Suku Karo: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan 1 suntingan by HaidirAndiNovianto (bicara): Silakan merujuk pada halaman pembicaraan artikel ini (TW) Tag: Pembatalan |
Membalikkan revisi 18812529 oleh 27christian11 (bicara) Tag: Pembatalan |
||
Baris 1:
{{refimprove}}
{{short description|Indonesian ethnic group}}
{{Redirect|Karo}}
{{infobox ethnic group
|group = Orang Karo<br /><br />''Kalak Karo''<br />{{batk|ᯂᯞᯂ᯳ ᯂᯒᯭ}}
|image = <table border=0 align="center" style="font-size:90%;">
<tr>
Baris 41 ⟶ 42:
</tr>
</table>
|population = ± 1.
|popplace = {{flag|Indonesia}} ([[Sumatera]])
|langs = [[Bahasa Karo|Karo]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[Bahasa Batak|Batak]], [[Bahasa Aceh|Aceh]]
|rels = {{hlist|[[Kristen Protestan]]<ref>{{Cite journal|last=Ginting|first=Ray Brema|date=2016|title=Kristen di Dataran Tinggi Karo Tahun 1890-1906|url=http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/17540|journal=Kristen di Dataran Tinggi Karo Tahun 1890-1906|language=id|publisher=Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara (RI-USU)}}</ref>|[[Islam]]<ref>{{Cite journal|last=Ginting|first=Dewi|date=2012-08-08|title=SEJARAH BERKEMBANGNYA AGAMA ISLAM DI TANAH KARO SUMATERA UTARA PADA TAHUN 1980- 2010|url=http://digilib.unimed.ac.id/17575/|journal=Ginting, Dewi (2012) SEJARAH BERKEMBANGNYA AGAMA ISLAM DI TANAH KARO SUMATERA UTARA PADA TAHUN 1980- 2010. Undergraduate thesis, UNIMED.|language=id|publisher=UNIMED}}</ref>|[[Kristen Katolik]]<ref>{{Cite web|first=Ranika Br Ginting|date=Oktober 2014|title=Katolik di Tanah Karo: Kabanjahe, 1942-1970an|url=https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/view/23810|website=jurnal.ugm.ac.id|publisher=Jurnal Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 2, Oktober 2014 {{!}} Mahasiswa S1 Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada|access-date=}}</ref>|[[Agama Buddha|Buddha]]<ref>{{Cite journal|last=Rasmamana|first=Edi Putra|date=2016-09-03|title=PENYEBARAN AGAMA BUDDHA PADA MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN LANGKAT|url=http://digilib.unimed.ac.id/20042/|journal=Rasmamana, Edi Putra (2016) PENYEBARAN AGAMA BUDDHA PADA MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN LANGKAT. Undergraduate thesis, UNIMED.|language=id|publisher=UNIMED}}</ref>|[[Hindu]]<ref>[https://medanbisnisdaily.com/m/news/online/read/2020/03/25/103996/melihat_umat_hindu_di_tanah_karo/]</ref>|[[Pemena]]<ref>{{cite book|title=Voice of Nature, Volumes 85-95|year=1990|publisher=Yayasan Indonesia Hijau|page=45}}</ref>|Lainnya
}}
|related = {{hlist|[[Suku Alas|Alas]]|[[Suku Singkil|Singkil]]|[[Suku Gayo|Gayo]]|[[Suku
}}
'''Suku Karo''' ([[
== Sejarah & etimologi ==
Baris 77 ⟶ 58:
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM De bekende Karo-Batak schaker Si Narser met zijn vrouw Karolanden Noord-Sumatra TMnr 10005391.jpg|thumb|upright|Seorang Wanita Karo mengenakan kain (''Gatip Ampar'') di atas bahunya dan anting-anting (''padung perak''), dan seorang Pria Karo kemungkinan mengenakan ''Julu Berjongkit'' atau ''Ragi Santik'' sebagai penutup pinggul. Foto diambil di salah satu desa di Kabupaten Karo, sekitar tahun 1914-1919.]]
Adapun beberapa 5 marga induk pada suku Karo yang biasa disebut "Merga Silima" ialah:
1. Karo/Karo-Karo, diberi nama Karo tujuannya bila nanti leluhurnya telah tiada, Karo lah menjadi gantinya atau sebagai ingatan (asal-usul). Sehingga nama leluhurnya/jati diri tidak hilang dan tetap terjaga untuk identitas masyarakat suku Karo.
2. Ginting, anak kedua.
3. Sembiring, sembiring berasal dari kata simbiring. Ia diberi nama "Si "Mbiring (si hitam) karena dia merupakan yang paling hitam diantara saudaranya.
4. Perangin-angin, diberi nama perangin-angin karena ketika ia lahir angin berhembus dengan kencangnya (angin puting-beliung).
5. Tarigan, anak bungsu.
{{main|Kerajaan Aru}}
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kesultanan Aru Baroman
| common_name = Kerajaan Haru
| religion = [[Islam]]
| p1 =
| s1 = Kesultanan Deli
| flag_s1 =
| year_start = 1225<ref name="Brahma Putro"/>
| year_end = 1613
| date_start =
| date_end =
| event_start =
| event_end = Serangan akhir dari [[Kesultanan Aceh]]
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map = 1565 Sumatra Ramusio Delle Navigationi vol3 pp433-434.png
| image_map_caption = Peta Sumatra tahun 1565 dengan arah selatan di atas. Wilayah "Terre Laru" dapat dilihat di pojok atas dalam "kotak" kiri bawah
| capital = Kota Rentang
| common_languages = [[Bahasa Karo|Karo]]<br>[[Bahasa Melayu|Melayu]]
| government_type = Monarki
| title_leader =
| currency =
| category =
| today = {{flag|Indonesia}}
| footnotes =
| demonym =
| area_km2 =
| area_rank =
| GDP_PPP =
| GDP_PPP_year =
| HDI =
| HDI_year =
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kesultanan Aru/Karo''' atau '''Haru''' merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur [[Sumatra Utara]] sekarang.
