Cinta kasih dalam Kekristenan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 6:
<blockquote>''Suatu waktu berdirilah seorang ahli Taurat seraya bertanya untuk menguji [[Yesus]]. “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" tanyanya. “Apa yang tertulis dalam hukum [[Taurat]],” jawab Yesus. "Apa yang kau baca di sana?” tanya orang itu lagi. “Cintailah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu, dan akal budimu. Cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri,” kata Yesus lagi.''<ref>{{Cite web|title=Lukas 10:25–28|url=https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=Luk%2010:25-28&tab=text|website=Alkitab Sabda|access-date=11 Juli 2021}}</ref><br>––––– Lukas 10:25–28</blockquote>
Menurut [[Agustinus dari Hippo]] dan [[Thomas Aquinas]], cinta kasih merupakan bagian dasar dari kebajikan teologi Kekristenan sebagaimana sistem etika lainnya. Kebajikan dalam Kekristenan secara konvensional dibagi menjadi tujuh bagian dan jika dikombinasikan dengan tujuh dosa besar dapat menjelaskan seluruh spektrum perilaku manusia. [[Mahnaz Heydarpoor]] dalam bukunya berjudul ''Wajah Cinta Islam dan Kristen'' mencatat bahwa tujuh kebajikan tersebut terdiri dari empat kebajikan “alami” (yang sudah dikenal di dunia [[Paganisme|pagan]] kuno) dan tiga kebajikan “teologis” (yang secara khusus ditemukan dalam Kekristenan). kebajikan alami dapat diperoleh melalui usaha manusia, tetapi kebajikan teologis muncul sebagai anugerah dari [[Tuhan]].<ref name=":1" />
Kebajikan-kebajikan teologis di sisi lain tidak berasal dari manusia secara alami. Kebajikan tersebut ditanamkan Tuhan melalui [[Kristus]] dan kemudian diamalkan oleh orang yang beriman kepada-Nya. Kebajikan-kebajikan alami tersebut adalah kebijaksanaan, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Menurut Mahnaz, daftar kebajikan ini berasal dari [[Sokrates]] dan dapat ditemukan dalam pemikiran [[Plato]] dan [[Aristoteles]]. Selain empat kebijakan itu, Kekristenan menambahkan tiga kebijakan teologis, yaitu iman, harapan, dan cinta kasih.<ref>{{Cite book|last=Sujarwa|first=|year=2001|title=Manusia dan Fenomena Budaya: Menuju Perspektif Moralitas Agama|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar|isbn=978-979-9075-69-7|page=46–48|ref={{sfnref|Sujarwa|2001}}|url-status=live}}</ref> Tiga kebijakan ini awalnya diperkenalkan oleh [[Paulus dari Tarsus]], yang memilih [[cinta]] sebagai yang utama dari ketiganya.<ref name=":1">{{Cite book|last=Nurcholish|first=Ahmad|last2=Dja'far|first2=Alamsyah Muhammad|year=2015|title=Agama Cinta: Menyelami Samudra Cinta Agama-Agama|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=978-602-0265-30-8|page=|pages=121–128|ref={{sfnref|Nurcholish|Dja'far|2015}}|url-status=live}}</ref>
|