Parameswara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Pranala luar: redirect |
k Bot: namun (di tengah kalimat) → tetapi |
||
Baris 44:
== Asal usul keturunan ==
Berdasarkan kronik Tiongkok masa [[Dinasti Ming]] disebutkan pendiri Malaka adalah ''Pai-li-mi-su-la'' (Parameswara), mengunjungi [[Kaisar Yongle]] di [[Nanjing]] pada tahun 1405 dan 1409. Sementara dalam [[Sulalatus Salatin]], tidak dijumpai nama tokoh ini,
Sang Nila Utama, penerus raja Sriwijaya<ref>{{cite book|last = Singapore. Ministry of Culture, Singapore. Ministry of Communications and Information. Information Divisionl|title = [[Singapore facts and pictures]]|publisher = [[Ministry of Culture]]|year= 1973|pages = 9|isbn = 9971750295 }}</ref>, memiliki putra bernama Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (1372 – 1386). Sri Pakerma kemudian memiliki putra bernama Paduka Seri Rana Wira Kerma (1386 – 1399). Parameswara adalah putra dari Seri Rana Wira Kerma.<ref>{{cite web |last = Buyers |first = Christopher |title = The Ruling House of Malacca - Johor |url=http://www.royalark.net/Malaysia/malacca.htm|accessdate = 2009-06-13 }}</ref>
Baris 50:
== Kehidupan ==
=== Jatuhnya Singapura ===
Pada tahun 1389, Sri Maharaja Singapura digantikan oleh putranya, Iskandar Shah. Meskipun menggunakan gelar [[Persia]],
Seperti disebutkan dalam Sejarah Melayu, kisah jatuhnya Singapura dan larinya raja terakhir, disebabkan atas tuduhan Iskandar Shah kepada salah satu selirnya yang melakukan perzinaan. Sebagai hukuman, raja menelanjangi selir itu di depan umum. Untuk membalaskan dendamnya, ayah selir itu, Sang Rajuna Tapa yang juga seorang pejabat di pengadilan Iskandar Shah, diam-diam mengirim pesan kepada [[Wikramawardhana]] dari [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]], untuk menyerang Singapura. Pada tahun 1398, Majapahit mengirimkan armadanya yang terdiri dari tiga ratus kapal perang utama dan ratusan kapal kecil, membawa tidak kurang dari 200.000 orang. Awalnya, tentara Jawa bertempur di luar benteng dengan penduduk Singapura. Sebelum akhirnya memaksa mereka untuk mundur ke belakang tembok. Kekuatan invasi Jawa terus melakukan pengepungan kota dan berulang kali mencoba untuk menyerang benteng,
Setelah sekitar satu bulan, makanan di dalam benteng mulai kehabisan dan pihak yang bertahan berada di ambang kelaparan. Sang Rajuna Tapa kemudian diminta untuk mendistribusikan biji-bijian milik kerajaan kepada masyarakat yang bertahan. Sebagai bentuk balas dendam, menteri berbohong kepada raja, dan mengatakan bahwa gudang kerajaan sedang kosong. Akhirnya orang-orang yang bertahan mengalami kelaparan. Serangan terakhir Majapahit terjadi setelah gerbang akhir dibuka atas perintah seorang menteri. Para prajurit Majapahit bergegas masuk ke benteng dan pembantaian yang mengerikan terjadi.<ref>{{harvnb|A. Samad|1979|pp=69–70}}</ref> Menurut ''Malay Annals'', "darah mengalir seperti sungai" dan noda merah di tanah Singapura disebut-sebut berasal dari darah pembantaian itu.<ref>{{harvnb|Windstedt|1938|p=32}}</ref> Mengetahui kekalahan sudah dekat, Iskandar Shah dan para pengikutnya melarikan diri dari Singapura.
|