Kerajaan [[Kerajaan Aru|Haru-Karo]] (Kerajaan Aru/Karo) mulai menjadi [[kerajaan]] besar di [[Sumatra]], namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di [[Sumatra Utara]] yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu Kerajaan Haru sudah ada? Hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan [[Majapahit]], [[Sriwijaya]], [[Johor]], [[Malaka|Malaka,]] dan [[Aceh]]. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.
Terdapat suku Karo di [[Aceh Besar]] yang dalam [[bahasa Aceh]] disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad" (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo. "Brahma Putra", dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah "Manang Ginting Suka".
Kelompok Karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Di kemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan "Suku dari India" dan mereka disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindi, [[Bangsa Arab|Arab]], [[Persia]], dan lainnya.
== Historiografi ==
{{main|Kesultanan Aru Baroman}}
Nama kerajaan ini disebutkan dalam [[Pararaton]], yang tepatnya disebut di dalam [[Sumpah Palapa]]:<ref name="mangku">Mangkudimedja, R.M., 1979, Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>
{{quote|“''Sira [[Gajah Mada]] pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, '''ring Haru''', ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa''”}}
Dalam [[bahasa Indonesia]] mempunyai arti:<ref name=mangku/>
{{quote|“''Dia, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, '''Haru''', Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa''}} Sebaliknya tidak tercatat lagi dalam [[Kakawin Nagarakretagama]] sebagai negara bawahan sebagaimana tertulis dalam pupuh 13 paragraf 1 dan 2.
Sementara itu dalam [[Suma Oriental]] disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang kuat ''Penguasa Terbesar di Sumatra'' yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing.<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols</ref> Dalam laporannya, [[Tomé Pires]] juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui [[Selat Melaka]] pada masa itu.
Dalam [[Sulalatus Salatin]] Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan [[Kesultanan Malaka|Malaka]] dan [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]]. Peninggalan [[arkeologi]] yang dihubungkan dengan Kerajaan Haru telah ditemukan di [[Kota China]] dan [[Kota Rantang, Hamparan Perak, Deli Serdang|Kota Rantang]].
== Kontroversi ==
Banyak diantara orang Karo yang tidak ingin dirinya disebut sebagai bagian dari [[Suku Batak|Batak]]. Mereka berpendapat bahwa dari asal usul nenek moyang orang Karo saja sudah berbeda dari suku Batak, selain itu budaya dan bahasa Karo juga diyakini berbeda dari Batak. Embel-embel "Batak" diyakini mereka merupakan stereotip yang dimunculkan pada masa kolonial [[Belanda]], dimana suku bangsa non-[[Melayu]] yang ada di pesisir dikategorikan sebagai suku Batak yang bermukim di dataran tinggi/pegunungan.<ref>{{Cite web |url=https://sorasirulo.com/2017/11/23/pernyataan-karo-bukan-batak-di-kota-medan/ |title=Salinan arsip |access-date=2018-08-22 |archive-date=2018-08-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180822213845/https://sorasirulo.com/2017/11/23/pernyataan-karo-bukan-batak-di-kota-medan/ |dead-url=yes }}</ref>
Pernyataan tersebut memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama di masyarakat [[Suku Batak]]. Walaupun Karo berdiri sebagai suku sendiri tetapi suku Karo serumpun dengan suku Batak karena dari segi budaya, bahasa, bahkan marga-marga beberapa ada yang mirip bahkan sama atau ada sebagian marga yang se-trah atau ada kaitannya, hubungan, atau merupakan pecahan (keturunan) marga Batak, hal ini bisa dilihat karena mereka juga memiliki wilayah geografis yang berdekatan. Sejarah Suku Karo Menurut Kol. (Purn) Sempa Sitepu dalam buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia" menuliskan secara tegas etnis Karo bukan berasal dari si Raja Batak. Ia mengemukakan silsilah etnis Karo yang diperoleh dari cerita lisan secara turun temurun dan sampai kepada beliau yang didengar sendiri dari kakeknya yang lahir sekitar tahun 1838. Secara etimologi, suku Karo merupakan suku tersendiri yang mandiri dan bukan bagian dari Batak. Karena kata Batak pun ciptaan dari para penjajah/pengelana asing untuk mengelompokkan manusia-manusia di daerah pegunungan/pedalaman yang bermakna menghina dan negatif. Kata/pelabelan Batak pada etnis Karo seolah merusak identitas atau jati diri mereka sebagai suku Karo asli. Menurut orang Karo, kata Batak tidak mewakili identitas/jati diri mereka. Ini adalah hal serius untuk tidak mengatakan Karo adalah Batak karena ini ialah masalah jati diri, mereka memang berbeda. Kemiripan dan beberapa persamaan terjadi karena akulturasi dan asimilasi yang memang tak bisa dielakkan. Karena juga wilayah mereka saling berdekatan. Ini adalah masalah serius agar anak cucu kita nanti tidak kehilangan jati dirinya sebagai orang Karo/kalak Karo.
Karo sama sekali tidak memiliki mitos tentang asal-usul masyarakatnya dan tidak menganggap secara keturunan terkait satu dengan yang lainnya. Berbeda dengan Toba yang dari sisi silsilah menekankan mitos berasal dari satu nenek moyang.
Gugatan masyarakat Karo yang mewujud dalam “Karo Bukan Batak” terhadap “Batak” (Toba) terus menuai polemik. Sebagian masyarakat “Batak” (Toba) merasa gugatan itu terlalu radikal dan sebagai bentuk “pengkhianatan” Suku Karo terhadap tradisi yang sudah terbangun sejak lama.
Kendati gugatan tersebut sudah muncul sebelum internet menjamur, namun harus diakui masyarakat Karo Bukan Batak (KBB) baru dikenal setelah ramai dibahas di berbagai forum di internet. Karena mulai masif, KBB pun menjadi pembicaraan, pembahasan bahkan perdebatan yang terkadang berujung pada saling caci-maki karena berkerasnya Suku Karo bukan menjadi subordinat dari “Batak”.
Penelitian tentang asal-usul etnisitas di Sumatra Utara telah berkembang pesat. Dalam "''The Trans-Sumatra Trade and the Ethnicization of the 'Batak''<nowiki/>'" menyebutkan, “Batak” pada umumnya dikelompokkan menjadi Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Toba dan Angkola-Mandailing. Namun, pengelompokan ini sejak awal dilakukan oleh orang-orang Eropa yang mengunjungi Sumatra.
