Hak fetus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
[[Berkas:HAI KAUM WANITA,SUDAHKAH MENCINTAI DIRI SENDIRI?DENGAN MENGHINDARI ABORSI?.jpg|right|220px|thumb|Aborsi Paksa]]
 
Keadaan menjadi sangat memanas dan membingungkan pada saat kubu pro dan kontra tersebut bersaing atas sudut pandang mereka dengan mengatas dasarimengatasdasari “Hak Asasi Manusia” atau “''Human Rights''”. Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang ”diperoleh” dan dibawa secara bersamaan dengan kelahirannya dalam hidup masyarakat. Hak ini terdapat pada manusia tanpa membedakan ras, bangsa, agama, jenis kelamin, dan kelompok karena itu bersifat asasi dan universal.<ref>{{Cite journal|last=Reksodiputro|first=Mardjono|date=1993-03-01|title=PANDANGAN TENTANG HAK HAK ASASI MANUSIA DITINJAU DARI ASPEK HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK DENGAN PERHATIAN KHUSUS PADA HAK-HAK SIPIL DALAM KUHAP|url=http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol23.no1.644|journal=Jurnal Hukum & Pembangunan|volume=23|issue=1|pages=1|doi=10.21143/jhp.vol23.no1.644|issn=2503-1465}}</ref> Menurut ''Protocol on the Rights of Women in Africa'', aborsi merupakan hak asasi manusia dan meyakinkan bahwa hak [[reproduksi]] wanita adalah hak ”asasi” manusia. Tidak semua negara [[Hukum|melegalkan]] tindakan aborsi, jikapun ada tergantung situasi yang dihadapi oleh wanita tersebut. Sebagai contohnyacontoh, di Singapura aborsi hanya dapat dilakukan kepada warga negara Singapura saja, istri dari orang yang berkewarganegaraan Singapura, dan jika ia sudah tinggal di Singapura minimum 4 bulan,<ref>{{Cite book|date=2019-05-02|url=http://dx.doi.org/10.1017/9781108684729.007|title=Analgesia, Anaesthesia and Pregnancy|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-1-108-68472-9|pages=14–15}}</ref> serta jika berdasarkan permintaan selama 24 minggu waktu masa hamil, yaitu 6 bulan pertama. Dan kita dapat mengambil [[El Salvador]] sebagaiadalah contoh negara yang paling ketat aturannya terhadap aborsi, di mana aborsi dianggap merupakan tindakan yang ilegal, di bawah keadaan tanpa dan tidak ada pengecualian. Jika negara menemukan orang yang melakukan aborsi atau bertanggungjawab atau mendukung untuk mengakhiri kehamilan tersebut akan dikenakan hukuman penjara antara dua dan delapan tahun, meskipun beberapa wanita telah dihukum atas tuduhan pembunuhan yang memperberat (''aggravated homicide'') dan dijatuhi hukuman hingga 30 (tiga puluh) tahun<ref>{{Cite web|title=EL SALVADOR: GOVERNMENT MUST DECRIMINALIZE ABORTION FOLLOWING RELEASE OF WOMAN JAILED FOR STILLBIRTH|url=http://dx.doi.org/10.1163/2210-7975_hrd-9211-20180605|website=Human Rights Documents Online|access-date=2021-07-05}}</ref> dan bisa sampai dikenai hukuman mati. Jika kita melihat diDi dalam aturan hukum internasional bahwa dapat ditemui hukum yang "menyatakan" bahwa semua orang berhak untuk hidup dan kehidupan merupakan hak asasi manusia, namun di sisi lain terdapat hukuman mati yang dapat merenggut hak asasi manusia tersebut sehingga kita dapat melihat bahwa terdapat ketidak sesuaianketidaksesuaian atau konflik diantara kedua aturan ini.
 
