Mohammad Natsir: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
→Penulis: Asumsi typo Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 69:
Selama menjalani pendidikannya di AMS, Natsir telah terlibat dalam dunia [[jurnalistik]]. Pada 1929, dua artikel yang ditulisnya dimuat dalam majalah ''Algemeen Indische Dagblad'', yaitu berjudul ''Qur'an en Evangelie'' (Al-Quran dan Injil){{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=26}} dan ''Muhammad als Profeet'' (Muhammad sebagai Nabi). Kemudian, ia bersama tokoh Islam lainnya mendirikan surat kabar ''Pembela Islam'' yang terbit dari tahun 1929 sampai 1935.{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=32{{spaced ndash}}35}} Ia juga banyak menulis tentang pandangannya terhadap agama di berbagai majalah Islam seperti ''Pandji Islam'', ''Pedoman Masyarakat'', dan ''[[Al-Manar (jurnal)|Al-Manar]]''. Menurutnya, Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari [[budaya Indonesia]].
Natsir telah menulis sekitar 45 [[buku]] atau [[monograf]] dan ratusan [[artikel]] yang memuat pandangannya tentang [[Islam]]. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam sejak karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929. Karya
Sekalipun Natsir memiliki latar belakang pendidikan [[Kolonial Belanda|Belanda]], Natsir tidak tergerak sama sekali untuk melakukan westernisasi atau sekularisasi dalam dunia pendidikan Islam. Ia juga peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda.{{sfn|Adian 2012, Keteladanan Mohammad Natsir}} Sebenarnya, langkahnya ini yang peduli terhadap dunia pendidikan disebabkan setelah dia membaca karangan [[Snouck Hurgronje]] yang melawan Islam, seperti ''Netherland en de Islam'' yang memaparkan strategi Hurgronje dalam melawan Islam. Buku ini pada akhirnya kemudian membuat Natsir bertekad melawan Belanda lewat jalur pendidikan.{{sfn|Shahab|2008|p=21}}
|