Takbiran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ediharyono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
←Membatalkan revisi 1876124 oleh Ediharyono (Bicara) batalkan penghapusan besar-besaran tanpa alasan
Baris 1:
'''Takbiran''' di Indonesia merujuk pada aktivitas pemeluk agama Islam yakni mengucapkan kalimat [[takbir]] ([[Allahu Akbar]]) secara bersama-sama. Lebih spesifik lagi, aktivitas ini merujuk pada aktivitas perayaan mereka pada malam hari dalam menyambut datangnya hari raya [[Idul Fitri]] dan [[Idul Adha]].
'''TAKBIR PADA IDUL FITHRI DAN IDUL ADHA'''
 
Aktivitas ini biasanya dilakukan dengan melakukan pawai di jalanan, terkadang sambil membawa [[beduk]] dan [[obor]].
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al Halabi AlAtsari
sumber http://www.almanhaj.or.id
 
{{Islam-stub}}
Allah Ta'ala berfirman :
 
[[Kategori:Budaya Islam]]
"Artinya : Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian,
mudah-mudahan kalian mau bersyukur".
 
Telah pasti riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
 
"Artinya : Beliau keluar pada hari Idul fitri, maka beliau bertakbir hingga
tiba di mushalla (tanah lapang), dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila
beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir".[1]
 
Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani:
 
"Dalam hadits ini ada dalil disyari'atkannya melakukan takbir secara jahr
(keras/bersuara) di jalanan menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan
kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini
hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita ...
 
Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa
mengeraskan takbir disini tidak disyari'atkan berkumpul atas satu suara
(menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent)
sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang.
 
Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika
membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan
berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan. Hendaknya kita
hati-hati dari perbuatan tersebut[2], dan hendaklah kita selalu meletakkan di
hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam".
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya,
maka beliau rahimahullah menjawab :
 
"Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang
jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang
dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari
Arafah sampai akhir hari Tasyriq ( tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan
setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk
mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan
kesepakatan para imam yang empat". [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus
Salam' 2/71-72]
 
Aku katakan : Ucapan beliau rahimahullah : '(dilakukan) setelah selesai shalat'
-secara khusus tidaklah dilandasi dalil. Yang benar, takbir dilakukan pada
setiap waktu tanpa pengkhususan.
 
Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab 'Iedain dari
"Shahih Bukhari" 2/416 : "Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan
paginya menuju Arafah".
 
Umar Radliallahu 'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang
yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula
orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir.
 
Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima
waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada
hari-hari itu seluruhnya.
 
Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di
belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq
bersama kaum pria di masjid".
 
Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia
tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam. [Diriwayatkan
oleh Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan selainnya dengan isnad yang shahih.
Lihat "Irwaul Ghalil' 650]
 
Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata
cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari
sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya.
 
Seperti Ibnu Mas'ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh:
 
Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa
lillahil hamdu.
 
"Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala
pujian". [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih]
 
Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh:
 
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa
Ajalla Allahu Akbar 'alaa maa hadanaa.
 
"Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah
lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas
petunjuk yang diberikannya pada kita".
[Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]
 
Abdurrazzaq[3] -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam "As Sunanul Kubra" (3/316)-
meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu,
ia berkata:
 
"Artinya : Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar kabira".
 
Banyak orang awam yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari salaf ini
dengan dzikir-dzikir lain dan dengan tambahan yang dibuat-buat tanpa ada
asalnya. Sehingga Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam "Fathul Bari
(2/536) :
 
"Pada masa ini telah diada adakan suatu tambahan[4] dalam dzikir itu, yang
sebenarnya tidak ada asalanya".
 
[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi
Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul
Hamid al-Halabi Al-Atsari hal. 19-22, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah
Ummu Ishaq Zulfa Husein]
 
_________
 
Foote Note.
 
[1]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" dan Al-Muhamili
dalam "Kitab Shalatul 'Iedain" dengan isnad yang shahih akan tetapi hadits ini
mursal. Namun memiliki pendukung yang menguatkannya. Lihat Kitab "Silsilah Al
Hadits As-Shahihah" (170). Takbir pada Idul Fithri dimulai pada waktu keluar
menunaikan shalat Ied
 
[2]. Silsilah Al Hadits As-Shahihah 91/121) Syaikh Al Alamah Hamud At-Tuwaijiri
rahimahullah memiliki risalah tersendiri tentang pengingkaran takbir yang
dilakukan secara berjamaah. Risalah ini sedang di cetak.
 
[3]. Aku tidak melihatnya dalam kitabnya "Al Mushannaf".
 
[4]. Bahkan tambahan yang banyak!!