Nama-nama Tiongkok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
Baris 22:
:* Aihe Wang, ''Cosmology and Political Culture in Early China''. Cambridge University Press, 2000.
:* Regarding the accuracy of the translation, Professor Chen Jian writes: "I believe that 'Central Kingdom' is a more accurate translation for 'Zhong Guo' (China) than 'Middle Kingdom'. The term 'Middle Kingdom' does not imply that China is superior to other peoples and nations around it — China just happens to be located in the middle geographically; the term 'Central Kingom', however, implies that China is superior to any other people and nation 'under the heaven' and that it thus occupies a 'central' position in the known universe." (''Mao's China and the Cold War''. UNC Press. ISBN 0-8078-4932-4)
</ref>. Penamaan ini terkait dengan artinya dimana mereka percaya bahwa mereka adalah "pusat dari peradaban" ,<ref>《尚書•梓材》:「皇天既付中國民越厥疆土于先王」secara umum dapat diterjemahkan menjadi "Surga telah memberikan tanah dan rakyat Zhongguo pada pendahulu kami".</ref>, sementara orang-orang lainnya dalam empat daerah yang berbeda dinamakan [[Dongyi|Yi Timur]], [[Nanman|Man Selatan]], [[Xirong|Rong Barat]] dan [[Beidi|Di Timur]] sesuai daerahnya. Namun ada beberapa catatan lain yang menyatakan bahwa "Zhongguo" aslinya ditujukan untuk ibu kota dari kerajaan, sebagai pembeda dari kota-kota lainnya yang "dilindungi" oleh kerajaan <ref>《毛亨·傳》:「中國,京師也」 Secara umum diterjemahkan sebagai "Zhongguo, Ibu kota."</ref> Penggunaan ''"Zhongguo"'' juga merupakan pengesahan secara politik dimana ''"Zhongguo"'' sering digunakan oleh negara-negara bagian yang melihat dirinya sebagai penerus sah satu-satunya dari dinasti sebelumnya; sebagai contoh dalam era [[Dinasi Song Barat]], baik [[Dinasti Jin]] dan Dinasi Song Barat mengaku sebagai ''"Zhongguo"''.<ref>Lihat Quansongwen (8345 bab), 2005. Teks sejarah ini ditulis dalam periode Song Barat dan menilai bahwa Dinasti Jin sebagai "barbar", sementara teks Jin menggambarkan rakyat Song sebagai "Manzi". Teks resmi sejarah yang dikeluarkan oleh Songshi, yang ditulis setelah periode ini menggambarkan keduanya secara lebih netral.</ref>.
 
"Zhōngguó" dalam berbagai bahasa:
Baris 135:
 
===== Cina =====
Dokumen tertua yang mencatat istilah "cina" di [[Nusantara]] adalah inskripsi (tulisan) pada lempeng [[tembaga]] Bungur A berangka tahun 860 M. Prasasti ini menyebut tentang ''juru cina''<ref>Miksic J.N. 1995. ''The legacy of Majapahit''. National Museum of Singapore. Hal. 92.</ref> sebagai orang yang bertugas mengurus pedagang/pemukim dari Tiongkok. Dapat diduga, istilah ini dipinjam dari kata [[bahasa Sanskerta]], ''Cīna'' (चीन), yang sudah dipakai untuk daerah Tiongkok paling tidak sejak 150 M.<ref name="Fairbank">Tertulis pada kitab ''[[Arthashastra]]'' Buku ke-2 karya [[Kautilya]] (Denis Crispin Twitchett, Michael Loewe, John King Fairbank, ''The Ch'in and Han Empires 221 B.C.-A.D. 220'', p. 20.)</ref> Teori [[Martin Martini]] menyebutkan bahwa nama Sanskerta ini mengambil dari [[dinasti Qin]] (秦, dibaca seperti ''tchin'', [[Alfabet Fonetis Internasional|IPA]]: ''tɕʰǐn'') yang berkuasa (221 – 206 SM) atau dari nama salah satu kerajaan Tiongkok di era dinasti [[Zhou]] bernama sama.<ref name="Martini">Martino, Martin, ''Novus Atlas Sinensis'', Vienna 1655, Preface, p. 2.</ref>.
 
Menurut hasil riset Leo Suryadinata, istilah "cina" telah digunakan di [[Hindia Belanda]] sejak sejak kedatangan perantau awal abad ke-17.<!--out of place| Teks-teks semi klasik di Tiongkok sendiri sempat menggunakan istilah Zhina.--><ref name="ceritanet">{{id}} [http://www.ceritanet.com/15cina.htm menurut Leo Suryadinata dalam tulisan "Tionghoa Atau Cina, Di Era Reformasi" oleh A. Dahana] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20071010050455/http://www.ceritanet.com/15cina.htm |date=2007-10-10 }}</ref><ref>*Islam and Chineseness, Denys Lombard
* Claudine Salmon dan Le carrefour javanais, Denys Lombard</ref> Para perantau yang datang dari Tiongkok ke Nusantara kemudian membentuk perkampungan mereka sendiri. Dalam perbauran dengan budaya lokal dikenal wayang 'Po Te Hi' [[dimana]] salah satu tokohnya disebut sebagai 'Puteri Cina' .<ref>{{id}} [http://www.yabina.org/RENUNGAN/01/R0201.HTM Yabina: Cina atau Tionghoa]</ref>.
 