Pada abad ke-19, istilah “Batak” ini kemudian diterapkan kepada semua kelompok yang berbeda. Dalam perkembangannya, kecenderungan penggunaan “Batak” hanya merujuk kepada Toba semakin meningkat. Sedangkan Karo, umumnya menandai masyarakat mereka dengan tradisi yang disebut sebagai Merga Silima (Lima Marga). Kelimanya adalah Karo-Karo, Peranginangin, Ginting, Tarigan dan Sembiring.
Berbeda dengan Toba, Karo menekankan ikatan perkawinan di antara lima merga dan aliansi yang dibangun ketika membentuk merga (lokal) baru di bawah induknya. Kemudian, Karo sama sekali tidak memiliki mitos tentang asal-usul masyarakatnya atau semisal pusat ritualnya. Tidak memiliki sejarah asal-usul yang sama. Tidak menganggap masyarakat mereka secara keturunan terkait satu dengan yang lainnya. Berbeda dengan Toba yang dari sisi silsilah menekankan bahwa mereka berasal dari mitos nenek moyang yang sama.
Dalam "Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra", pada mulanya tidak seorang pun dari Suku Karo yang mengaku sebagai orang “Batak”, tapi mengaku sebagai Toba, Angkola, Simalungun, Pakpak dan Mandailing. Istilah “Batak” baru muncul bersamaan pada abad ke-16.
=== Labelisasi ===
Orang yang non-Melayu yang berada di pedalaman dan di lembah pegunungan Bukit Barisan dipandang sebagai orang yang tidak berpengetahuan, berperilaku kasar dan bahkan kanibal dan diberi label sebagai “Batak”. Dari pelabelan itu, “Batak” kemudian berkonotasi merendahkan. Khusus mengenai “Batak”, istilah tersebut tidak berasal dari orang-orang Toba, Simalungun, Pakpak, Karo atau Mandailing/Sipirok. Label itu justru datang dari luar budaya suku-suku tersebut.
Mengutip beberapa dokumen, sebutan “Batak” tidak terdapat dalam sastra pra-kolonial. Dalam Hikayat Deli (1825), istilah “Batak” hanya digunakan sekali. Sementara dalam Syair Putri Hijau (1924) sama sekali tidak ada penggunaan istilah “Batak” atau Melayu. Dalam Pustaka Kembaren (1927) dan Pustaka Ginting (1930) juga tidak dijumpai kata-kata “Batak”. Pun hal serupa dalam Pustaka Toba, tidak dijumpai penggunaan istilah “Batak”. Bahkan dalam stempel Singamangaraja hanya tertera kalimat Ahu Raja Toba bukan Ahu Raja Batak.
Pakar antropologi dari Universitas Gadjah Mada pernah menegaskan bahwa Karo adalah Karo bukan “Batak Karo". Berdasarkan Ensiklopedi Indonesia dan buku ''Bibligraphy of Indonesian Peoples and Cultures'', “Batak” dikelompokkan menjadi suku bangsa. Sama seperti Bali maupun Dayak. Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan tentang bahasa “Batak” yang terbagi dalam logat khusus yakni Angkola, Karo, Dairi, Toba, Simalungun dan Mandailing. Akan tetapi, merujuk buku "''A Critical Survey of the Languages of Sumatra''" karangan Dr. Voorhoeve disebutkan bahasa Toba dan bahasa Karo adalah dua bahasa yang berbeda. Bahasa Karo disebutkan lebih dekat dengan bahasa Alas ketimbang bahasa Toba. Tidak hanya bahasa, dari kesenian, pakaian adat juga berbeda. Berdasarkan fakta ini menjadi jelas Karo bukan “Batak”.
Berdasarkan ilmu geologi, setelah terjadi kaldera Toba pada 75 ribu tahun silam, Pulau Samosir baru muncul ke permukaan 30 ribu tahun kemudian. Lalu, menyusul Pulau Tuktuk 5 ribu tahun kemudian. Berdasarkan penggalian yang dilakukannya di [[Sianjur Mulamula, Samosir|Sianjur Mulamula]], pulau itu dihuni manusia sekitar 600 tahun lalu.
Dengan demikian, hasil kehidupan awal orang “Batak” masih sangat muda yakni sekitar 700 hingga 800 tahun lalu.Kemudian dilakukan penelitian yaitu membandingkan dengan hasil tes [[Asam deoksiribonukleat|''Deoxyribonucleic Acid (DNA)'']] kerangka manusia purba yang ditemukan di [[Kabupaten Aceh Tengah|Aceh Tengah]] yang identik dengan DNA orang [[Suku Gayo|Gayo]] dan Karo. Usianya diperkirakan sekitar 5.000 tahun silam.
Dari beberapa hasil penelitian itu, label “Batak” bukanlah label etnik melainkan label budaya. Namun, pemerintah kolonial (Belanda) telah mampu memaksakan orang-orang Simalungun, Karo, Pakpak, Toba dan Mandailing menerima label “Batak” sebagai label kesatuan etnik. Dan tentu saja itu untuk kepentingan strategis pemerintah kolonial.<ref>{{Cite web|last=Ginting|first=Kristian|date=1 Februari 2021|title=Karo Menggugat “Batak”|url=https://www.rmolsumut.id/karo-menggugat-batak|website=RMOL Sumut|access-date=28 Juli 2021}}</ref>
== Wilayah Karo ==
[[Berkas:Museum Pusaka Karo (Berastagi).jpg|thumb|up|right|Musium Karo di [[Berastagi]]]]
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het wooncomplex van Pa Mbelga met schedelhuis (geriten) en duiventil te Kabandjahe TMnr 60038147.jpg|thumb|upright|[[Siwaluh Jabu|Rumah adat ''Karo Siwaluh Jabu'']] tempo dulu di [[Kabanjahe, Karo|Kabanjahe]]]]
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari dimana wilayah Karo hanya diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, ''Taneh Karo'' jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena selain Kabupaten Karo, Tanah Karo juga meliputi:
=== Kabupaten Langkat ===
Suku Karo di Langkat mendiami daerah hulu, seperti [[Bahorok, Langkat|Bahorok]], [[Kutambaru, Langkat|Kutambaru]], [[Sei Bingai, Langkat|Sei Bingai]], [[Kuala, Langkat|Kuala]], [[Salapian, Langkat|Salapian]], dan sebagian [[Selesai, Langkat|Selesai]], [[Batang Serangan, Langkat|Batang Serangan]], dan [[Sirapit, Langkat|Serapit]]. Teluk Aru yang berada di Langkat Hilir juga pernah menjadi pusat pemerintahan [[Kerajaan Aru]], kerajaan bercorak Karo-Melayu yang dimana menjadi leluhur dari raja dan sultan Melayu Sumatera Timur.
