Konvensi mengenai Kerja Paksa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
memperbaiki artikel
memperbaiki artikel
Baris 1:
'''Konvensi mengenai Kerja Paksa''' atau dalam Bahasa Inggris disebut sebagai ''Forced Labor Convention, 1930 (No.29)'' merupakan instrumen internasional pertama yang dikeluarkan oleh organisasi perburuhan dunia atau ''International Labor Organization'' (ILO) yang secara khusus membahas mengenai '''Kerja Paksa''' atau '''Wajib Kerja.''' Konvensi ini disahkan atau diadopsi pada 28 Juni 1930 di [[Jenewa]], [[Swiss]] dan mulai berlaku pada 1 Mei 1932.<ref>{{Cite web|title=OHCHR {{!}} Forced Labour Convention|url=https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/forcedlabourconvention.aspx|website=www.ohchr.org|access-date=2021-07-31}}</ref> Terdapat dua konvensi yang dikeluarkan oleh ILO terkait dengan kerja paksa, yaitu Konvensi Kerja Paksa 1930 dengan Nomor 29 dan Konvensi Penghapusan Kerja Paksa 1957 dengan Nomor 105. Tulisan fokus untuk membahas '''Konvensi Kerja Paksa 1930.'''
 
Konvensi Kerja Paksa 1930 merupakan salah satu dari 8 Konvensi fundamental yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dan hak-hak kerja yang dikeluarkan oleh ''ILO Governing Body.''<ref>{{Cite web|title=Conventions and Recommendations|url=https://www.ilo.org/global/standards/introduction-to-international-labour-standards/conventions-and-recommendations/lang--en/index.htm|website=www.ilo.org|language=en|access-date=2021-07-31}}</ref> Saat ini Konvensi Kerja Paksa telah diratifikasi oleh 179 negara di dunia (daftar terdapat dalam tabel di bawah) dengan negara yang tidak meratifikasi antara lain [[Afganistan|Afganistan,]] [[Brunei Darussalam]], [[Tiongkok]], [[Kepulauan Marshall]], [[Palau]], [[Tonga]], [[Tuvalu]], dan [[Amerika Serikat|Amerika Serikat.]]<ref name=":5">{{Cite web|title=Countries that have not ratified this Convention|url=https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:11310:0::NO::P11310_INSTRUMENT_ID:312174|website=www.ilo.org|access-date=2021-07-31}}</ref>
Baris 757:
 
== Ketentuan-Ketentuan dalam Konvensi Kerja Paksa 1930 ==
Konvensi Kerja Paksa 1930 memiliki naskah asli yang tertulis dalam [[Bahasa Inggris]] dan [[Bahasa Prancis|Bahasa Perancis.]]<ref name=":4" /> Konvensi ini terdiri dari 33 Pasal dan 67 ayat.<ref name=":4" />
 
