Pamflet: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis)
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Kesalahan pranala pipa)
Baris 6:
Konotasi modern dari kata pamflet terkait dengan isu komtemporer yang dibuat sebagai argumen kebencian mengarahkan pada terjadinya Perang Sipil Inggris; artian ini muncul pada tahun 1642.
 
Di [[Jerman]], [[Prancis]], dan [[Italia]], pamflet biasanya memiliki konotasi negatif sebagai usaha [[propaganda]] agama atau semacamnya; terjemahan netral dari Bahasa Inggris ''pamphlet'', termasuk “''flugblatt''” dan “''broschüre''” dalam [[Bahasa Jerman]], serta “''fascicule''” dalam [[Bahasa Prancis]]. Sedangkan dalam Bahasa Romawi, pamflet dapat dikonotasikan sebagai usaha propaganda atau [[Satire|''[[satire'']]'', sehingga lebih cocok diterjemahkan menjadi “''brochure''” (''DEX online – Cautare'': pamflet). Kemudian dapat disandingkan dengan kata ''libelle'' atau ''libellus'' dalam Bahasa Latin yang diartikan sebagai “buku kecil”.
 
Di [[Spanyol]], “''panfleto''” diartikan sebagai tulisan yang jelas, atau pada umumnya agresif. Lalu diperluas menjadi tulisan propaganda politik. Tidaklah membingungkan terkait kata ''pamphlet'' dalam Bahasa Inggris, yang tidak memiliki konotasi negatif. Konotasi negatif di atas, dalam [[Bahasa Spanyol]] lebih tepat diterjemahkan sebagai “''folleto''”.
Baris 25:
 
== Perjuangan Kemerdekaan Indonesia ==
Pada tahun 1913, ''[[Indische Partij|]]''Indische Partij'']] menerbitkan sebuah pamflet yang ditulis oleh RM. Suwardi Suryaningrat (atau kemudian dikenal sebagai [[Ki Hadjar Dewantara]]), yang dalam Bahasa Indonesia berjudul "Jika Saya Menjadi Seorang Belanda," yang membuatnya terkenal sekaligus dicari. Pamflet tersebut berisi hal-hal yang dianggap subversif dan kurang ajar oleh pemerintahan kolonial dan orang-orang Belanda. Pamflet ini diterjemahkan ke dalam [[Bahasa Melayu]], yang kemudian membuatnya beserta dua orang temannya, [[Ernest Douwes Dekker|EFE. Douwes Dekker]] dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo|Dr. Cipto Mangunkusumo]] (mereka dikenal sebagai [[Tiga Serangkai]]) diasingkan ke Belanda.
 
Pada awal [[kemerdekaan Indonesia]], yakni tahun 1945, [[Sutan Syahrir]] menerbitkan pamflet berjudul “Perjuangan Kita” (“''Our Struggle''”) yang sangat berpengaruh. Pamflet tersebut mengungkapkan secara khusus keinginannya untuk melihat Indonesia menghindari suatu sistem satu partai di bawah [[eksekutif]] yang monolitik. Dia takut jika nantinya berkembang pemerintahan [[Totaliterisme|totaliter]] di Indonesia karena warisan [[otoritarianisme]] [[Feodalisme|feodal]] yang telah hidup lama dan diperkuat oleh periode panjang pemerintahan [[Hindia Belanda|kolonial]].