Saibatin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dedy Tisna Amijaya (bicara | kontrib)
k menambahkan temple
Dedy Tisna Amijaya (bicara | kontrib)
k Memperbaiki artikel
Baris 1:
[[Berkas:Siger Saibatin pesisir.jpg|jmpl|Siger Saibatin]]
[[Berkas:Pohon Sekala .jpg|jmpl|Tumbuhan Sekala yang memiliki daun yang lebar (Bkhak), Tumbuhan ini Asal mula sebutan Sekala Bkhak (Brak).]]
Saibatin<ref>http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=346733&val=6466&title=SISTEM%20PERWARISAN%20MASYARAKAT%20ADAT%20SAIBATIN%20DALAM%20KELUARGA%20YANG%20TIDAK%20MEMPUNYAI%20ANAK%20LAKI-LAKI%20Studi%20di%20Kota%20Bandar%20Lampung</ref> adalah bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Sesuai dengan tatanan sosial dalam adat '''Saibatin''', hanya ada satu Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) dalam setiap generasi kepemimpinan. Karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan turun temurun dari generasi ke generasi '''tertua dari garis Ratu''' untuk Sultan/Saibatin. Tertua laki-laki untuk adat Saibatin. memilikiMemiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakathejongan dan tradisijujjokh. Adat Saibatin menarik garis keturunan kebapakan, sangat mementingkan seorang anak laki-laki dalam anggota keluarganya sebagai penerus keturunan. Sebuah keadaan khusus, dimana dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dimungkinkan melakukan pengangkatan anak melalui perkawinan adat semanda (ngakuk ragah).apabila sebuah keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, agar tidak putus keturunan maka pihak perempuan melakukan pengangkatan anak laki-laki yang disahkan dalam upacara adat pemberian gelar, yang dikenal dengan “Anak Mentuha”. Kemudian anak perempuan melakukan perkawinan semanda dengan mengambil laki-laki (ngakuk ragah) yaitu anak mentuha tersebut.
==Komunitas Budaya Adat Saibatin==
Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini melambangkan tujuh adoq, yaitu sultan (untuk raja adat dikepaksian), Khaja/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas/inton, Setiap jenjang adok memiliki “ rukun pedandan” atau ketentuan adat tersendiri yang dilarang dipakai oleh adok lain, melekat bagi dirinya tatanan adat mengenai “alat di lamban, alat dibadan , dan alat dilapahan”. Oleh karena kekhususan tatanan tersebut, dengan melihat tatanan yang dikenakan seseorang, maka dengan mudah dapat diketahui kedudukan dan adoknya Selain itu, ada pula yang di khususkan diperuntuk kan hanya boleh dipergunakan oleh Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) diantaranya :
 
