ini sesungguhnya merupakan jalan masuk bagi Dewan Keamanan PBB untuk berperan aktif dalam pencegahan dan penindakan terhadap genosida. Ketentuan ini dapat dikaitkan dengan Bab VII Piagam PBB yang membuka peluang bagi intervensi Dewan Keamanan ketika dinilai ada kondisi yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.
 
Statuta ICTY adalah instrumen hukum internasional yang menjadi landasan pembentukan ICTY yang dituangkan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk merespons situasi krisis kemanusiaan di wilayahwilayah pecahan Yugoslavia dan kemudian Statuta ICTY secara tegas memasukan genosida dalam jurisdiksi materiae-nya. Statuta ICTR mengadopsi pengaturan tentang genosida dari konvensi genosida 1948, oleh karena itu isi pengaturannya genosida memuat maksud yang sama. Dan dalam Statuta ICTR juga memuat tentang kriminalisasi dan pidana terhadap tindak kejahatan genosida:
 
# Kriminalisasi : seperti Statuta ICTY, Statuta ICTR juga mengkriminalisasikan perbuatan-perbuatan lain yang terkait dengan tindakan genosida, yaitu : persekongkolan untuk melakukan genosida, penghasutan secara langsung di muka umum untuk melakukan genosida, percobaan melakukan genosida, dan penyertaan dalam genosida.
# Pidana : Kemiripan ICTR dengan ICTY juga terdapat pada aspek pemidanaan terhadap genosida. Baik ICTR maupun ICTY tidak memuat pidana mati (capital punishment) sebagai salah satu pidana yang diancamkan terhadap pelaku genosida.
 
Statuta Roma 1998, Pokok-pokok pengaturan genosida dalam Statuta Roma meliputi:
 
# Penegasan jurisdiksi materiae ICC atas genosida : Pasal 5 paragraf 1 Statuta Roma menegaskan bahwa kejahatan genosida merupakan salah satu kejahatan terhadap mana ICC memiliki jurisdiksi. Bersama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimnes against humanity), kejahatan perang (war crimes) dan kejahatan agresi (the crimes of agression), genosida dianggap sebagai “the most serious crimes of concern to the international community as a whole.”
# Perumusan definisi genosida : Pasal 6 Statuta Roma memuat tentang rumusan perbuatan yang dikategorikan sebagai genosida. Sebagaimana telah dikemukakan, rumusan definisi genosida dalam Statuta Roma 1998 mengadopsi rumusan yang terdapat di dalam Konvensi Genosida 1948.
# Tanggung jawab pidana secara individual : Gagasan Penanggungjawaban pidana secara individual yang sudah mulai dikemukakan dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional Nurnberg juga disuarakan kembali secara tegas dalam Pasal 25 Statuta Roma 1998. Paragaraf 1 dari pasal tersebut menegaskan bahwa ICC memiliki jurisdiksi atas atas orang pribadi (natural person). Melengkapi paragraf 1, paragraf 2 menyatakan bahwa (cetak tebal oleh Penulis), “(a) person who commits a crime within the jurisdiction of the Court shall be individually responsible and liable for punishment in accordance with this Statute”. Prinsip ini kemudian diperkuat di dalam Pasal 33 yang mengatur tentang tanggung jawab individual dalam hal seseorang melakukan tindakan yang dilarang karena instruksi dari pemerintahan atau atasannya, baik sipil maupun militer. Meski demikian, ada pembatasan terhadap prinsip ini. Seseorang yang diinstruksikan untuk melakukan perintah atasan tindak pidana yang diinstruksikan untuk melakukan perintah atasan tidak dipidana kalau syarat-syarat berikut ini dipenuhi :
## Orang tersebut terikat kewajiban hukum untuk mematuhi instruksi dari pemerintah atau atasannya;
## Orang tersebut tidak mengetahui bahwa instruksi yang diterimannya tidak sah; dan
## Perintah yang diberikan tidak tampak sebagai perintah yang tidak sah.
 
 
== Referensi ==
<references />
[[Kategori:Pelanggaran Hak Asasi Manusia]]