=== Kabupaten Dairi ===
Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang merupakan bagian Taneh Karo:
* Kecamatan [[Tanah Pinem, Dairi|Taneh Pinem]]
* Kecamatan [[Tigalingga, Dairi|Tigalingga]]
* Kecamatan [[Gunung Sitember, Dairi|Gunung Sitember]]
=== Kabupaten Karo ===
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Daerah ini daerah tanah ulayat suku karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Berastagi dan Kabanjahe. Berastagi merupakan salah satu kota wisata dan juga menjadi kunjungan para turis di Sumatera Utara. Kota Berastagi ini sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul, sedangkan Kota Kabanjahe ialah ibukota atau pusat pemerintahan dari Kabupaten karo. 2 kota tersebut merupakan 2 kota terbesar di Kabupaten Karo. Ada banyak buah-buah hasil perkebunan disana, salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu 'jus markisa' karena Berastagi juga dikenal sebagai penghasil ''Buah Markisa'' yang terkenal hingga seluruh nusantara.
Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah [[Gunung Sinabung]] dan [[Gunung Sibayak]] yang sering disebut sebagai atau "[[Taneh Karo]] Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah ''trites''. Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-.
Trites ini bahannya diambil dari isi lambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran. Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan istimewa yang di suguhkan kepada yang dihormati.
=== Kota Medan ===
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu ''[[Guru Patimpus Sembiring Pelawi]]''. Sebagian sejarahwan dan pemerhati budaya juga mempercayai bahwa asal mula nama Kota Medan berasal dari [[Bahasa Karo]], ''Madan'' yang berarti "obat". Namun pendapat ini masih menjadi pro dan kontra karena terdapat beberapa versi mengenai asal mula nama Medan.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Karolanden. Si Garang Garang links een bamboe dakladder op den achtergrond de Sinaboeng.' TMnr 10017210.jpg|jmpl|200px|(Tanah Karo 1917).]]
[[Berkas:Medan compilation.jpg|thumb|upright|Suasana kota Medan serta ikon-ikon/tugu dan gedung-gedung/bangunan di kota Medan]]
=== Kota Binjai ===
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan [[Medan|Kota Medan]] disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari Kota Medan sebagai ibukota Provinsi [[Sumatra Utara]]. Nama "Binjai" juga dipercaya berasal dari gabungan kedua kosakata [[Bahasa Karo]], ''ben'' dan ''i-jei'' yang artinya "bermalam di sini". Hal tersebut kemudian diucapkan "Binjei" dan menjadi "Binjai" hingga sekarang.
=== Kabupaten Aceh Tenggara ===
Taneh Karo di Kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
Baris 114 ⟶ 210:
=== Kabupaten Deli Serdang ===
* Kecamatan [[Tanjung Morawa, Deli Serdang|Tanjung Morawa]]
* Kecamatan [[Sinembah Tanjung Muda Hulu, Deli Serdang|Sinembah Tanjung Muda Hulu]]
Baris 126 ⟶ 223:
=== Kabupaten Simalungun ===
* Kecamatan [[Dolok Silau, Simalungun|Dolok Silau]]
* Kecamatan [[Pamatang Silima Huta, Simalungun|Pamatang Silimahuta]]
* Kecamatan [[Silimakuta, Simalungun|Silimakuta]]
[[File:Batak Karo House at Dokan Village (01).jpg|thumb|upright|[[Siwaluh Jabu|Rumah adat ''Karo Siwaluh Jabu'']] di [[Dokan, Merek, Karo|Desa Dokan]]]]
[[File:Berastagi viewed from Gundaling Hill (Panorama) 01.jpg|thumb|up|right|Panorama Berastagi dari atas Bukit Gundaling]]
== Marga ==
{{main|Merga Karo}}
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau [[adat]] yang dikenal dengan nama ''merga silima'', ''tutur siwaluh'', dan ''[[rakut sitelu]]''. Merga disebut untuk [[laki-laki]], sedangkan untuk [[perempuan]] disebut ''beru''. ''Merga'' atau ''beru'' ini disandang di belakang nama seseorang. ''Merga'' dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok utama (marga inti/pokok), yang disebut dengan ''merga silima''. Kelima merga/marga besar tersebut adalah:
<center>
{| class="wikitable" style="border: none; background: none;"
Baris 140 ⟶ 243:
! [[Ginting]] !! [[Karo-karo]] !! [[Perangin-angin]] !! [[Sembiring]] !! [[Tarigan]]
|-
! rowspan="
| Ajartambun || [[Karo-Karo Barus|Barus]] || [[Perangin-angin Bangun|Bangun/Bangkit]] || [[Sembiring Brahmana|Brahmana]] || Bondong
|-
| Babo ||
|-
|
|-
|
|-
| Garamata || [[Kacaribu]] || [[Perangin-angin Laksa|Laksa]] || [[Depari]] || Jampang
|-
| Jandibata || [[Karosekali|Karo Sekali]] || [[Limbeng]] ||
|-
| Jawak || [[Kemit]] || [[Mano]] || [[Sembiring Keling|Keling]] || [[Purba|Tarigan Purba/Cikala]]
|-
| [[Manik|Ginting Manik]] || [[Ketaren]] || [[Namohaji|Namoaji]] || [[Keloko]] || Pekan
|-
| [[Munthe
|-
| Pase || [[Paroka]] || [[Penggarus|Penggarun]] || [[Maha]] || Silangit
|-
| [[Saragih|Seragih]] || [[Karo-Karo Purba|Karo Purba]] || [[Perangin-angin Perbesi|Perbesi]] || [[Sembiring Meliala|Meliala/Melala/Milala]] || Tambun
|-
| [[Ginting Suka|Suka/Sinisuka]] || [[Samura]] || [[Pinem|Pinem/Pinim]] || [[Muham]] || Tambak
|-
| Sugihen || [[Sinubulan|Sinubulan/Simbulan]] ||
|-
| Sinusinga || [[Sinuhaji|Sinuaji]] || [[Singarimbun]] || [[Pandebayang]] || Tendang
|-
| Tumangger || [[Sinukaban]] ||
|-
|
|-
| {{sdash}} || [[Sinuraya]] || [[Perangin-angin Tanjung|Tanjung]] || [[Sinulaki]] ||
|-
| {{sdash}} || [[Sitepu]] || [[Ulunjandi]] || [[Sinupayung]] ||
|-
| {{sdash}} || [[Surbakti]] || [[Uwir]] || [[Tekang]] ||
|-
| {{sdash}} || [[Torong]] ||
|-
| {{sdash}} || [[Karo-Karo Ujung|Jung/Ujung]] ||
|-
