Filsafat hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
'''Filsafat hak asasi manusia''' mengemukakan permasalahan tentang keberadaan, muatan/isi, sifat, universalitas, justifikasi atau pembenaran, dan status hukum hak asasi manusia. Sementara, pengertian [[hak asasi manusia]] itu sendiri kerap menjadi debat moral dan politik.
{{Hak Asasi Manusia}}
Hak asasi manusia yang otomatis melekat pada diri individu sejak lahir hingga akhir hayat, merupakan jaminan moral yang memiliki landasan [[filosofi]] serta wajib dihormati dan dilindungi oleh [[negara]]. Segala tanggung jawab terkait hak asasi manusia sering kali memerlukan tindakan yang melibatkan rasa hormat, perlindungan, fasilitasi, dan kelengkapan, maka di sinilah negara hadir. Negara yang berprinsip negara hukum, wajib memberikan jaminan secara konstitusional bahwa setiap warga negaranya dapat memperoleh haknya. Bahkan, negara yang diakui kedaulatannya di dunia ini harus memastikan bahwa tiap-tiap warga negaranya tidak direpresi untuk menyandang hak asasinya apapun kedudukan yang dimiliki. Negara harus memfasilitasi hak asasi setiap warga negara dengan mengaturnya melalui hukum dan undang-undang, bahkan negara pun tidak diperbolehkan untuk menghilangkan hak asasi yang memang semestinya menjadi anugerah dari Yang Mahakuasa untuk setiap insan. Hak asasi manusia bersifat mutlak dan kekal sehingga tidak dibatasi jangka waktu tertentu. Hak asasi manusia, tanpa terkecuali, berlaku untuk setiap insan di mana pun berada di dunia ini dan pada saat yang sama, tiap-tiap orang wajib menghargai hak asasi yang dimiliki orang lain. Hak asasi difokuskan pada kebebasan, perlindungan, status, maupun faedah bagi seseorang.
Norma hak asasi manusia bisa saja terwujud sebagai [[norma]] yang disepakati bersama dan berasal dari moralitas manusia, norma [[moral]] yang dibenarkan dan didukung oleh alasan-alasan yang kuat, hak legal di tingkat [[nasional]] di mana hak tersebut disebut sebagai hak masyarakat atau hak [[konstitusional]], ataupun hak [[legal]] yang diakui oleh [[hukum internasional]].
Studi tentang hakikat hak asasi manusia berkembang oleh para pemikirnya. Kebijaksanaan terkait pengetahuan tentang hak asasi manusia. Secara kritis, para pemikir mengulik kebenaran hakiki dari hak asasi manusia. ▼
Hak asasi manusia bersifat universal. Setiap orang memiliki hak asasi, tanpa adanya pengecualian, [[warga negara]] atau mungkin—karena satu dan lain hal—bukan warga negara mana pun, secara alamiah, tiap orang sejak lahir mempunyai hak asasi, tanpa pandang bulu. Hak asasi manusia tidak hanya dimiliki orang dewasa usia produktif saja, bayi berusia satu bulan pun memiliki hak asasi. Hak asasi manusia tidak dimiliki hanya golongan, [[agama]], [[suku]], atau [[ras]] tertentu saja. Bahkan perbedaan [[hukum]] ataupun [[budaya]] masing-masing negara, tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk memiliki hak asasi. Meskipun seseorang sedang tidak berada di negaranya sendiri dengan suatu alasan, entah dalam kunjungan diplomatik, perjalanan [[bisnis]], liburan, atau bekerja, baik itu sebagai pelajar atau bahkan sebagai [[pengungsi]] (''refugee''), di negara lain pun dirinya tetap memiliki hak asasi yang telah terekat sejak lahir. Hal ini menjadikan hak asasi bersifat mutlak menjadi milik setiap orang selama hayat dikandung badan serta tidak bisa diganggu gugat. Pun demikian, hak asasi berlaku kapan saja, tidak memandang pagi atau malam, terjadi di masa lalu atau sekarang.