=== '''Pengaturan Aborsi Menurut Hukum Internasional''' ===
Pengertian aborsi menurut ''[[Organisasi Kesehatan Dunia|World Health Organization]]'' adalah sebuah operasi atau prosedur untuk mengakhiri kehamilan atau janin yang tidak dapat hidup,<ref>{{Cite journal|last=F.|first=W. T.|last2=Organization|first2=World Health|date=1971-12|title=Spontaneous and Induced Abortion|url=http://dx.doi.org/10.2307/2528862|journal=Biometrics|volume=27|issue=4|pages=1111|doi=10.2307/2528862|issn=0006-341X}}</ref> Lalu menurut ''Black’s Law Dictionary'', aborsi adalah keguguran dengan keluarnya [[embrio]] yang tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan atau provokasi manusia.<ref>{{Cite journal|last=Bari|first=Fathol|date=2020-08-31|title=TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI|url=http://dx.doi.org/10.33474/hukum.v9i2.7388|journal=Negara dan Keadilan|volume=9|issue=2|pages=117|doi=10.33474/hukum.v9i2.7388|issn=2302-7010}}</ref> Pada setiap negara di dunia ini memiliki hukum nasionalnya masing-masing, salah satunya adalah aturan mengenai aborsi. Aturan mengenai aborsi di [[Prancis]] pada awalnya disahkan oleh ''Law No. 75-17 of January 1975 Regarding Voluntary Interruption of Pregnancy'', namun sebagian besar aturan terkini dapat ditemukan di ''Public Health Code''. Hukum di Prancis mengizinkan perempuan untuk melakukan aborsi hingga akhir dari minggu kedua belas kehamilan, jika sudah lebih dari dua belas minggu maka hukum Prancis hanya mengizinkan melakukan aborsi jika mendapat konfirmasi dari dokter dan setelah berkonsultasi bahwa dengan mengandung hingga waktunya akan membahayakan kesehatan sang ibu, atau terdapat kemungkinan akan bermasalah kesehatan sang anak jika dilahirkan.
 
Mengenai aborsi di Indonesia sendiri sebenarnya dilarang menurut [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Kitab Undang – Undang Hukum Pidana]] (KUHP) pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 di mana pasal – pasal tersebut menyatakan bahwa aborsi merupakan perbuatan [[kejahatan]] dan dapat dipidana. Namun menurut pasal 75 ayat (2) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang [[Kesehatan]], yang selanjutnya disebut UU Kesehatan dan pasal 31 [[Peraturan Pemerintah (Indonesia)|Peraturan Pemerintah]] Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang disebut UU Kesehatan Reproduksi, menyatakan bahwa aborsi dapat dilakukan jika berindikasi kedaruratan "medis" yang mengancam nyawa ibu dan janin, kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan, serta dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari, dihitung dari hari pertama datang bulan terakhir. Dalam [[Hukum internasional|Hukum Internasional]] sebenarnya belum terdapat aturan yang menyatakan secara eksplisit bahwa aborsi merupakan hak asasi manusia. Namun, dapat kita temukan pernyataan yang paling jelas dan tegas mengenai hak perempuan untuk mengakses aborsi dalam teks perjanjian hak asasi manusia di dalam ''Protocol on the Rights of Women in Africa'' atau dikenal juga sebagai ''African Women’s Protocol'', yang diadopsi oleh ''Union Afrika'' pada 11 Juli 2003.<ref>{{Cite journal|last=Murungi|first=Lucyline Nkatha|date=2015|title=The sexual and reproductive health rights of women with disabilities in Africa: Linkages between the CRPD and the African Women’s Protocol|url=http://dx.doi.org/10.17159/2413-7138/2015/v3n1a1|journal=African Disability Rights Yearbook|volume=3|issue=1|pages=1–17|doi=10.17159/2413-7138/2015/v3n1a1|issn=2413-7138}}</ref> Bertujuan untuk mengisi kesenjangan atau celah dari ''African Charter on Human and People’s Rights 1981'' atau biasa disebut ''African Charter.'' <ref>{{Cite journal|date=2005-01-01|title=African [Banjul] Charter on Human and Peoples' Rights, Adopted June 27, 1981, OAU Doc. CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M. 58 (1982), entered into force Oct. 21, 1986|url=http://dx.doi.org/10.1093/rsq/hdi035|journal=Refugee Survey Quarterly|volume=24|issue=2|pages=150–150|doi=10.1093/rsq/hdi035|issn=1020-4067}}</ref>
 
Protokol tersebut menyatakan: Negara pihak harus mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hak reproduksi wanita dengan mengizinkan aborsi medis dalam kasus-kasus seperti [[kekerasan seksual]], [[pemerkosaan]], [[Hubungan sedarah|inses]], dan di mana kondisi [[kehamilan]] yang berlanjut membahayakan kesehatan [[Budi|mental]] dan [[fisik]] dari sang ibu atau kehidupan sang ibu atau janinnya.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Nuraja|first=Siti Hawa|date=2017-06-13|title=PELAKSANAAN PASAL-PASAL 3 AYAT (2) SAMPAI PASAL 5 DAN PASAL 7 AYAT (2) PADA PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA TAHUN 1980 - 1982|url=http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol15.no5.1165|journal=Jurnal Hukum & Pembangunan|volume=15|issue=5|pages=486|doi=10.21143/jhp.vol15.no5.1165|issn=2503-1465}}</ref>
Baris 46:
''“States Parties shall take all appropriate measures to eliminate discrimination against women in rural areas in order to ensure, on a basis of equality of men and women, that they participate in and benefit from rural development and, in particular, shall ensure to such women the right: (a) To participate in the elaboration and implementation of development planning at all levels; (b) To have access to adequate health care facilities, including information, counselling and services in family planning.”''
 