| {{sdash}} || {{sdash}} || Jombor Beringen || {{sdash}} || {{sdash}}
|-
| {{sdash}} || {{sdash}} || Prasi || {{sdash}} || {{sdash}}
|-
| {{sdash}} || {{sdash}} || Beliter || {{sdash}} || {{sdash}}
|}
</center>
Kelima marga Karo tersebut mempunyai sub-marga masing-masing, dimana setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Ada sekitar kurang lebih 100 Marga (Sub-Marga) didalam suku Karo dengan 5 marga induk utama/marga inti (pokok). Marga diperoleh secara turun termurun dari ayah, marga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Jikalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)''ersenina.'' Demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai ''beru'' yang sama, maka mereka disebut juga (b)''ersenina''. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut ''erturang'', sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga ''Sembiring (Sembiring Kembaren).''
== Falsafah kemasyarakatan ==
[[File:Batak Karo Wedding.jpg|thumb|upright|Pasangan pengantin pria & wanita menikah dengan pakaian adat Karo lengkap dengan ([[Uis Gara|uis]]) & tudung karo untuk perempuan, serta bekabuluh untuk lelaki]]
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah ''rakut sitelu'', yang artinya secara metaforik adalah Tungku Nan Tiga, yang berarti Ikatan yang Tiga. Arti ''rakut sitelu'' tersebut adalah ''Sangkep Nggeluh'' (Kelengkapan Hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu :
# ''Kalimbubu''
# ''Anak Beru''
Baris 198 ⟶ 309:
* Sembuyak adalah keluarga satu [[galur]] keturunan merga atau keluarga inti.
Orang Karo mempunyai salam khas yaitu ''Mejuah-juah'' atau lengkapnya adalah ''mejuah-juah kita kerina'' yang memiliki arti sehat-sehat kita semua, baik-baik kita semua, kedamaian, kesehatan, kebaikan untuk kita semua. Kata mejuah-juah biasa diucapkan diawal kalimat (pembuka kata) yakni menjadi salam khas sejak dulu.
{{clear}}
== Sistem kekerabatan ==
''Tutur Siwaluh'' adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:
# Puang Kalimbubu
# Kalimbubu
Baris 213 ⟶ 325:
# Anak Beru Menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, ''Tutur Siwaluh'' ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut
# Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
# Kalimbubu adalah kelompok pemberi istri kepada keluarga tertentu. Kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi :
Baris 227 ⟶ 339:
#* Anak Beru Cekoh Baka Tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubu-nya. Anak Beru Cekoh Baka Tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah Anak Beru Cekoh Baka Tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga Bere-bere Mama.
# Anak Beru Menteri, yaitu anak berunya si anak beru. Asal kata Menteri adalah dari kata Minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubu-nya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut Anak Beru Singkuri, yaitu anak beru-nya si Anak Beru Menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
[[File:Batak Karo Wedding Selendang.jpg|thumb|upright|Kedua mempelai dari suku Karo berbusana adat Karo]]
== Aksara & sistem penulisan ==
{{main|Surat Batak}}
Aksara yang digunakan oleh suku Karo adalah Aksara Karo yang juga merupakan bagian dari jenis varian aksara Batak. Aksara ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi. Guna melengkapi cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o = ketolongen, x = sikurun, ketelengen dan pemantek.
=== Bentuk aksara dasar ===
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Induk Surat''
|-style="text-align:center;"
!
! a
! ha
! ka
! ba
! pa
! na
! wa
! ga
! ja
! da
! ra
! ma
! ta
! sa
! ya
! nga
! la
! nya
! ca
! nda
! mba
! i
! u
|- style="length:20%;"
! style="width:10%; text-align:center;" |Karo
| align="center" |[[Berkas:Batak A-1, Ha.svg|30px|link=|alt=A]]
| align="center"|[[Berkas:Batak A-1, Ha.svg|30px|link=|alt=Ha]]
| align="center" | [[Berkas:Batak Ha-1, Ka-1.svg|30px|link=|alt=Ka]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Ba-2.svg|30px|link=|alt=Ba]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Na.svg|30px|link=|alt=Na]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Wa-1.svg|30px|link=|alt=Wa]]
| align="center"|[[Berkas:Batak Ga-1.svg|30px|link=|alt=Ga]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Ja.svg|30px|link=|alt=Ja]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Da.svg|30px|link=|alt=Da]]
| align="center"|[[Berkas:Batak Ra-1.svg|30px|link=|alt=Ra]]
| align="center"|[[Berkas:Batak Ma-1.svg|30px|link=|alt=Ma]]
| align="center"|[[Berkas:Batak Ta-1.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| align="center"|[[Berkas:Batak Sa-1, Ca-1.svg|30px|link=|alt=Sa]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Ya-1.svg|30px|link=|alt=Ya]]
| align="center" |[[Berkas:Batak Nga.svg|30px|link=|alt=Nga]]
| align="center" |[[Berkas:Batak La-1.svg|30px|link=|alt=La]]
!
| align="center"|[[Berkas:Batak Ca-3.svg|30px|link=|alt=Ca]]<hr>[[Berkas:Batak Ca-2, Nya.svg|30px|link=|alt=Ca]]
|[[Berkas:Batak Nda.svg|30px|link=|alt=Nda]]
|[[Berkas:Batak Mba-1.svg|30px|link=|alt=Ba]]
| align="center" |[[Berkas:Batak I.svg|30px|link=|alt=I]]
| align="center" |[[Berkas:Batak U.svg|30px|link=|alt=I]]
|}
Bentuk-bentuk di atas merupakan bentuk yang digeneralisasi, tidak jarang suatu naskah menggunakan varian bentuk aksara atau tarikan garis yang sedikit berbeda antara satu sama lainnya tergantung dari daerah asal dan media yang digunakan.