* Pasal 1 membahas kewajiban dari "Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang meratifikasi Konvensi ini menjamin untuk menghapus penggunaan kerja paksa atau wajib kerja dalam segala bentuk dalam waktu yang sesingkat mungkin". Selain itu pada ayat 2 di bahas mengenai masa peralihan penggunaan kerja paksa namun hanya untuk keperluan umum dan bersyarat. Kemudian pada ayat 3 di bahas mengenai mekanisme penyiapan laporan oleh ''ILO Governing Body'' dengan mempertimbangkan "kemungkinan penghapusan kerja paksa atau wajib kerja dalam segala bentuk tanpa adanya masa peralihan selanjutnya".
Ketentuan-ketentuan penting yang termuat dalam Konvensi Kerja Paksa 1930 adalah definisi kerja paksa dan adanya jenis-jenis tindakan yang dikecualikan dari definisi kerja paksa.
* Pasal 2 membahas definisi kerja paksa dan jenis pekerjaan tertentu dikecualikan dari ruang lingkup Konvensi Kerja Paksa 1930 (detail pembahasan akan Pasal 2 terdapat dalam paragraf selanjutnya)
* Pasal 3 mendefinisikan istilah ''"competent authority"'' atau dalam terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai "penguasa yang berwenang"
* Pasal 4 kewenangan dan kewajiban dari "penguasa yang berwenang" dalam upaya menghapuskan kerja paksa
* Pasal 5 membahas larangan pemberian izin kepada sektor privat baik individu maupun komunal, perusahaan, dan asosiasi untuk terlibat dalam segala bentuk praktik kerja paksa untuk tujuan produksi maupun perdagangan.
* Pasal 6 mengatur mengenai kewenangan pejabat-pejabat pemerintah meskipun mereka diberikan tugas untuk mengatur warga yang di bawah kedudukannya untuk melakukan suatu pekerjaan demi kepentingan umum namun selayaknya tidak boleh melakukan pemaksaan kepada penduduk untuk tujuan kepentingan pribadi/perorangan, perusahaan, maupun asosiasi
* Pasal 7 membahas larangan pejabat pemerintah yang tidak diberikan kewenangan untuk "tidak melaksanakan tugas sebagai pelaksana dilarang untuk mengadakan kerja paksa atau wajib kerja."
* Pasal 8 membahas mengenai "Tanggung jawab atas setiap keputusan mengadakan kerja paksa atau wajib kerja terletak pada pundak penguasa sipil tertinggi dalam wilayah yang bersangkutan." serta dibahas pula mengenai pendelegasian wewenang kepada otoritas lokal tertinggi untuk mengadakan kerja paksa atau wajib kerja selama tidak menyangkut pemindahan buruh dari tempat kediaman yang tetap.
* Pasal 9 mengatur syarat-syarat diperbolehkannya pengambilan keputusan untuk mengadakan kerja paksa oleh penguasa yang berwenang (Kutipan Pasal 9 ada di paragraf lanjutan setelah poin-poin penjelasan Pasal)
* Pasal 10 membahas upaya penghapusan progresif yang harus dilakukan oleh otoritas setempat sebagai penggantian penagihan pajak. Namun juga dibahas mengenai syarat-syarat kerja paksa yang harus dipertimbangkan oleh penguasa yang berwenang dalam kaitannya kerja paksa sebagai alternatif pilihanpenagihan pajak melalui pelaksanaan pekerjaan umum. Kutipan Pasal 10 ayat 2 yang mengatur pertimbangan-pertimbanagn bagi penguasa yang berwenang sebagai pengganti pajak adalah sebagai berikut:
 
<blockquote>"(a) pekerjaan yang harus dilakukan atau jasa yang harus diberikan merupakan kepentingan langsung yang perlu bagi masyarakat yang dipanggil untuk melakukan pekerjaan atau memberikan jasa itu; (b) pekerjaan atau jasa itu adalah suatu keharusan yang mendesak atau yang akan datang; (c) pekerjaan atau jasa tidak akan memberikan beban yang terlalu berat kepada penduduk, mengingat buruh yang tersedia dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu; (d) pekerjaan atau jasa tidak akan mengakibatkan pemindahan buruh dari tempat kediaman yang tetap; (e) pelaksanaan pekerjaan atau pemberian jasa harus terarah sesuai dengan keperluan agama, kehidupan sosial dan pertanian."</blockquote>
 
* Pasal 11 mengatur tentang kriteria penduduk yang dapat dipanggil untuk melakukan kerja paksa yaitu "orang laki-laki dewasa bertubuh kuat dengan perkiraan umur tidak kurang dari 18 dan tidak lebih dari 45 tahun" dengan pengecualian:
 
<blockquote>"(a) apabila mungkin maka sebelumnya harus ada keputusan dari pejabat kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah, bahwa orang yang bersangkutan tidak menderita suatu penyakit yang menular dan bahwa mereka secara jasmaniah mampu untuk pekerjaan yang diperlukan dan untuk keadaan dimana pekerjaan harus dilaksanakan; (b) pengecualian diadakan terhadap guru, murid dan pejabat pemerintah pada umumnya; (c) pemeliharaan jumlah orang laki-laki dewasa yang bertubuh kuat dalam masyarakat masing-masing perlu sekali untuk keluarga dan kehidupan sosial; (d) menghormati ikatan perkawinan dan ikatan keluarga" <ref name=":4" /></blockquote>
 