==Pewarisan==
Masyarakat Adat Saibatin yang bersifat Patrilineal, memiliki konsep dasar perwarisan berupa penerusan harta waris kepada anak laki-laki tertua. Sebuah keadaan khusus, dimana dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dimungkinkan melakukan pengangkatan anak secara adat dan melakukan sebuah perkawinan adat semanda (ngakuk ragah). Yang artinya perkawinan ini terjadi dikarenakan sebuah keluarga hanyamempunyai anak wanita, maka anak wanitaitu mengambil pria (dari anggota kerabatnya ataupun diluar kerabatnya) untuk dijadikan suami dan mengikuti kerabat isteri untuk selama perkawinan gunamenjadi penerus keturunan pihak isteri. Istilah adat Saibatin untuk anak angkat tersebut disebut “anak Mentuha”. Anak laki-laki hasil perkawinan terbutlah yang kemudian akan berhak atas harta warisan.
===Peminggir===
Masyarakat adat Saibatin mempunyai budaya, suku serta Organisasi adat dan komunitas budaya yang dibedakan menjadi dua golongan adat yang besar, yaitu Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) dan Komunitas Masyarakat budaya Pepadun, yang para anggotanya mayoritas memeluk agama Islam. Masyarakat asli Suku Lampung 100% beragama Islam, agama yang diwariskan dari turun temurun dari generasi ke generasi kecuali suku Lampung tersebut berpindah agama lain. Perbedaan antara Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) dan Komunitas Masyarakat Budaya Pepadun hal terkecil adalah dari bahasa daerah yang digunakan namun kedua masyarakat tersebut dapat saling memahami satu sama lain dalam percakapannya sehari-hari. Masyarakat Adat Peminggir (Saibatin) yang berada didaerah pesisir terdiri Kepaksian, Bandar lima way lima, Marga teluk peminggir, Marga pemanggilan peminggir, Masyarakat marga pelinting. Ada 2 (dua) harta warisan dalam masyarakat adat Lampung Saibatin, yaitu:
#Harta warisan adat yang tidak dapat dibagi memiliki arti bahwa harta tersebut dapat dimiliki bersama oleh para ahli waris, tidak dapat dikuasai secara perseorangan. Harta tersebut biasa disebut harta pusaka ynag turun termurun diwariskan kepada penerus keturunannya. Harta ini dikuasai oleh yang memiliki gelar adat atau anak laki-laki tertua laki-laki si Pewaris menurut tingkatannya masing-masing. Harta pusaka itu sendiri terbagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu harta pusaka yang tidak berwujud dan harta pusaka yang berwujud akan tetapi secara otomatis turun kepada anak laki-laki tertua sebagai akibat sistem perwarisan mayorat laki-laki yang dianut oleh masyarakat adat Saibatin. begitu pula dengan hejongan dan jujjokh di dalam adat bulambanan.
#dengan penerusan atau pengalihan hak atas kedudukan dan harta kekayaan ini berlaku pada saat pewaris berumur lanjut, ahli waris anak laki-laki tertua juga sudah mapan berumah tangga. Cara perwarisan ini berakibat pada perpindahan hak dan kewajiban sebagai kepala rumah tangga, tetapi Pewaris karena masih hidup masih memiliki peran sebagai penasihat. Penerusan atau pengalihan ini juga sebagai dasar kebendaan bagi Pewaris untuk memberikan pemberian berupa barang-barang tertentu kepada para ahli waris lainnya yang ingin menikah, seperti bidang-bidang tanah ladang, rumah dan perkarangannya serta kebun atau sawah<ref>http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=346733&val=6466&title=SISTEM%20PERWARISAN%20MASYARAKAT%20ADAT%20SAIBATIN%20DALAM%20KELUARGA%20YANG%20TIDAK%20MEMPUNYAI%20ANAK%20LAKI-LAKI%20Studi%20di%20Kota%20Bandar%20Lampung</ref>.
==Komunitas=Ciri Budayalain Adatdari Saibatin===
Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini melambangkan tujuh adoq, yaitu sultan (untuk raja adat dikepaksian), Khaja/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas/inton, Setiap jenjang adok memiliki “ rukun pedandan” atau ketentuan adat tersendiri yang dilarang dipakai oleh adok lain, melekat bagi dirinya tatanan adat mengenai “alat di lamban, alat dibadan , dan alat dilapahan”. Oleh karena kekhususan tatanan tersebut, dengan melihat tatanan yang dikenakan seseorang, maka dengan mudah dapat diketahui kedudukan dan adoknya Selain itu, ada pula yang di khususkan diperuntuk kan hanya boleh dipergunakan oleh Sultan (Saibatin Raja Adat Dikepaksian) diantaranya :
*Tanduan
 
Tanduan merupakan salah satu perlengkapan adat yang menjadi bagian dari tradisi peninggalan nenek moyang suku bangsa Lampung, khususnya di Sekala Brak sebagai tempat bermulanya adat saibatin di Provinsi Lampung. Tanduan merupakan sebuah alat perlengkapan adat yang dihadirkan untuk seorang pimpinan adat saibatin atau sultan yang akan melakukan prosesi perjalanan adat seperti arak arakan atau disebut “ lapahan saibatin”,hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya.
 
*Aban/Awan Gemisikh
 
Aban Gemisikh/Awan Gemisikh Aban Gemisir merupakan salah satu perlengkapan adat yang menjadi bagian dari tradisi peninggalan suku bangsa Lampung, khususnya di Sekala Brak sebagai tempat bermulanya adat saibatin di Provinsi Lampung. Aban Gemisir atau ada pula yang menyebutnya Awan Gemiser merupakan sebuah alat perlengkapan adat yang dihadirkan untuk seorang pimpinan adat atau saibatin yang akan melakukan prosesi perjalanan adat seperti arak arakan atau disebut “ lapahan saibatin”, hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya.
 
*Lalamak titikuya
 
Lalamak titi kuya, Jambat Agung Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Sai Batin pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak- arakan. Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Sai Batin. Setelah Sai Batin menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Sai Batin melangkah. Jangan sampai telapak kaki Sai Batin langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya. Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Sekala Brak terhadap SaiBatinnya. hingga saat ini perlengkapan adat tersebut masih hal yang terkhusus, sebab tidak sembarang orang bisa memakainya<ref>https://media.neliti.com/media/publications/35699-ID-sistem-perwarisan-masyarakat-adat-saibatin-dalam-keluarga-yang-tidak-mempunyai-a.pdf</ref><ref>file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/19830-45688-1-PB.pdf</ref>.