Aksara i ({{btk|ᯤ}}) dan u ({{btk|ᯥ}}) hanya digunakan untuk suku kata terbuka, misal pada kata ''ina'' {{btk|ᯤᯉ}} dan ''ulu'' {{btk|ᯥᯞᯮ}}. Untuk suku kata tertutup yang diawali dengan bunyi i atau u, digunakanlah aksara a ({{btk|ᯀ}} atau {{btk|ᯁ}}) bersama diaktirik untuk masing-masing vokal, misal pada kata ''indung'' {{btk|ᯀᯪᯉ᯲ᯑᯮᯰ}} dan ''umpama'' {{btk|ᯀᯮᯔ᯲ᯇᯔ}}.
Dalam penulisan Karo, bunyi sengau m, n, dan ng sebelum konsonan b, c, d, g, j, k, dan p/ tidak ditulis. Karena itu, kata seperti ''panta'' hanya ditulis ''pata'' {{btk|ᯇᯗ}}.
-->
=== Diakritik ===
Diakritik ('''''anak surat''''') adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan, bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="uni"/>
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Anak Surat''
|-
! style="text-align: center"|
! -i
! -u
! -é{{ref label|/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"|1}}
! -e{{ref label|/ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"|2}}
! -o
! -ou
! -ng
! -h
! pemati
|- style="text-align: center"
! rowspan="2"| Karo
| [[Berkas:Batak sign I-1.svg|40px|link=|alt=-I]]<hr>[[Berkas:Batak sign I-2.svg|40px|link=|alt=-I]]
| [[Berkas:Batak sign O-1.svg|40px|link=|alt=-U]]
| [[Berkas:Batak sign E-2.svg|40px|link=|alt=-E]]
| [[Berkas:Batak sign E-1.svg|40px|link=|alt=-E]]
| [[Berkas:Batak sign E-3, O-2.svg|40px|link=|alt=-O]]<hr>[[Berkas:Batak sign O-3.svg|40px|link=|alt=-O]]
!
| [[Berkas:Batak sign Ng.svg|40px|link=|alt=-Ng]]
| [[Berkas:Batak sign H.svg|40px|link=|alt=-H]]
| [[Berkas:Batak sign mute-2.svg|40px|link=|alt=-]]
|- style="text-align: center"
| kelawan
| sikurun
| ketéléngan
| kebereten
| ketolongen
!
| kebincaren
| kejeringen
| penengen
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|/e/|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|/ə/|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
:{{note|3|3}} diakritik dapat memiliki sejumlah variasi nama yang tidak semuanya dicantumkan dalam tabel ini
</small>
|}
Tabel berikut menunjukkan bagaimana diakritik melekat pada aksara dasar ka dalam masing-masing varian aksara:
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Induk Surat'' + ''Anak Surat''
|-
! style="text-align: center"|
! ka
! ki
! ku{{ref label|3|3}}
! ké{{ref label|/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"|1}}
! ke{{ref label|/ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"|2}}
! ko
! kou
! kang
! kah
! k
|- style="text-align: center"
! rowspan="2"| Karo
| [[Berkas:Batak Ha-1, Ka-1.svg|33px|link=|alt=Ka]]
| [[Berkas:Batak Ki-1.png|40px|link=|alt=Ki]]<hr>[[Berkas:Batak Ki-2.png|40px|link=|alt=Ki]]
| [[Berkas:Batak Ko-1, Ku-1.png|40px|link=|alt=Ku]]
| [[Berkas:Batak Ke-1.png|40px|link=|alt=Ke]]
| [[Berkas:Batak Ke-3.png|40px|link=|alt=Ke]]
| [[Berkas:Batak Ke-2, Ko-2.png|40px|link=|alt=Ko]]<hr>[[Berkas:Batak Ko-3.png|40px|link=|alt=Ko]]
!
| [[Berkas:Batak Kang.png|40px|link=|alt=Kang]]
| [[Berkas:Batak Kah.png|40px|link=|alt=Kah]]
| [[Berkas:Batak K-1 (Karo).svg|33px|link=|alt=K]]
|- style="text-align: center"
!
| kelawan
| sikurun
| ketéléngan
| kebereten
| ketolongen
!