Filosofi hak asasi manusia erat kaitannya dengan sejarah yang berakar di Barat Modern berkenaan riwayat latar belakang berkembangnya pemikiran filsafat di mana rakyat pada masa itu melakukan perjuangan untuk menentang kekuasaan mutlak. Para pemikir liberal Barat menghadapi kekuasaan negara yang absolut dimulai sejak awal abad 20-an. ▼
Berbagai paham filsafat memiliki dasar pemikirannya masing-masing mengenai hak asasi manusia, mengikuti pula filsufnya. Tiga paham dari bermacam-macam aliran yang mengemukakan teorinya tentang hak asasi manusia di antaranya individualisme, marxisme, dan integralistis.▼
Dalam perjalanannya untuk dikenal sebagai konsep yang seperti sekarang ini, bahkan terus berkembang hingga di masa mendatang, hak asasi manusia dirumuskan dari berbagai pemikiran dan gagasan yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh terkemuka memiliki [[kredibilitas]], termasuk para filsuf.
▲Studi tentang hakikat hak asasi manusia berkembang oleh para pemikirnya. Kebijaksanaan terkait pengetahuan tentang hak asasi manusia. Secara kritis, para pemikir mengulik kebenaran hakiki dari hak asasi manusia.
▲Filosofi hak asasi manusia erat kaitannya dengan sejarah yang berakar di Barat Modern berkenaan riwayat latar belakang berkembangnya pemikiran [[filsafat]] di mana [[rakyat]] pada masa itu melakukan perjuangan untuk menentang kekuasaan mutlak. Para pemikir liberal Barat menghadapi kekuasaan negara yang [[absolut]] dimulai sejak awal abad 20-an.
▲Berbagai paham filsafat memiliki dasar [[ideologi]] dan pemikirannya masing-masing mengenai hak asasi manusia, mengikuti pula filsufnya. Tiga paham dari bermacam-macam aliran ideologi yang mengemukakan teorinya tentang hak asasi manusia di antaranya individualisme,
== Paham Individualisme ==
Paham [[individualisme]] dikenal pula dengan paham kebebasan (liberalisme). Dikembangkan sejak masa [[Renaisans]] yang menghasilkan dunia baru disebut dengan abad individualisme yang menjadi titik tolak kemajuan sehingga dikenal pula sebagai masa pembebasan dari ikatan dan kewajiban kuno. Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary, [[liberalisme]] pada bidang keagamaan adalah sebuah pergerakan dalam [[Protestanisme]] modern yang menekankan kebebasan intelektual serta muatan spiritual dan etika [[Kristiani]]. “A movement in modern Protestantism emphasizing intellectual liberty and the spiritual and ethical content of Christianity.” Masih menurut kamus Webster, makna secara ekonomi, liberalisme adalah [[teori]] ekonomi yang menekankan kebebasan atau kemerdekaan individual dari pengekangan dan biasanya didasarkan pada kompetisi bebas, pasar dengan aturan mandiri, dan ditetapkan berdasarkan standar emas. “A theory in economics emphasizing individual freedom from restraint and usually based on free competition, the self-regulating market, and the gold standard.” Dalam bidang filsafat, liberalisme dapat bermakna suatu filosofi politis yang berdasar kepercayaan terhadap perkembangan, kedermawanan esensial dari seseorang, dan otonomi individual, serta mendukung perlindungan kebebasan politik dan masyarakat. “A political philosophy based on belief in progress, the essential goodness of man, and the autonomy of the individual and standing for the protection of political and civil liberties.”
