Kumis kucing: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: +{{Taxonbar|from={{subst:#invoke:WikidataIB|getQid}}}}
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
Baris 18:
|}}
 
'''''[[Orthosiphon]] aristatus''''' atau dikenal dengan nama '''kumis kucing''' termasuk [[tanaman]] dari famili [[Lamiaceae]]/Labiatae.<ref name="Taxo">{{en}} [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?lin=s&p=has_linkout&id=204151 Orthosiphon aristatus, Taxonomy]</ref>. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman [[obat]] asli [[Indonesia]] yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai [[penyakit]].<ref name="Kumis">Herawaty, Tety dan Ari Novianti. 2006. Kumis Kucing. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Obat Aasli Indonesia. Halaman 4-13</ref>
 
== Sejarah ==
Baris 32:
 
== Distribusi ==
Distribusi kumis kucing yaitu di :<ref name=ars>{{en}} [http://www.ars-grin.gov/~sbmljw/cgi-bin/taxon.pl?411815 Orthosiphon aristatus (Blume) Miq] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150924161053/http://www.ars-grin.gov/~sbmljw/cgi-bin/taxon.pl?411815 |date=2015-09-24 }}</ref>:
* [[asia]]-Iklim subtropis
# [[Cina]]: Cina - Fujian, Guangxi, Hainan, Yunnan
Baris 45:
 
== Metabolomik ==
Penelitian mengenai tumbuhan kumis kucing saat ini salah satunya dalah senyawa inhibitor α-Glukosidase dan antioksidan dari kumis kucing yang dilakukan dengan pendekatan metabolomic berbasis FTIR (''fourier transform infrared''). Senyawa inhibitor ini dapat mengganggu kerja enzim α-Glukosidase dalam memecah karbohidrat menjadi glukosa pada saluran pencernaan sehingga dapat mencegah meningkatnya kadar gula darah yang merupakan penyebab penyakit diabetes. Selain itu juga tanaman kumis kucing kaya akan senyawa antioksidan sehingga tanaman ini berpotensi pula untuk menurunkan risiko komplikasi diabetes akibat stress oksidatif. Dari sejumlah penelitian teridentifikasi 116 senyawa aktif dari tanaman kumis kucing yang berasal dari kelompok monoterpene, diterpene, trirerpena, saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan asam organik. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan FTIR, dan pengujian terhadap kemampuan inhibisi, dan antioksidan didapatkan cukup banyak senyawa yang dapat berperan hanya sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase, maupun dapat berfungsi sebagai antioksidan. Hasil dari metode FTIR menangkap adanya senyawa dengan gugus fungsi karbonil, metoksi, hidroksil, dan C-O yang mengindikasikan keberadaan senyawa dari kelompok metoksi flavonoid (sinensitin dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpene (ortosifol, ortoarisin, neoortotosifol, staminal, dan staminolakton), dan triterpene (asam ursolat, asam oleanolat, asam betulinat, asam hidroksibetulinat, asam maslinat). Sementara senyawa yang terbukti sebagai antioksidan yaitu senyawa fenolik (asam rosmarinate), flavonoid (eupatorine, sinensetin, 5-hidroksi-6,7,3’,4’-tetranetoksiflavon, salvigenin, 6-hidroksi-5,7,3’-trimetoksiflavon dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpene (ortosifol, ortoarisin, neoortosifol, staminal, dan staminalakton), triterpene (asam ursolat, asam olenolat, asambetulinat, asam hidrolsibetulinat, asam maslinat, dan amirin) .<ref>'''N. Yuliana, "Senyawa Inhibitor α-Glukosidase dan Antioksidan Dari Kumis Kucing Dengan Pendekatan Metabolomik Berbasis FTIR.," vol. 27, pp. 13-18, 2016.'''</ref>.  
 