| kebincaren
| kejeringen
| penengen
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|2|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
:{{note|3|3}} diakritik dapat memiliki sejumlah variasi nama yang tidak semuanya dicantumkan dalam tabel ini
</small>
|}
=== Penulisan suku kata tertutup ===
Pada penulisan suku kata tertutup yang berpola konsonan-vokal-konsonan, diakritik vokal yang normalnya menempel pada aksara dasar pertama ditempatkan ulang agar menempel dengan aksara dasar kedua dan diaktrik pemati. Aturan ini berlaku untuk semua varian aksara, dan penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="uni"/>
{| class="wikitable" summary="reordering"
|-
! colspan=8 scope="col" | komponen
! scope="col" | penulisan
! align="center" | keterangan
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" |
|
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable tap.svg|70px|link=|alt=Tap]]
| align="left"| ta + pa + pangolat = tap
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign I-1.svg|30px|link=|alt=-I]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable tip.svg|84px|link=|alt=Tip]]
| align="left"|ta + -i + pa + pangolat → ta + pa + -i + pangolat = tip
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign U.svg|30px|link=|alt=-U]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable tup.svg|70px|link=|alt=Tup]]
| align="left"|ta + -u + pa + pangolat → ta + pa + -u + pangolat = tup
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign E-2.svg|30px|link=|alt=-E]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable tep-2.svg|70px|link=|alt=Tep]]
| align="left"|ta + -é + pa + pangolat → ta + pa + -é + pangolat = tép
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign E-1.svg|30px|link=|alt=-E]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable tep-1.svg|80px|link=|alt=Tep]]
| align="left"|ta + -e + pa + pangolat → ta + pa + -e + pangolat = tep
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Ta-2.svg|30px|link=|alt=Ta]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign O-1.svg|30px|link=|alt=-O]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign mute-1.svg|30px|link=|alt=pangolat]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable top.svg|86px|link=|alt=Top]]
| align="left"|ta + -o + pa + pangolat → ta + pa + -o + pangolat = top
|}
=== Penulisan diakritik -ng dan -h ===
Apabila suatu suku kata menggunakan diakritik vokal yang menempel di sebelah kanan aksara dasar, diakritik -ng dan -h ditulis tidak menempel pada aksara dasar namun diaktrik vokal yang bersangkutan. Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="uni"/>
{| class="wikitable" summary="reordering"
|-
! colspan=6 scope="col" | komponen
! scope="col" | penulisan
! align="center" | keterangan
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign I-1.svg|30px|link=|alt=-I]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign Ng.svg|30px|link=|alt=-Ng]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable ping.svg|baseline|30px|link=|alt=Ping]]
| align="left"| pa + -i + ing = ping
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign O-1.svg|30px|link=|alt=-U]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign Ng.svg|30px|link=|alt=-Ng]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable pong.svg|baseline|30px|link=|alt=Pong]]
| align="left"|pa + -u + -ng = pung
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign I-2.svg|30px|link=|alt=-I]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign H.svg|30px|link=|alt=-H]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable pih.svg|baseline|30px|link=|alt=Pih]]
| align="left"|pa + -i + -h = pih
|- align="center"
| [[Berkas:Batak Pa-1.svg|30px|link=|alt=Pa]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign E-1.svg|30px|link=|alt=-E]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Batak sign H.svg|30px|link=|alt=-H]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Batak syllable peh.svg|baseline|30px|link=|alt=Peh]]
| align="left"|pa + -e + -h = peh
|}
=== Contoh teks ===
Berikut adalah sebuah ratapan Karo pada bambu dari koleksi Museum fur Völkerkunde Berlin no. IC 39908a. Alih aksara dan terjemahan disadur dari Kozok (1999):{{sfn|Kozok|1999|pp=122-124}}
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Bamboe tabaks- en wichelkoker met Bataks schrift TMnr 512-4.jpg|thumb|upright|Ukiran dari sebuah tulisan ratapan Karo (Bilang-bilang) menggunakan aksara Karo pada media bambu]]
{| class="wikitable"
|-
! style="text-align: center"| Huruf/Abjad Karo
! style="text-align: center"| Alih aksara Latin
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|{{batk|ᯔᯂᯀᯪᯛᯨᯀᯒᯪᯂᯬᯗᯩᯉᯬᯆᯪᯞᯰᯆᯪᯞᯰᯂᯪᯉ᯳ᯆᯬᯞᯬᯱᯗᯎᯉ᯳ᯀᯩᯢ}}
|maka io ari kuté nu bilang-bilang kin buluh tagan énda
|inilah ratap tangis di bambu yang menjadi tabung
|-
|{{batk|ᯔᯉ᯳ᯀᯪᯝᯉ᯳ᯉᯬᯒᯪᯉᯬᯒᯪᯂᯧᯉ᯳ᯀᯗᯩᯔᯧᯘᯬᯋᯪᯞᯒᯧᯝᯑᯪᯝᯑᯪ}}
|man ingan nuri-nuriken até mesui la erngadi-ngadi
|sebagai tempat untuk menceritakan penderitaanku yang tiada habisnya
|-
|{{batk|ᯘᯪᯔᯉ᯳ᯗᯬᯒᯪᯉ᯳ᯂᯧᯉ᯳ᯔᯔᯘᯪᯂᯒᯨᯂᯒᯨᯔᯧᯒ᯳ᯎᯉᯆᯧᯒᯩᯘᯪᯆᯪᯒᯪᯰ}}
|si man turinken mama si karo-karo mergana beré simbiring
|tentang aku yang bermarga Karo-karo, yang marga ibunya (''beré'') Simbiring
|-
| {{batk|ᯘᯪᯞᯇᯘ᯳ᯔᯧᯞᯬᯔᯰ}}
|si lampas melumang
|yang lekas menjadi yatim piatu
|-
| {{batk|ᯘᯪᯗᯧᯒ᯳ᯆᯆᯀᯗᯩᯔᯧᯘᯬᯋᯪᯞᯒᯧᯝᯑᯪᯝᯑᯪ}}
|si terbaba até mesui la erngadi-ngadi
|yang penderitaannya tiada habis
|-
| {{batk|ᯇᯧᯝᯪᯢᯨᯂᯬᯞᯔᯧᯀᯬᯞᯪ}}
|péngindoku la mehuli
|nasibku yang malang ini
|-
| {{batk|ᯉᯢᯩᯆᯪᯆᯪᯂᯬᯂᯒᯪᯉᯂᯗᯂᯬ}}
|nandé bibiku karina kataku
|wahai nandé dan bibiku semua, kataku
|-
| {{batk|ᯀᯩᯢᯗᯬᯒᯰᯂᯬᯗᯬᯒᯪᯂᯧᯉ᯳}}
|énda, turang, kuturiken
|inilah, sayang, tuturanku
|}
{{clear}}
Baris 238 ⟶ 678:
=== Nama-nama bulan ===
Adapun nama-nama bulan dan binatang atau benda apa yang bersamaan dengan bulan bersangkutan adalah sebagai berikut:
* Bulan ''Sipaka sada'' merupakan bulan [[kambing]]
* Bulan ''Sipaka dua'' merupakan bulan [[lembu]]
Baris 253 ⟶ 695:
=== Nama-nama hari ===
Nama-nama hari pada [[suku Karo]] apabila diperhatikan banyak miripnya dengan kata-kata [[bahasa Sanskerta]]. Setiap hari dari [[tanggal]] itu mempunyai makna atau pengertian tertentu. Oleh karena itu apabila seseorang hendak merencanakan sesuatu, misalnya keberangkatan ke tempat jauh, berperang ke medan laga, memasuki rumah baru dan berbagai kegiatan lainnya. selalu dilihat harinya yang dianggap paling cocok. Di sinilah besarnya peranan "[[guru]] si beloh niktik wari" (dukun/orang tua yang pintar melihat hari dan bulan yang baik dan serasi), yang dengan perhitungannya secara saksama, ia menyarankan agar suatu acara yang direncanakan dilakukan pada hari X.