Sementara, dalam Kamus Webster, individualisme sendiri disebut sebagai [[doktrin]] yang fokus perhatian terhadap indivualnya (seharusnya) mahapenting secara etis, yang dimaknai juga bahwa individualisme merupakan perilaku yang dipedomani dari doktrin tersebut, “a doctrine that the interest of the individual are or ought to be ethically paramount; also conduct guided by such a doctrine.” Lebih lanjut, individualisme merupakan konsepsi bahwa semua nilai, hak, dan kewajiban berasal dari individu, “the conception that all values, rights, and duties originate in individuals.” Webster juga menyatakan bahwa individualisme adalah teori yang menggarisbawahi kemerdekaan politik dan ekonomi dari seorang individu serta menekankan pada inisiatif, tindakan, dan minat individu; dengan demikian, individualisme juga berarti sebagai tingkah laku atau penerapan kebiasaan yang diteladani dari teori tersebut, “a theory maintaining the political and economic independence of the individual and stressing individual initiative, action, and interests; also: conduct or practice guided by such a theory.”
Paham individualisme melahirkan tokoh-tokoh seperti [[John Locke]] dan J. J. Rousseau.
=== John Locke ===
Sebagai seorang pemikir yang lahir pada 29 Agustus 1632 dan bertumbuh di era [[Pencerahan]], John Locke merumuskan berbagai pandangan yang menjadikan dirinya tokoh penting pada masanya, terutama mengenai hak asasi manusia. [[Hak Kodrati]] yang didukung oleh John Locke
Pandangan mengenai hukum kodrati, menurut Scott Davidson, mempostulatkan bahwa teori liberalisme John Locke merupakan bagian hukum Tuhan yang sempurna, dan hal ini dapat dibuktikan melalui penggunaan nalar manusia. Sebagian isi filsafat hukum kodrati yang terdahulu adalah ide bahwa masing-masing orang dalam kehidupan ditentukan oleh Tuhan, sehingga semua orang tunduk pada otoritas Tuhan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa bukan hanya kekuasaan raja yang dibatasi oleh aturan-aturan ilahiah, tetapi juga bahwa semua manusia dianugerahi identitas individu yang unik, yang terpisah dari negara.
Sesuai pemikiran John Locke sebagai [[filsuf]], manusia memiliki kebebasan dan hak-hak asasi yang didapatkan secara alamiah telah melekat sejak dilahirkan (''status naturalis''). Hak-hak asasi tersebut mencakup hak-hak yang dimiliki secara pribadi seperti hak atas kehidupan, kebebasan dan kemerdekaan, serta harta milik (hak memiliki sesuatu) yang tidak boleh diganggu gugat, bahkan negara pun dilarang untuk mencabut hak tersebut karena hak-hak tersebut dianugerahkan oleh Tuhan secara langsung kepada manusia, walaupun manusia sendiri tidak berarti bisa berbuat seenaknya tanpa batas. Sebab, setiap orang juga tetap tidak boleh melanggar hak-hak asasi orang lain. “The state of nature has a law of nature to govern it, which obliges every one: and reason, which is that law, teaches all mankind, who will but consult it, that being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions.”
Menurut gagasan John Locke, hak asasi manusia dimiliki secara alamiah, dan negara hadir untuk menjamin dan menjaga bahwa hak asasi disandang oleh masing-masing orang tanpa perlu merasa cemas bahwa hak asasinya dilanggar dan dicabut karena negara telah mengaturnya secara konstitusional di dalam undang-undang. Pemikiran John Locke yang menjadi orang pertama sebagai peletak dasar unsur negara hukum demikian kemudian menjadikan dirinya sebagai Bapak Hak Asasi Manusia. John Locke bahkan mengemukakan bahwa negara wajib memberikan jaminan terwujudnya kebebasan dan terlaksananya hak asasi manusia ditegakkan. Pemikiran tersebut merupakan dasar terlahirnya [[Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat]] 1776.
