Krisis konstitusional Malaysia 1988: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
k Bot: namun (di tengah kalimat) → tetapi |
||
Baris 25:
Dalam kasus lain, Mahkamah Agung membatalkan amandemen pemerintah atas Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memberikan kewenangan pada [[Jaksa Agung Malaysia|Jaksa Agung]] untuk memulai pendakwaan pidana di Mahkamah Tinggi tanpa harus melalui Pengadilan Magistrat terlebih dahulu. Kekuasaan ini digunakan oleh pemerintah Mahathir dalam [[Operasi Lalang]] pada tahun 1987, yang menangkap puluhan pemimpin oposisi di bawah [[Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri]] (ISA). Berkat pembatalan ini, Mahkamah Agung memerintahkan pembebasan pengacara dan politisi oposisi [[Karpal Singh]] karena kesalahan prosedur penangkapannya.{{sfn|Means|p=236-237}}
Kedua kasus ini, ditambah dengan putusan mahkamah dalam kasus UMNO, membuat Mahathir mengusulkan beberapa amandemen pada [[Konstitusi Malaysia]] ke hadapan Parlemen. Amandemen-amandemen ini mengurangi kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh lembaga pengadilan dan membatasinya pada kewenangan-kewenangan yang diberikan secara eksplisit oleh Parlemen saja.{{sfn|Means|p=237}} Usulan amandemen ini memaksa Tun [[Salleh Abas]], Presiden Mahkamah Agung, untuk mengumpulkan seluruh hakim Mahkamah Agung dan Mahkamah Tinggi di Kuala Lumpur. Para hakim sepakat untuk tidak berkomentar pada publik tentang usul amandemen Mahathir. Mereka memilih untuk menulis surat rahasia pada [[Yang di-Pertuan Agong]] [[Iskandar dari Johor|Sultan Iskandar bin Ismail]] dan [[Majelis Raja-Raja]], yang ditulis oleh Salleh. Surat tersebut berisi kekecewaan para hakim atas tuduhan Mahathir terhadap lembaga peradilan,
== Pemecatan para hakim ==
Yang Di-Pertuan Aggong pada saat itu, Sultan Iskandar, pernah dituntut oleh Salleh (yang pada saat itu menjabat sebagai penuntut umum) dalam sebuah persidangan pidana pada tahun 1973 dan dihukum enam bulan penjara. Tidak diketahui apa respon Sultan Iskandar pada saat itu,
Salleh kemudian didakwa pada sebuah panel khusus kehakiman yang dipimpin Tun [[Hamid Omar]], yang kelak menggantikannya sebagai Ketua Hakim Malaysia setelah jabatan Presiden Mahkamah Agung dihapuskan. Salleh mengajukan permohonan pada Mahkamah Tinggi di Kuala Lumpur untuk menyatakan panel khusus tersebut melanggar Konstitusi. Ia diwakili oleh [[Anthony Lester]], QC, yang menyatakan bahwa panel khusus tersebut memiliki konflik kepentingan, terutama karena Hamid sendiri akan menjadi Presiden Mahkamah Agung jika Saleh disingkirkan. Lester meminta agar seluruh sidang panel tersebut dibuka untuk umum. Seluruh permohonan tersebut ditolak, dan Salleh memutuskan untuk tidak hadir dalam persidangannya lebih lanjut.{{sfn|Means|p=239-240}}
|