Pada intinya ketentuan tersebut mengharuskan wanita di daerah pedalaman untuk mendapat hak dan manfaat dari pengembangan atas layanan perawatan kesehatan. Ketika kita mendasarkan padaMenurut ''General Comment No. 36 Article 6 ICCPR'' ketentuan CEDAW tersebut secara implisit dapat kitadiartikan artikansebagai memberi jaminan kesehatan wanita terhadap reproduksi yang mana dijelaskan dalam kata ''family planning''. Kemudian dalam ''Article 12 (1) of the The Committe on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR)'' mengakui hak setiap orang menikmati standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai. Aturan tersebut dengan tegas mengkonfirmasi [[hak perempuan]] atas kesehatan dan badan pengawas dari perjanjian tersebut telah menafsirkan dan menerapkan hak tersebut dalam konteks aborsi.<ref>{{Cite journal|last=Zampas|first=C.|last2=Gher|first2=J. M.|date=2008-01-01|title=Abortion as a Human Right--International and Regional Standards|url=http://dx.doi.org/10.1093/hrlr/ngn008|journal=Human Rights Law Review|volume=8|issue=2|pages=249–294|doi=10.1093/hrlr/ngn008|issn=1461-7781}}</ref> ''The Beijing Platform for Action atau Platform'' Aksi [[Beijing]], muncul dari ''United Nations Fourth World Conference on Women'' yang diadakan pada tahun 1995, mengamati bahwa "kemampuan wanita untuk mengendalikan kesuburan mereka sendiri merupakan dasar yang penting untuk menikmati hak-hak lainnya".
 