Mengenai pembentukan negara yang hadir sebagai penjamin terlaksananya hak asasi manusia, John Locke mengemukakan teori kekuasaan yang meliputi kekuasaan pembentuk undang-undang (legislatif), kekuasaan pelaksana undang-undang, dan kekuasaan federatif. Namun, John Locke menggarisbawahi pemisahan ketiga kekuasaan tersebut agar tidak terjadi kesewenangan negara terhadap rakyat.
=== J. J. Rousseau ===
[[Jean-Jacques Rousseau]] berpendapat bahwa menurut kodratnya, manusia pada hakikatnya itu baik, akan tetapi yang merusak manusia adalah peradaban.
Rousseau yang lahir di Genewa pada tahun 1712 mengungkapkan pemikiran mengenai hak kodrati
Sebagai filsuf, Rousseau hanya mengenal satu pactum di dalam teorinya. Pactum unions merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara. Dalam mewujudkan cita negara hukum, Rousseau merumuskan bahwa hukum negara dibentuk dan dirumuskan dari rakyat yang bersama-sama mengambil keputusan melalui kesepakatan secara menyeluruh berdasarkan suara paling banyak. Hal ini dituangkan Rousseau dalam karya ilmiahnya yang berjudul ''Du Contract Social'' pada terbitan tahun 1762. “Jika manusia tidak dapat menciptakan kekuatan baru bagi kepentingan sendiri, tetapi hanya menghimpun serta mengatur kesemuanya seperti yang berlaku sekarang, maka satu-satunya jalan untuk mempertahankan dirinya ialah membentuk kesatuan kekuatan dengan cara menghimpun dirinya dalam satu badan, yang dapat digerakkan untuk bertindak bersama-sama agar mampu mengatasi segala masalah. Persatuan ini harus dihasilkan oleh kesepakatan orang banyak.
Baik John Locke maupun J. J. Rousseau, bahkan Montesquieu, mengemukakan bahwa ragam hak yang mereka maksud meliputi▼
▲Baik John Locke maupun J. J. Rousseau, bahkan Montesquieu yang kemudian mengembangkan teori Locke mengenai Trias Politica, mengemukakan bahwa ragam hak yang mereka maksud meliputi:
# Kemerdekaan atas diri sendiri
Baris 27 ⟶ 46:
== Paham Marxisme ==
Teori ini dipelopori oleh [[Karl Marx]]. Teori ini dipelopori oleh Karl Marx. Di dalam Kamus Webster, Marxisme adalah paham, kebijakan, dan prinsip politik, ekonomi, serta sosial yang dicetuskan, dikembangkan, dan dipertahankan oleh Karl Marx. Contohnya, teori dan praktik sosialisme yang meliputi teori nilai [[buruh]], [[materialisme dialektis]], perjuangan kelas, pertentangan antargolongan atau antarkelas, dan [[diktator|kediktatoran]] kaum [[proletar]] hingga munculnya perkembangan masyarakat tanpa kelas. “The political, economic, and social principles and policies advocated by Marx; esp.: a theory and practice of socialism including the labor theory of value, dialectical materialism, the class struggle, and dictatorship of the proletariat until the establishment of a classless society.”
Teori ini dipelopori oleh [[Karl Marx]]. Ditinjau dari sisi ilmiah, Marx memandang bahwa hukum kodrati termasuk idealistis dan berlawanan dengan sejarah. Marx berpendapat bahwa hak adalah produk borjuis dan produk masyarakat kapitalis, sementara untuk mewujudkan potensi sejatinya, seseorang seharusnya kembali ke kodratnya sebagai makhluk yang sosialis. Oleh karenanya, hak individu tidak diakui di dalam konsep [[Marxisme]], yang ada di dalam tatanan Marxisme hanyalah hak kolektif serta menjadi kepemilikan negara. ▼
▲
Dalam masyarakat Marxisme itu sendiri, [[kodrat]] manusia pada hakikatnya dapat dipenuhi jika seluruh masyarakat menjadi [[makhluk sosial]] yang diiringi dengan semua alat produksi merupakan kepemilikan bersama tanpa adanya pertikaian antarkelas. Sehingga, kelas-kelas di dalam masyarakat harus ditiadakan dan seutuhnya menjadi masyarakat [[komunisme|komunis]].
