Filsafat hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 25:
[[Berkas:Filsafat_HAM_Status_Naturalis.jpg|jmpl|297px|ka|Setiap orang menyandang hak asasi secara status naturalis sesuai pemikiran John Locke, maka hak asasi berlaku tanpa pandang gender, tanpa melihat usia.]]
 
Sesuai pemikiran John Locke sebagai [[filsuf]], manusia memiliki kebebasan dan hak-hak asasi yang didapatkan secara alamiah telah melekat sejak dilahirkan (''status naturalis''). Hak-hak asasi tersebut mencakup hak-hak yang dimiliki secara pribadi seperti hak atas kehidupan, kebebasan dan kemerdekaan, serta harta milik (hak memiliki sesuatu) yang tidak boleh diganggu gugat, bahkan negara pun dilarang untuk mencabut hak tersebut karena hak-hak tersebut dianugerahkan oleh Tuhan secara langsung kepada manusia, walaupun manusia sendiri tidak berarti bisa berbuat seenaknya tanpa batas. Sebab, setiap orang juga tetap tidak boleh melanggar hak-hak asasi orang lain. “''The state of nature has a law of nature to govern it, which obliges every one: and reason, which is that law, teaches all mankind, who will but consult it, that being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions''."<ref> [https://courses.lumenlearning.com/sanjacinto-philosophy/chapter/john-locke-second-treatise-of-government-chapter-2-of-the-state-of-nature. Introduction to Philosophy]. Diakses 29 Juni 2021</ref>
 
Menurut gagasan John Locke, hak asasi manusia dimiliki secara alamiah, dan negara hadir untuk menjamin dan menjaga bahwa hak asasi disandang oleh masing-masing orang tanpa perlu merasa cemas bahwa hak asasinya dilanggar dan dicabut karena negara telah mengaturnya secara konstitusional di dalam undang-undang. Pemikiran John Locke yang menjadi orang pertama sebagai peletak dasar unsur negara hukum demikian kemudian menjadikan dirinya sebagai Bapak Hak Asasi Manusia. John Locke bahkan mengemukakan bahwa negara wajib memberikan jaminan terwujudnya kebebasan dan terlaksananya hak asasi manusia ditegakkan. Pemikiran tersebut merupakan dasar terlahirnya [[Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat]] 1776.
Baris 77:
 
Paham negara integralisme Indonesia yang dirumuskan Soepomo masih linear dengan teori integralisme oleh para pemikir integralisme lain. Pembeda paham integralisme yang dikenal dunia dari paham integralisme yang digagas Soepomo berakar dari sifat bangsa yang sesuai [[semboyan]] [[bhinneka tunggal ika]] dengan keanekaragaman budaya dan karakter suku bangsa tapi segala perbedaan tersebut bukan dijadikan pertentangan, tapi sebaliknya, justru dipersatukan dalam satu kesatuan yang integral menjadi [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]]. Pemikiran mengenai negara integralisme yang dicetuskan Soepomo merupakan penggabungan dari paham individualisme dengan sosialisme yang diselaraskan dengan karakter masyarakat Indonesia di mana watak kekeluargaan, [[gotong royong]], bahu-membahu, dan saling membantu sudah mendarah daging. Bisa dikatakan bahwa menurut rumusan Soepomo, negara hadir tidak dengan tujuan untuk menjamin kepentingan masing-masing individu. Negara juga hadir bukan hanya untuk golongan tertentu saja dan negara tidak berpihak kepada suatu golongan, melainkan negara ada untuk memberikan jaminan atas kepentingan keseluruhan masyarakat seutuhnya melebur ke dalam satu kesatuan yang integral. Negara integralistik mengakui bahwa kepentingan umum berada di atas kepentingan individu ataupun golongan, serta sejalan dan selaras dengan kultur Indonesia.
Dalam artikel "Teori Integralistik Menurut Soepomo" yang ditulis Vanya Karunia Mulia Putri dengan Nibras Nada Nailufar sebagai editornya, dijabarkan bahwa teori integralisme Soepomo memiliki enam faktor penting, mencakup:<ref>Putri, Vanya Karunia Mulia. Nibras Nada Nailufar2021, ed:tanpa [https://wwwhalaman.kompas.com/skola/read/2021/02/23/143025669/teori-integralistik-menurut-soepomo “Teori Integralistik Menurut Soepomo”]. Kompas.com, 2021</ref>
 
# Negara tersusun dari satu kesatuan masyarakat beserta seluruh golongan.
Baris 119:
* pasal 31 ayat (1) hak yang berkenaan pendidikan.
 
Pada hakikatnya, konsep hak asasi manusia diterima oleh masyarakat Indonesia karena sejalan dengan konsep ideologi [[Pancasila]]. Meskipun pada awalnya, para perumus konsep negara memiliki perbedaan pendapat mengenai konsep hak asasi manusia. Menurut Phalita Gatra ,<ref>Gatra 2019, Phalita:tanpa [https://wwwhalaman.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58e0c8234493e/konsep-hak-asasi-manusia-yang-digunakan-di-indonesia/ "Konsep Hak Asasi Manusia yang Digunakan di Indonesia"]. 2019</ref>, Soekarno dan Soepomo berpendapat bahwa hak asasi manusia berakar dari paham individualisme yang bertentangan dengan paham yang akan menjadi prinsip negara sehingga sepakat untuk tidak memasukkan konsep hak asasi manusia ke dalam konsep negara yang tengah mereka bangun. Sementara Hatta dan Mohammad Yamin sama-sama beropini bahwa hak asasi manusia perlu dimasukkan ke dalam UUD 1945. Hatta mengemukakan bahwa itu agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh negara. Yamin menekankan bahwa hak asasi manusia harus dapat diakui oleh UUD 1945 sebagai perlindungan kepada kemerdekaan warga negara. Tiap-tiap warga negara harus dijamin kemerdekaannya di dalam menyandang hak asasi yang telah melekat pada dirinya semenjak masih di dalam kandungan sehingga tidak mendapatkan diskriminasi, perisakan, ataupun penindasan dari pihak lain
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===