=== Legalitas Hukuman Mati Terhadap Orang Yangyang Melakukan Aborsi Dalam Hukum Internasional Tentang Hak Asasi Manusia ===
Legalitas hukuman mati di dalam hukum internasional dipertanyakan karena terdapatnya hukuman mati atas tindakan aborsi di beberapa negara, yang hukuman tersebut merupakan pelanggaran dari HAM internasional. Hak asasi manusia internasional sendiri adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Mereka dilindungi oleh perjanjian hak asasi manusia internasional dan prinsip – prinsip hukum internasional yang sudah lama ditetapkan. [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|UDHR]] menetapkan hak asasi manusia sebagai "standar umum dari pencapaian untuk semua orang dan semua bangsa".<ref>{{Cite book|date=1997|url=http://dx.doi.org/10.2458/azu_acku_pamphlet_hq1236_5_a3_u558_1997|title=Universal Declaration of Human Rights (UDHR) and Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women (CEDAW) / United Nations Development Programme (UNDP).|publisher=University of Arizona Libraries}}</ref> Kegagalan untuk memberikan perlindungan yang menghargai martabat yang melekat dari mereka yang dihukum sampai mati, merupakan pelanggaran dari standar internasional. Standar internasional yang dimaksud di sini ialah yang melarang penyiksaan atau segala bentuk kekejaman, biadab, atau perlakuan atau hukuman yang merendahkan.<ref>{{Cite journal|last=Whittaker|first=Alison|date=2019-07-03|title=One-Punch Drunk: White Masculinities as a Property Right in New South Wales’ Assault Causing Death Law Reforms|url=http://dx.doi.org/10.1080/13200968.2020.1794427|journal=Australian Feminist Law Journal|volume=45|issue=2|pages=295–319|doi=10.1080/13200968.2020.1794427|issn=1320-0968}}</ref> Larangan penyiksaan adalah norma yang harus ditaati yang ditetapkan, tanpa syarat atau pengecualian, dalam instrumen dasar hak asasi manusia, yaitu UDHR,<ref>{{Cite journal|title=UDHR Rights and Duties: Contrasted and Critiqued|url=http://dx.doi.org/10.1007/springerreference_306442|journal=SpringerReference|location=Berlin/Heidelberg|publisher=Springer-Verlag}}</ref> beserta 2 (dua) ketentuan [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|ICCPR]]<ref name=":0" />, dan berbagai instrumen HAM regional.<ref>{{Cite book|date=2018-10-25|url=http://dx.doi.org/10.1017/9781316677117.093|title=International Human Rights Law Documents|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-1-316-67711-7|pages=736–741}}</ref> Menurut hukum internasional saat ini tidak ada larangan yang absolut mengenai penerapan hukuman mati yang mengikat semua negara di dunia.<ref name=":1">{{Cite web|title=Supplementum Epigraphicum GraecumSivrihissar (in vico). Op. cit. Op. cit. 334, n. 19.|url=http://dx.doi.org/10.1163/1874-6772_seg_a2_597|website=Supplementum Epigraphicum Graecum|access-date=2021-07-05}}</ref> Sebagai negara yang mengakui dan menghormati HAM beberapa diantaranya menyetujui untuk tidak menjatuhkan hukuman mati di dalam keadaan apapun. Meski begitu, masih terdapat sebagian kecil negara yang tetap mempertahankan hukuman mati dan menegaskan [[legitimasi]], legalitas, dan efektifitasnya. Namun, bahkan untuk negara-negara yang menjatuhkan hukuman mati, terdapat pembatas hukum internasional atas kejahatan dan kepada siapa yang dapat dijatuhi hukuman mati, serta prosedur yang harus diikuti jika hukuman mati akan diizinkan berdasarkan hukum internasional.<ref name=":1" /> Menurut [[ICC]] ''Statute'', kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati hanya merupakan kejahatan yang paling serius<ref>{{Cite journal|last=SIREGAR|first=NAEK|date=2014-03-24|title=ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP DAMPAK RADIASI NUKLIR MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi Kasus Radiasi Nuklir Jepang Pasca Gempa Dan Tsunami)|url=http://dx.doi.org/10.25041/fiatjustisia.v5no2.65|journal=FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum|volume=5|issue=2|doi=10.25041/fiatjustisia.v5no2.65|issn=2477-6238}}</ref> yang menjadi perhatian komunitas internasional secara keseluruhan, yaitu: kejahatan [[genosida]], kejahatan [[perang]], kejahatan terhadap [[Humanisme|kemanusiaan]], dan kejahatan [[agresi]].<ref>{{Cite book|last=Novak|first=Andrew|date=2015|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-3-319-15832-7_3|title=The International Criminal Court|location=Cham|publisher=Springer International Publishing|isbn=978-3-319-15831-0|pages=23–40}}</ref> Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa aborsi bukan merupakan kejahatan yang luar biasa dan merugikan banyak orang yang sehingga dapat dihukum mati, mengingat pada tahun 1948, PBB menyatakan di dalam pasal 3 [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|UDHR]]<ref>{{Cite journal|title=UDHR Rights and Duties: Contrasted and Critiqued|url=http://dx.doi.org/10.1007/springerreference_306442|journal=SpringerReference|location=Berlin/Heidelberg|publisher=Springer-Verlag}}</ref> bahwa “semua orang memiliki hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan seseorang”. Dan di dalam pasal 6 ayat (1) dari [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|ICCPR]]<ref>{{Cite journal|date=2020-06-30|title=International Covenant on Civil and Political Rights|url=http://dx.doi.org/10.1017/9781108689458.033|journal=A Commentary on the International Covenant on Civil and Political Rights|pages=860–869|doi=10.1017/9781108689458.033}}</ref> memberikan: “Setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun akan semena-mena kehilangan nyawanya”. Hukuman mati tidak pernah konsisten dengan prinsip hak asasi manusia yang mendasar, yaitu hak untuk hidup sesuai dengan Pasal 3 UDHR yang menyatakan bahwa kehidupan adalah hak asasi manusia, maka dapat dikatakan bahwa hukuman mati yang merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia yang paling mendasar, karena setiap orang di seluruh penjuru dunia memiliki hak yang melekat di dalam dirinya yang tidak dapat direnggut oleh siapapun kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi dihukum mati dengan alasan melakukan aborsi.
 
Baris 83:
Dalam pokok hukum Islam waris-mewarisi adalah karena hubungan perkawinan dan hubungan nasab. Seorang suami isteri dapat waris-mewarisi karena keduanya terikat oleh perkawinan yang dibenarkan oleh hukum Islam, sebagai hak yang diperoleh karena perkawinan tersebut. Hubungan nasab seorang anak dengan ayah dalam hukum Islam juga ditentukan oleh sah dan tidaknya hubungan perkawinan antara seseorang laki-laki dengan seorang wanita, sehingga menghasilkan anak itu di samping ada atau tidaknya pengakuan ayah terhadap anak tersebut.
 