Hak di dalam Marxisme dianggap [[transendental]], sehingga bertolak belakang dengan hak pada liberalisme yang bersifat [[kekal]]. Hak di dalam masyarakat komunis tercapai apabila sudah tidak ada kelas-kelas lagi, tidak ada pemilikan pribadi atas sumber alam serta tidak ada pemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan hasil produksinya. Semua sudah menjadi milik bersama seluruh masyarakat.
Dalam Marxisme, manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dan selalu beraktivitas agar produktif sehingga terlibat dalam proses produksi. Seluruh perasaan dan pikiran masyarakat sudah tercurah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan hasilnya untuk kepentingan bersama. Semua orang bekerja menurut kemampuannya dan mendapatkan bagian hasil sesuai dengan kebutuhannya.
Pada hakikatnya, pandangan
Integralisme sendiri merupakan filsafat yang memiliki integralitas sebagai konsep sentral di mana seluruh bagian yang ada, menyatu berdasar pada struktur tertentu yang organis hingga menjadi terpadu. Struktur tertentu tersebut dapat meliputi segala sumber, energi, materi, nilai, juga informasi.
Di dalam pandangan paham
=== Integralisme Soepomo ===
Indonesia pada khususnya, mengenal paham [[Integralisme Soepomo]] yang konsepnya disampaikan melalui pidato-pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo pada tahun 1941 sebagai seorang profesor dan 31 Mei 1945 dalam sidang [[Dokuritsu Junbi Cosakai]] atau [[BPUPKI]] sebagai salah seorang anggota perumus undang-undang dasar negara Indonesia yang ditunjuk oleh [[Jepang]]. Sebagai landasan rumusan undang-undang dasar negara Indonesia, Soepomo menawarkan tiga teori kepada sidang. Pada hakikatnya, [[Soepomo]] menyampaikan gagasan integralismenya karena tidak menerima paham sosialisme sebagai teori kelas (teori golongan) yang dipelopori Marx—serta disepakati oleh [[Friedrich Engels]] dan [[Vladimir Lenin]]—maupun paham liberalisme sebagai teori perseorangan yang berkembang luas di negara-negara [[Eropa]] dan [[Amerika]]. Secara spesifik, Soepomo menilai bahwa sosialisme menurut ajaran Marx yang berlandaskan pertikaian antarkelas tidaklah sejalan dengan watak bangsa Indonesia. Sebab, bangsa Indonesia secara menyeluruh menghindari perselisihan bahkan sebaliknya, ikhlas untuk saling menolong dan gemar bergotong royong. Tentu saja hal ini bertentangan dengan Marxisme yang menonjolkan pertentangan di mana ada golongan atau kelas yang lebih kuat hadir untuk menindas golongan (kelas) lainnya yang lebih lemah, dengan menjadikan negara sebagai alatnya. Di samping itu, Soepomo juga mengemukakan pandangannya bahwa liberalisme ajaran John Locke, J. J. Rousseau, [[Thomas Hobbes]], [[Herbert Spencer]], dan [[Harorld Joseph Laski]]—yang terakhir kemudian berubah haluan menganut Marxisme—yang menyebar di Benua Eropa dan Amerika terlalu individualis untuk masyarakat Indonesia yang karakternya penuh dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaan, juga mudah berbaur dan beradaptasi, sehingga jauh berbeda dari watak masyarakat Eropa.
Soepomo merumuskan pemikirannya mengenai [[Negara Integralistik]] dari paham integralisme yang diilhami oleh [[Adam Muller]], [[Baruch de Spinoza]], dan [[Hegel]].
