Perubahan iklim dan gender: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 33:
Krisis iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap [[pertanian]] dan [[ketahanan pangan]]. Perempuan perdesaan, dalam hal ini, merupakan salah satu kelompok yang paling terdampak. Berdasarkan hasil studi UNDAW dan [[UNESCO]], petani wanita di Asia Selatan lebih cenderung menanam tanaman pangan, sedangkan petani pria lebih memilih tanaman komersial.{{sfn|Chatterjee|2021}} Perubahan iklim berdampak pada risiko menurunnya produksi pangan di kawasan tersebut pada 2050, seperti beras (menurun 14%), gandum (49%), dan jagung (9%).{{sfn|Chatterjee|2021}} Wanita juga bekerja di ladang milik keluarga sebagai tenaga tidak berbayar, melakukan hampir semua pekerjaan mulai dari menanam hingga memanen. Wanita dewasa dan anak perempuan juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan [[ternak]] dan mengumpulkan air permukaan untuk keperluan rumah tangga. Iklim yang berubah dan kekeringan mengharuskan mereka mencari sumber air di tempat yang jauh.{{sfn|FAO|2021}}
 
Dalam masyarakat agraris tradisional, peran laki-laki lebih dominan karena mereka adalah pemilik lahan dan ternak. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab menyiapkan lahan pertanian dan mengurusi transportasi hasil panen. Relasi kuasa yang tidak seimbang ini menghambat perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, misalnya mengenai pilihan tanaman dan penentuan waktu panen.{{sfn|FAO|2012}} Mereka juga kesulitan mengakses sumber daya untuk bertani yang terdiri atas lahan, ternak, pasokan benih, peralatan pertanian, [[pupuk]], tenaga buruh tani dan dukungan penyuluhan.{{sfn|FAO|2012}} Laki-laki juga lebih mudah mengakses pinjaman usaha dan layanan pasar.{{sfn|Hariharan|Mittal|Rai|Agarwal|Kalvaniya|Stirling|Jat|2018|p=78}} Tanpa dukungan finansial yang memadai, perempuan rentan kehilangan aset saat terjadi kekeringan, banjir dan bencana alam lainnya.{{sfn|Chatterjee|2021}}
 
Wanita perdesaan cenderung berpenghasilan lebih rendah dan bergantung secara ekonomi daripada pria. Dengan akses terbatas terhadap sumber daya, mereka tidak dapat berkontribusi pada pendapatan nasional resmi. Sehingga, mereka dipandang bukan penyumbang penting dalam perekonomian dan tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan. Krisis iklim semakin meminggirkan para perempuan. Meski terbantu pelatihan dan kampanye peningkatan kesadaran adaptasi dan mitigasi, perempuan tak memiliki akses ke layanan pendukung untuk memulihkan diri dari efek negatif krisis iklim.{{sfn |Celeridad|2019}} Kurangnya akses ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, termasuk stereotip sosial, relasi gender yang tidak setara di dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender. Menurut [[Organisasi Pangan dan Pertanian|FAO]], kebijakan dan adaptasi perubahan iklim di bidang pertanian dan pangan yang responsif gender diperlukan untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya.{{sfn|FAO|2012}}