* Pasal 12 membahas jangka waktu untuk kerja paksa atau kerja wajib dalam segala bentuk yaitu selama 12 bulan dengan waktu perjalan pulang pergi ke tempat pekerjaan tidak lebih dari 60 hari.
* Pasal 13 membahas jam kerja dalam segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib yaitu sama dengan jam kerja untuk jenis pekerjaan yang dilakukan secara sukarela dengan ketentuan pemberian kerugian atas setiap pekerjaan yang dilakukan melebihi batas waktu kerja yang dimaksud. Ketentuan lainnya yaitu adanya satu hari istirahat dalam satu minggu sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaaan yang berlaku dalam wilayah yang bersangkutan.
* Pasal 14 mengatur mengenai pemberian kerugian secara tunai dengan "ilai tidak kurang dari apa yang terdapat untuk macam pekerjaan yang sama, baik di daerah dimana buruh dipekerjakan maupun di daerah dimana buruh itu diterima"
* Pasal 15 mengatur bahwa Undang-Undang atau produk hukum lainnya yang berhubungan dengan aspek ketenagakerjaan semisal tunjangan harus tetap berlaku sama terhadap orang yang melakukan kerja paksa atau wajib kerja dan terhadap pekerjaan yang dilakukan secara sukarela.
* Pasal 16 mengatur bahwa pemindahan kerja untuk tujuan kerja paksa atau kerja wajib "tidak boleh dipindahkan ke daerah yang makanan dan iklimnya sangat berbeda dengan daerah yang mereka sudah terbiasa, sehingga dapat membahayakan mereka"
* Pasal 17 mengatur bahwa penguasa yang berwenang sebelum mengijinkan kerja paksa atau wajib kerja harus menjamin aspek kesehatan, akomodasi, perjalanan pulang pergi, mekanisme pemberian upah, dan biaya pemulangan apabila terjadi kecelakaan atau sakit.
* Pasal 18 melarang kerja paksa atau wajib kerja yang ditujukan untuk pengangkutan orang atau barang. Namun terdapat pengecualian bahwa pekerjaan tersebut hanya dilakukan untuk tujuan memfasilitasi pemindahan pejabat pemerintah pada waktu sedang bertugas atau untuk pengangkutan persediaan barang pemerintah atau dalam hal keperluan yang sangat mendesak. Diatur pula mengenai aspek kesehatan pekerja yang demikian beserta beban maksimum yang boleh dipikul oleh pekerja pada saat pengangutan, jarak maksimal dan jumlah hari bekerja.
* Pasal 19 mengatur tentang pengesahatan pelaksanaan wajib tanam sebagai cara untuk mencegah terjadinya kelaparan dengan syarat hasil produksi tanam menjadi milik perseorangan atau masyarakat yang menghasilkannya.
* Pasal 20 mengatur secara jelas bahwa kerja paksa atau wajib kerja tidak dibenarkan sebagai salah satu cara atau bentuk hukuman kolektif bagi suatu kelompok masyarakat yang salah satu anggotanya melakukan tindak kejahatan.
* Pasal 21 mengatur secara jelas bahwa kerja paksa atau wajib kerja tidak dibenarkan untuk pekerjaan di dalam tambang bawah tanah.
* Pasal 22 membahas mengenai mekanisme penyerahan laporan tahunan oleh negara anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi Kerja Paksa 1930.
* Pasal 23 mengatur bahwa ketentuan yang termaktub dalam Konvensi ini hanya dapat dijalankan oleh penguasa yang berwenang setelah penguasa yang dimaksud mengeluarkan peraturan yang lengkap dan tepat mengenai penggunaan kerja paksa dan wajib kerja.
* Pasal 24 membahas upaya pengawasan untuk memastikan bahwa ketentuan dalam Konvensi ini dijalankan secara tepat.
* Pasal 25 mengatur bahwa pengadaan kerja paksa atau wajib kerja yang tidak sah merupakan pelanggaran hukum dan harus ditindak secara tegas.
* Pasal 26 membahas penambahan pernyataan bagi negara-negara anggota ILO yang meratifikasi Konvensi ini dengan memanfaatkan ketentuan Pasal 35 yang termaktub dalam Konsitusi ILO.
* Pasal 27 mengatur bahwa ratifikasi harus disampaikan kepada Direktur Jenderal ILO melalui surat ratifikasi resmi.
* Pasal 28 mengatur bahwa Konvensi ini bersifat mengikat bagi anggota ILO yang telah meratifikasinya dan telah didaftarkan kepalda ILO melalui Direktur Jenderal. Waktu berlakunya 12 bulan setelah ratifikasi oleh minimal dua negara anggota ILO yang mana untuk setiap negara peratifikasi diberikan waktu 12 bulan untuk diberlakukan di negaranya sesuai dengan tanggal ratifikasi masing-masing negara.
* Pasal 29 mengatur bahwa Direktur Jenderal dari ILO harus mengumumkan kepada semua anggota ILO setelah ratifikasi oleh dua negara anggota ILO.
* Pasal 30 membahas mengenai mekanisme pembatalan ratifikasi setelah 10 tahun terhitung tanggal Konvensi mulai berlaku efektif.
* Pasal 31 mambahas mengenai waktu penyerahan laporan mengenai pelaksanaan Konvensi.
* Pasal 32 mengatur mengenai status Konvensi Kerja Paksa 1930 apabila terdapat konvensi baru penggantinya.
* Dalam Pasal 33 tertulis bahwa naskan Konvensi ini terdapat dalam versi Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis yang mana keduanya merupakan naskah resmi.<ref name=":4" />
 