Paham negara integralisme Indonesia yang dirumuskan Soepomo masih linear dengan teori integralisme oleh para pemikir integralisme lain. Pembeda paham integralisme yang dikenal dunia dari paham integralisme yang digagas Soepomo berakar dari sifat bangsa yang sesuai [[semboyan]] [[bhinneka tunggal ika]] dengan keanekaragaman budaya dan karakter suku bangsa tapi segala perbedaan tersebut bukan dijadikan pertentangan, tapi sebaliknya, justru dipersatukan dalam satu kesatuan yang integral menjadi [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]]. Pemikiran mengenai negara integralisme yang dicetuskan Soepomo merupakan penggabungan dari paham individualisme dengan sosialisme yang diselaraskan dengan karakter masyarakat Indonesia di mana watak kekeluargaan, [[gotong royong]], bahu-membahu, dan saling membantu sudah mendarah daging. Bisa dikatakan bahwa menurut rumusan Soepomo, negara hadir tidak dengan tujuan untuk menjamin kepentingan masing-masing individu. Negara juga hadir bukan hanya untuk golongan tertentu saja dan negara tidak berpihak kepada suatu golongan, melainkan negara ada untuk memberikan jaminan atas kepentingan keseluruhan masyarakat seutuhnya melebur ke dalam satu kesatuan yang integral. Negara integralistik mengakui bahwa kepentingan umum berada di atas kepentingan individu ataupun golongan, serta sejalan dan selaras dengan kultur Indonesia.
Dalam artikel "Teori Integralistik Menurut Soepomo" dijabarkan bahwa teori integralisme Soepomo memiliki enam faktor penting, mencakup:
# Negara merupakan susunan masyarakat yang bersifat erat serta integral atau menyeluruh antar semua golongan
# Seluruh anggota masyarakat merupakan satu kesatuan utuh yang bersifat organis.
# Kepentingan yang berkaitan dengan satu kesatuan atau persatuan masyarakat menjadi hal yang diutamakan.
# Negara tidak memihak golongan tertentu. Negara tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat. Negara mengutamakan keselamatan dan kehidupan bangsa sebagai bentuk satu kesatuan yang harus diutamakan.
# Negara dan rakyat saling bersatu membentuk persatuan.
# Negara mengatasi (memiliki posisi lebih tinggi) dibandingkan dengan seluruh golongan dalam berbagai bidang.
Hak asasi manusia yang diperjuangkan oleh Soepomo dalam paham integralisme yang dicetuskannya terdapat pada poin bahwa masing-masing [[Warga Negara Indonesia]] ataupun semua golongan dijamin untuk tidak tertindas oleh pihak lain, serta memiliki hak mendapatkan perlindungan bilamana seseorang atau golongan ditindas oleh pihak lain, baik antarindividu/antargolongan maupun intragolongan dalam hubungan yang berpola horizontal.
▲== Paham Integralistik ==
Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia termaktub di dalam UUD 1945 Republik Indonesia sesuai konsep negara yang dirumuskan para ''founding fathers'' Soekarno, Hatta, Muhammad Yamin, dan Soepomo. Hak asasi manusia Indonesia tercantum seperti yang tertuang pada pasal 27 ayat (1), pasal 27 ayat (2), pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.
▲Pada hakikatnya, pandangan integralistik mengemukakan hubungan antara warga negara dengan penguasa negara, agar dapat membentuk satu kesatuan utuh. Hubungan tersebut pada konteksnya didukung oleh ikatan kekeluargaan dan kebersamaan.
▲Di dalam pandangan paham [[integralisme]], HAM dianggap berasal dari paham individualisme yang berlawanan dengan paham kolektivitas (sosialis). Paham integralistik melandasi negara dan masyarakat yang menyatu sehingga seluruh hak warga negara secara otomatis diperhatikan oleh negara. Menurut paham integralisme, dengan demikian, negara tidak mungkin akan menindas warga negaranya sendiri.
|