Adapun nama yang 30 dalam satu bulan adalah sebagai berikut:
{{Col|2}}
# ''Aditia''<!-- adalah hari/wari medalit, mehuli mena, ngumbung, arih-arih (runggu)-->
# ''Suma''<!-- adalah hari/wari sidua nahe, manusia ras manuk, wari kurang mehuli, ngkuruk lubang lamehuli, mehuli erburu, niding, ngkawil, njala.-->
Baris 292 ⟶ 736:
Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, kesenian/seni (sastra) di antaranya [[tari tradisional]]:
* [[Piso Surit]]
* [[Tari Lima Serangkai]]
Baris 320 ⟶ 765:
=== Seni Bela diri (Silat Karo) ===
Seni bela diri orang karo merupakan [[Silat Karo]] yang dalam Bahasa Karo disebut ''ndikar''. Kata tersebut mulai jarang digunakan masyarakat Karo sehingga kini asing terdengar. Masyarakat Karo
Kata ''ndikar'' untuk penamaan bela diri/silat dalam Bahasa Karo kadang kerap disamakan dengan kata ''Pandikar''. Kata ''ndikar'' hanya untuk menyebut silat/bela diri, sedangkan ''pandikar'' merupakan seseorang yang mempunyai ilmu bela diri yang tinggi atau bisa juga orang yang mendalami ilmu bela diri dan memiliki ilmu bela diri.
Baris 371 ⟶ 816:
=== Makanan ===
[[Berkas:BPK Gintingta Tigapanah.jpg|thumb|upright|Rumah makan Babi Panggang Karo di [[Tigapanah, Karo|Kecamatan Tigapanah]]]]
Kuliner Karo sangat banyak ragamnya, salah satunya yang terkenal ialah [[Babi panggang Karo]] atau kerapkali disingkat sebagai BPK. BPK adalah makanan yang diproduksi dengan cara dipanggang dan diberi bumbu rempah-rempah yang khas, bumbu ini dinamakan ''Tuba'' atau juga bisa disebut [[Andaliman|andaliman]]. Umumnya orang Karo yang menjual BPK di warung makan ataupun restoran, namun tidak jarang juga ditemukan orang non-Karo yang juga menjual hidangan tersebut seperti orang Toba, Nias, dan lain lain.
Kuliner Karo lainnya meliputi: ''Kidu-kidu'', ''Manuk Getah'', [[Arsik|''Arsik Nurung Mas'']], ''Cimpa'', ''Unung-unung'', ''Cincang Bohan'', ''Pagit-pagit'', ''Trites'', ''Gule Kuta-kuta'' (gulai ayam kampung), bubur pedas, ''Tasak Telu'', Mie Keling,
=== Minuman ===
Selain makanan, minuman khas Karo pun banyak macam ragamnya. Minuman yang terkenal adalah ''Susu Kitik'' yaitu teh susu telur khas Karo. Minuman ini umumnya disajikan di warung kopi di daerah Karo. Selain itu, ada lagi minuman-minuman khas Karo. Diantaranya adalah: Roco timun, jus martebe, sirup markisa, es kolak durian, bandrek dan lain-lain.
{{clear}}
Baris 385 ⟶ 831:
Beberapa lagu yang berasal dari Daerah Karo adalah:
* Piso Surit
* Mbiring Manggis
Baris 397 ⟶ 844:
== Keyakinan (agama) ==
[[Berkas:Desa Perteguhen, Simpang Empat, Karo.jpg||thumb|upright|Gereja GBKP dan [[Masjid]] yang berhadapan di [[Perteguhen, Simpang Empat, Karo|Desa Perteguhen]] ]]
Mayoritas orang Karo memeluk [[agama]] [[Kristen]] sekitar 70% (mayoritas [[Protestan]] 55% dan 15% [[Katolik]]), dan [[Islam]]
Sebagian kecil
Rata-Rata pemeluk agama [[Pemena]]/[[Agama asli Nusantara|Agama Tradisional]] (agama awal & agama asli Karo) berada di desa-desa/kuta-kuta (yang dalam bahasa Karo berarti kampung/desa) utamanya yang berada didekat/dikaki gunung Sinabung juga terdapat di wilayah pedalaman dan penganut agama ini kini nyaris punah. Agama Lainnya pun terutama seperti [[agama Buddha]] dapat kita temui di perkotaan (Medan), khususnya di kabupaten Langkat, sebagian Deli Serdang, Sebagian Tanah Karo/Kabupaten Karo khususnya di Berastagi sekitar wisata (taman alam Lumbini/sekitar bangunan kuil pagoda) namun jumlahnya sangat sedikit.
=== Gereja yang didominasi suku Karo ===
[[Berkas:GBKP Rg. Kabanjahe Kota, Klasis Kabanjahe 01.jpg||thumb|upright|Gereja GBKP Kota [[Kabanjahe, Karo|Kabanjahe]]]]
* [[Gereja Batak Karo Protestan|Gereja Batak dan Karo Protestan]] (GBKP) ''(Paling dominan)''
Baris 415 ⟶ 862:
== Tokoh-tokoh Karo ==
{{Main|Daftar tokoh Karo}}
* [[Guru Patimpus Sembiring Pelawi]]
* [[Djamin Ginting]]
Baris 429 ⟶ 878:
== Galeri ==
<gallery>
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Ngenkal het omwerken van de grond met puntige stokken Karo-landen TMnr 10010952.jpg|Petani Karo
|