Makna kata "Cina" berubah pada akhir tahun 1960-an menyusul diterbitkannya sebuah [[:s:Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967|Surat Edaran Nomor 06/Preskab/6/67]] yang mengklaim bahwa "istilah 'Tionghoa/Tiongkok' "mengandung nilai-nilai yang memberi assosiasi-psykopolitis yang negatif bagi rakyat Indonesia", sedang istilah 'Cina' tidak lain hanya "mengandung arti nama dari suatu dynasti dari mana ras Cina tersebut datang", sedangkan sesungguhnya kata "cina" tersebut berkonotasi dengan kebencian yang ditujukan untuk menghina dan merendahkan orang Tionghoa.<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/17/legislator-wants-official-abolition-word-%E2%80%98cina%E2%80%99.html Legislator wants official abolition of word ‘Cina’ ]</ref>
Baris 159:
Sekitar akhir abad ke-19{{fact|date=Maret 2010}} diambilah jalan tengah penggunaan istilah '''Tiongkok''' yang diambil dari terjemahan ''Chung Kuo'' ([[pinyin]]: [[#Zhongguo dan Zhonghua|Zhong Guo]]). Pada tahun 1901 didirikan organisasi '''[[Tiong Hoa Hwee Koan]]''' ([[pinyin]]: ''Zhong Hua Hui Guan'') terpengaruh gerakan pembaruan di daratan Tiongkok. Organisasi ini dipimpin oleh [[Kang Yu Wei]], [[Liang Chi Chao]], dan [[Phoa Keng Hek]] di [[Jakarta]] dengan tujuan antara lain mengembangkan adat-istiadat dan tradisi Tionghoa sesuai ajaran-ajaran [[Khonghucu]] dan mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama di bidang tulis-menulis dan bahasa. Penggunaan kata Tionghoa juga terpengaruh gerakan [[Sun Yat Sen|Dr. Sun Yat Sen]] untuk meruntuhkan [[Dinasti Qing]] dan menggantinya dengan ''Chung Hwa Ming Kuo'' ([[pinyin]]: Zhong Hua Min Guo) atau "[[Republik Tiongkok]]". Sejak saat itu mereka menyebut dirinya orang Tionghoa, yaitu dialek Hokkian dari kata bahasa Mandarin ''Chung Hwa'' ([[pinyin]]: ''[[#Zhongguo dan Zhonghua|Zhong Hua]]''), dan menolak disebut Cina.
 
Pada 1928, tokoh pergerakan Indonesia yang merasa "berutang budi" kepada masyarakat Tionghoa karena koran-korannya banyak memuat tulisan pemimpin pergerakan tersebut ─ koran Sin Po adalah koran pertama yang mengganti sebutan Hindia Belanda dengan Indonesia pada setiap penerbitannya, dan juga koran pertama yang memuat teks lagu Indonesia Raya ciptaan WR Soepratman ─, sepakat mengganti sebutan Cina dengan Tionghoa. Dalam teks penjelasan UUD 1945 kata yang digunakan adalah Tionghoa pula. Semua itu terus berlangsung sampai jatuhnya Pemerintahan Presiden Soekarno, digantikan rezim Orde Baru .<ref>{{id}} [http://lkassurabaya.blogspot.com/2007/07/cina-tionghoa-dan-tiongkok.html Blog Lembaga Kajian Agama dan Sosial: Cina, China, dan Tionghoa oleh Benny G. Setiono, Pengamat Sosial dan Politik]</ref>.
 
Sejak itu istilah "Tionghoa" dipakai bersama sebagai padanan istilah "Cina" yang sudah populer lebih dahulu.
Baris 166:
 
==== Pelarangan penggunaan istilah Tiongkok dan Tionghoa ====
Karena perkembangan politik yang kian pelik, munculah larangan tak resmi{{fact|tak resmi = opini. Kapan, di mana, oleh siapa?}} penggunaan istilah Tionghoa dikarenakan istilah ini digunakan oleh partai dan komunisme.<ref>{{id}}Hoa Kiauw di Indonesia karya Pramoedya Ananta Toer.</ref>.
 
Pada tahun 1957 dikeluarkan [[Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959]] yaitu larangan dagang bagi semua orang yang masih memiliki "kewarganegaraan Cina" di [[Daerah Tingkat II]]. Pada tahun 1959 orang Tiongkok dipersilahkan memilih menjadi warga negara tanah leluhur (menjadi Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia) atau menjadi Warga Negara Indonesia. Konflik ini kemudian meluas dengan puncaknya peristiwa rasialisme pada [[Peristiwa 10 Mei 1963]] di Bandung dan merambat ke beberapa kota lainnya.