Ketentuan-ketentuan penting yang termuat dalam Konvensi Kerja Paksa 1930 adalah '''definisi kerja paksa''' dan adanya '''jenis-jenis tindakanpekerjaan yang dikecualikan dari definisi kerja paksa.'''
 
Pada Pasal 2 ayat (1) dalam Konvensi Kerja Paksa 1930 sesuai dengan terjemahan Bahasa Indonesia resmi dari Konvensi tersebut yang dipublikasikan secara resmi oleh ILO disebutkan " “Kerja Paksa atau Wajib Kerja” ialah semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman apapun di mana orang tersebut tidak menyediakan diri secara sukarela".<ref name=":4">{{Cite web|last=ILO|date=tanpa tahun|title=Terjemahan Konvensi Kerja Paksa 1930|url=https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/legaldocument/wcms_124556.pdf}}</ref> Terdapat 3 elemen penting dari definisi tersebut yang dapat dijadikan indikator kerja paksa, yaitu "pekerjaan atau jasa yang dipaksakan", adanya "ancaman hukuman" dan ketiadaan unsur "sukarela" dari korban.
 
Pasal 2 ayat (2) kemudian tindakan-tindakan yang tidak termasuk kategori kerja paksa, antara lain: <blockquote>"Sekalipun demikian, maka dalam Konvensi ini yang dimaksudkan dengan istilah kerja paksa atau wajib kerja tidak termasuk - (a) setiap pekerjaan atau jasa yang harus dilakukan berdasarkan undang-undang wajib dinas militer untuk pekerjaan yang khusus bersifat militer; (b) setiap pekerjaan atau jasa yang merupakan sebagian dari kewajiban biasa warga negara dari penduduk suatu negara yang merdeka sepenuhnya; (c) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang sebagai akibat keputusan pengadilan dengan ketentuan bahwa pekerjaan atau jasa tersebut dilaksanakan dibawah perintah dan pengawasan pejabat pemerintah dan orang tersebut tidak disewa atau ditempatkan untuk digunakan oleh perorangan secara pribadi, perusahaan atau perkumpulan; (d) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan dalam keadaan darurat, ialah dalam keadaan perang atau bencana atau bencana yang mengancam seperti misalnya kebakaran, banjir, kekurangan makanan, gempa bumi, wabah yang ganas atau wabah penyakit, serangan oleh binatang, serangga atau binatang yang merusak tumbuh-tumbuhan dan pada umumnya setiap hal yang dapat membahayakan keadaan kehidupan atau keselamatan dari seluruh atau sebagian penduduk; (e) tugas kemasyarakatan dalam bentuk kecil semacam yang dilakukan oleh anggota masyarakat tersebut secara langsung dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai kewajiban yang biasa dari warga negara yang dibebankan pada anggota masyarakat, dengan ketentuan bahwa anggota masyarakat atau wakil mereka mempunyai hak untuk dimintakan pendapat tentang keperluan pekerjaan itu."<ref name=":4" /></blockquote>Kemudian dalam Pasal 9 Komvensi Kerja Paksa 1930 juga disebutkan bahwa:<blockquote>" setiap penguasa yang berwenang untuk mengadakan kerja paksa atau wajib kerja, sebelum memutuskan untuk mengadakan kerja paksa harus yakin, bahwa - (a) pekerjaan yang harus dikerjakan atau jasa yang harus diberikan merupakan kepentingan langsung yang perlu bagi masyarakat yang dipanggil untuk melakukan pekerjaan atau memberikan jasa; (b) pekerjaan atau jasa itu adalah suatu keharusan yang mendesak atau yang akan datang; (c) sudah tidak mungkin untuk mendapat buruh secara sukarela untuk melakukan pekerjaan atau memberikan jasa dengan tawaran upah dan syarat kerja yang tidak kurang dari pada yang terdapat dalam daerah itu untuk pekerjaan atau jasa yang sama; dan (d) pekerjaan atau jasa tidak akan memberikan beban yang terlalu berat kepada penduduk, mengingat buruh yang tersedia dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu."<ref name=":4" /></blockquote>Secara singkat, Konvensi tahun 1930 mengizinkan penggunaan kerja paksa dalam keadaan luar biasa yakni jika pekerjaan yang ada mendesak, jika bermanfaat bagi masyarakat, dan jika kerja secara sukarela tidak dapat diperoleh.<ref name=":2" />
 