Kalau hubungan nasab ayah dan anak tersebut sah maka antara ayah dan anak dapat waris-mewarisi. Ada dua hubungan anak dan ayah tidak diakui secara hukum, yaitu anak zina. Anak zina ialah: anak yang dilahirkan karena hubungan seorang laki-laki dengan wanita tanpa nikah. Anak yang lahir karena hubungan tanpa nikah tersebut disebut ''walad ghairu syar’iy'', dan laki-laki yang menimbulkan kandungan itu disebut ''ab ghairu syar’iy''. Anak ''ghairu syar’iy'' atau anak zina tadi tidak ada hubungan darah dengan ''Ab ghairu syar’iy'' menurut hukum, karenanya tidak ada hubungan waris mewarisi. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan darah dengan ibu dan antara keduanya dapat waris-mewarisi.
 
* Anak zina, ialah anak yang dilahirkan karena hubungan seorang laki-laki dengan wanita tanpa nikah. Anak yang lahir karena hubungan tanpa nikah tersebut disebut ''walad ghairu syar’iy'', dan orang laki-laki yang menimbulkan kandungan itu disebut ''ab ghairu syar’iy''. Anak ''ghairu syar’iy'' atau anak zina tadi tidak ada hubungan darah dengan ''Ab ghairu syar’iy'' menurut hukum, karenanya tidak ada hubungan waris mewarisi. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan darah dengan ibu dan antara keduanya dapat waris-mewarisi.
 
Demikian pula anak tersebut mempunyai hubungan darah dengan kerabat ibunya, yang berarti juga mempunyai hubungan ahli waris.<ref>{{Cite journal|last=Hitti|first=Philip K.|last2=ibn-Aḥmad ibn-Iyās|first2=Muḥammad|last3=Kahle|first3=Paul|last4=Muṣṭafa|first4=Muḥammad|last5=Sobernheim|first5=Moritz|last6=ibn-Ahmad ibn-Iyas|first6=Muhammad|last7=Mustafa|first7=Muhammad|date=1934-06|title=Badā'i' al-Zuhūr fi Waqā'i' al-Duhūr|url=http://dx.doi.org/10.2307/594642|journal=Journal of the American Oriental Society|volume=54|issue=2|pages=213|doi=10.2307/594642|issn=0003-0279}}</ref>
 
Semua ulama empat madzhab sepakat bahwa Anakanak zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan bapaknya. Karena nasab itu mulia dan dimuliakan, sedangkan zina sesuatu yang keji dan haram, maka sesuatu yang mulia (yaitu nasab) tidak akan bisa disebabkan karena sesuatu yang keji dan haram (zina), sedang menurut ''si’ah'' anak zina tidak nasab kepada ibu dan ayahnya sehingga tidak dapat pula mewarisinya.<ref>{{Cite journal|last=Franke|first=Patrick|date=1995|title=ʿAlī Akbar Diyāʾ ī: 1.) Fihris maṣādir al-firaq al-islāmiyya. Al-maṣādir al-ʿāmma; al-ʿAlawiyya. Beirut: Dar ar-Rauda, 1992 (Silsilat fahāris maṣādir al-firaq al-islamiyya 1) 203 Seiten - 2.) Fihris maṣādir al-firaq al-islāmiyya. Al-maṣādir ad-Durziyya. Beirut: Dar ar-Rauda, 1992 (Silsilat fahāris maṣādir al-firaq al-islāmiyya 2) 191 Seiten (arabisch) + 35 Seiten (englisch/französisch).|url=http://dx.doi.org/10.1163/1570060952597969|journal=Die Welt des Islams|volume=35|issue=1|pages=137–139|doi=10.1163/1570060952597969|issn=0043-2539}}</ref>
 
* Anak ''li’an'', ialah anak yang lahir dari seorang ibu yang dituduh zina (melakukan perbuatan zina) oleh suaminya, dan anak yang lahir itupun dinyatakan anak hasil perbuatan zina itu. Pernyataan itu dilakukan dalam suatu saling sumpah antara wanita ibu anak ''li’an'' tersebut dengan suaminya yang berakibat putusnya hubungan suami isteri itu dan haram untuk selama-lamanya melakukan rujuk atau pernikahan kembali. Akibat lain ialah tidak ditetapkannya anak tersebut sebagai anak laki-laki yang melakukan ''mula’anah'' itu, tetapi anak ibu yang melahirkannya.<ref>{{Cite journal|last=Darmawan|first=|last2=|first2=|date=06/2012|title=PUSAKA ANAK DALAM KANDUNGAN,