== Agronomi ==
Dalam skala produksi, kumis kucing dikemas dalam bentuk kering yang sering disebut simplisia. Di Indonesia sendiri budidaya kumis kucing masih dalam skala ekstensif, sehingga produksinya cukup rendah. Data produktivitas kumis kucing tahun 2015 di sukabumi mencatat produksi kumis kucing di sukabumi tidak lebih dari 0,25 ton ha<sup>−1</sup>.<ref name=":0">'''B. P. Statistik, "Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman di Jawa Barat, 2016," 28 Maret 2018. [Online]. Available: <nowiki>https://jabar.bps.go.id/statictable/2018/03/29/521/luas-areal-dan-produksi-perkebunan-rakyat-menurut-jenis-tanaman-di-jawa-barat-2016.html</nowiki>.'''</ref>. Untuk itu dapat dilakukan Teknik budidaya yang tepat untuk dapat menghasilkan produksi simplisia yang tinggi. Produksi simplisia sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan dan pengaturan panen. Pemupukan adalah salah satu bagian dari Teknik budidaya yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan produksi simplisia kumis kucing. Salah satunya adalah pengaturan waktu pemupukan, dan jenis pupuk. Umumnya digunakan pupuk organic, sebab fungsi dari penumbuhan tanaman untuk obat, namun pupuk organic memiliki kelemahan karena pelepasan hara yang lamba pada pupuk organik. Pemupukan umumnya dilakukan saat awald tanam untuk mendukung pertumbuhan awal tanaman, namun pemupukan selama masa pertumbuhan juga perlu untuk mendapatkan ''supply'' hara yang cukup dalam mendukung pertumbuhan berikutnya, terutama karena bagian yang dipanen dari kumis kucing adalah bagian vegetative. Selain itu juga perlu diperhatikan pengaturan ketinggian panen, agar tanaman dapat mempertahankan kondisinya sehingga produksi pada panen-panenberikutnya tidak terganggu. Hermansyah ''et al''. (2009) menyatakan bahwa pemangkasan pada nilam yang menyisakan sisa cabang satu dan dua pada panen kedua menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak pada perumbuhan berikutnya dibandingkan dengan pemangkasan yang tidak menyisakan cabang. Contohnya pada pemanenan basil India (''Ocimum basilicum'' L.) pada 40 dan 60 hari setelah tanam (HST) menghasilkan total biomassa dua kali panen yang lebih banyak dengan pemangkasan 7,5&nbsp;cm dan 15&nbsp;cm dari permukaan tanah dibandingkan pemangkasan 0&nbsp;cm dari permukaan tanah.<ref>Hermansyah, Y. Sasmita, E. Inoriah. 2009.
 
Penggunaan pupuk daun dan manipulasi
Baris 56:
panen kedua tanaman nilam. Akta
 
Agrosia. 12(2): 194-203.</ref>. Menurut Rista ''et al.'' (2017), produksi simplisia daun kumis kucing tertinggi diperoleh dengan memberikan pupuk kadang secara sekaligus sebanyak 10 ton ha<sup>−1</sup> saat pindah tanam dan memangkas kumis kucing dengan ketinggian pangkas 30&nbsp;cm dari permukaan tanah. Perlakuan ini dapat meningkatkan produksi hingga mencapai produksi 3,09 ton ha<sup>−1</sup>, yang produksinya dilakukan selama 23 minggu setelah penanaman, dengan enam kali pemanenan (produksi dilakukan tiap 4 minggu sekali) .<ref>'''R. Delyani, "Produksi Simplisia Kumis Kucing dengan Perbedaan Cara Pemupukan dan Ketinggian Pangkas pada Rotasi Panen Tiga Minggu," ''J. Hort. Indonesia,'' vol. 8, no. 3, pp. 209-217, 2017.'''</ref>.
 
== Produksi ==
Di Jawa Barat, kumis kucing masih menjadi komoditas yang kurang diminati oleh petani untuk bercocok tanam. Hal ini terbukti dengan sangat rendahnya produksi tanaman ini di Jawa Barat yaitu hanya 55 ton daun per tahunnya .<ref name=":0" />.
{| class="wikitable"
| colspan="8" |Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman di Jawa Barat, 2016
Baris 389:
| colspan="8" |''Sumber Data: Dinas Perkebunan Provinsi  Jawa Barat''
|}
Hasil ini diperoleh dari hanya 217 hektar kebun di Jawa Barat. Hal ini masih sangat kecil dibanding luas perkebunan kelapa dalam yang mencapai 112 ribu hektar. Oleh sebab itu produksi dari tanaman ini dapat ditingkatkan lagi sebab waktu untuk produksi tanaman ini termasuk lebih cepat daripada waktu yang diperlukan untuk produksi tanaman lainnya. Di Indonesia, produk utama dari tumbuhan kumis kucing adalah daunnya yang dikeringkan yang bermanfaat sebagai bahan dasar obat .<ref>'''S. Purwandari, "Studi Serapan Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Baku pada Berbagai Industri Obat Tradisional di Indonesia [Tesis]," ''Bogor: Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor,'' 2001.'''</ref>. Tetapi belum ada standar mutunya sendiri dari produk daun kering kumis kucing di Indonesia, sebab masih belum terlalu umum digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai obat. Umumnya daun kumis kucing ini masih tergolong sebagai obat-obatan tradisional dan belum diproduksi menjadi suatu produk dengan skala produksi yang besar.
 
== Pertumbuhan ==