== Protokol dan Rekomendasi yang melengkapi Konvensi Kerja Paksa, 1930 ==
Baris 809 ⟶ 849:
Meskipun Protokol 2014 untuk Konvensi Kerja Paksa 1930 telah berlaku efektif pada 9 November 2016 dan menjadi bagian penting dalam instrumen hukum internasional (setelah terdapat 2 negara anggota ILO yang meratifikasinya yaitu Niger dan Norwegia), namun Protokol ini hanya mengikat bagi negara-negara yang sebelumnya telah meratifikasi Konvensi Kerja Paksa 1930 dan Protokol 2014 untuk Konvensi Kerja Paksa 1930 sebagai satu kesatuan.<ref name=":9">{{Cite web|last=International Justice Resource Center|date=1 Desember 2015|title=Modernization of Forced Labour Convention Set to Enter into Force|url=https://ijrcenter.org/2015/12/01/modernization-of-forced-labour-convention-set-to-enter-into-force/|access-date=2 Agustus 2021}}</ref>
 
Pada tahun 2015, ILO bersama dengan ''International Organization of Employers'' (IOE) dan ''International Trade Union Confederation'' (ITUC) meluncurkan sebuah kampanye global yang dinamakan ''"50 for Freedom".''<ref name=":9" /> Kampanye tersebut bertujuan untuk mengakhiri segala bentuk perbudakan pada abad ke-21, khususnya dalam bentuk praktik kerja paksa. Fokus utama dari kampanye global ''50 for Freedom'' untuk memperoleh dukungan publik dan yang utama untuk mempengaruhi setidaknya 50 negara anggota ILO untuk meratifikasi Protokol 2014 untuk Konvensi Kerja Paksa 1930 sebagai upaya nyata untuk mengakhiri segala bentuk praktik kerja paksa dengan target waktu tahun 2018.<ref>{{Cite web|last=ILO|date=20 Oktober 2015|title=ILO 50 for Freedom Campaign Kicks Off|url=https://www.ilo.org/global/topics/forced-labour/news/WCMS_417042/lang--en/index.htm|access-date=2 Agustus 2021}}</ref>
 
Melalui siaran pers resmi yang diterbitkan oleh ILO pada 17 Maret 2021, tercatat bahwa lebih dari 50 negara (jumlah tepatnya 54 negara per Agustus 2021) telah meratifikasi otokol 2014 untuk Konvensi Kerja Paksa 1930. Hal ini tentunya telah memenuhi target minimum negara peratifikasi dalam kampanye global ''50 for Freedom .'' Tercatat [[Sudan]] menjadi negara ke-50 yang meratifikasi Protokol tersebut.<ref>{{Cite web|last=ILO|date=17 Maret 2021|title=50 for Freedom forced labour campaign reaches landmark target|url=https://www.ilo.org/global/about-the-ilo/newsroom/news/WCMS_775898/lang--en/index.htm|access-date=2 Agustus 2021}}</ref>
 
== Daftar Referensi ==