Suku Lauje: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>") |
||
Baris 1:
'''Suku Lauje''' merupakan salah satu suku di [[Indonesia]] yang sebagian besar menetap di [[Kabupaten Donggala]], [[Sulawesi Tengah|Provinsi Sulawesi Tengah]].<ref name=":0">{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia: Jilid L – Z.|last=Melalatoa|first=DR. M. Junus|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.|year=1995|isbn=|location=Jakarta|pages=}}</ref>
== Asal-Usul ==
Suku ini masih satu rumpun dengan Suku Tialo. Kedua suku tersebut merupakan bagian dari [[Suku Tomini]].<ref name=":1" />
== Agama dan Sistem Kepercayaan ==
Sebagian masyarakat Suku Lauje sudah menganut [[Kekristenan|Agama Kristen]], selebihnya adalah [[Muslim]].<ref name=":0" />
Meski sudah menganut [[Agama Abrahamik|Agama Samawi]], sistem kepercayaan dari nenek moyang masih mereka hormati dan pertahankan, termasuk soal asal-usul mereka seperti yang telah diterangkan di atas. Suku Lauje masih mempercayai bahwa ada beberapa Ilah (dewa) yang mengatur kehidupan manusia di dunia. Mereka adalah Raja Tongka Alah (tinggal di langit), Puang Ma Petu (berdiam di bawah tanah) dan Olongian (tinggal di mata air). Raja Tongka Alah merupakan perantara roh-roh orang mati dengan orang hidup. Sedangkan Lalu Puang Ma Petu dikenal sebagai Ilah Perusak, sedangkan Olongian diyakini sebagai Ilah Penyelamat.
Mereka juga mempercayai keberadaan roh-roh halus yang juga dipercaya memiliki tugas di dunia orang hidup dan membantu kehidupan orang-orang Suku Lauje. Ada Togu Petu, Togu Ompongan dan Togu Ogo. Togu Petu bertugas menjaga tanah. Jadi berhasil atau tidaknya manusia bercocok tanam ditentukan oleh roh tersebut. Lalu Togu Ompongan dipercaya sebagai penguasa hutan belantara yang mengawasi tindak tanduk manusia di hutan. Selanjutnya Togu Ogo bertugas sebagai penguasa sungai sekaligus penjaga air. Kepada roh-roh tadi Orang Lauje biasanya meminta restu sebelum melakukan aktivitas-aktivitas tertentu di sekitar tempat tinggalnya.<ref name=":0" />
== Mata Pencarian Hidup ==
Mata pencaharian hidup orang Suku Lauje adalah berladang. Yang mereka tanam utamanya [[padi]] dan [[jagung]]. Mereka juga menanam [[Sayuran|sayur-mayur]], [[Cengkih|cengkeh]], [[bawang putih]], [[Ketela pohon|singkong]], [[ubi jalar]], [[pisang]], [[Pepaya|pepay]]<nowiki/>a dan [[mangga]]. Sebagai sambilan, pekerjaan mereka adalah mencari [[rotan]], [[damar]], [[kemiri]], membuat kerajinan tangan, [[Perburuan|berburu]] juga [[Peternakan|beternak]]. Jika masa paceklik tiba, Orang Suku Lauje sanggup bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi [[ubi jalar]] “unggayu”, atau [[gadung]] “ondot” yang tumbuh liar di hutan-hutan.<ref name=":0" />
Suku Lauje yang bermukim di [[Kabupaten Parigi Moutong]] bisa memiliki pendapatan rata-rata sampai Rp. 10 juta per bulan dari memanen [[Kakao|coklat]] dan cengkih, tentu saja jika harga keduanya sedang tinggi. Untuk diketahui kabupaten ini merupakan pemasok coklat terbesar di Indonesia.<ref name=":4">{{Cite web|url=http://sinarharapan.net/2018/10/suku-lauje-penabung-uang-di-atas-pohon/|title=Suku Lauje, Penabung Uang di Atas Pohon|last=Jemabut|first=Inno|date=23 October 2018|website=sinarharapan|publisher=|access-date=13 Maret 2018|archive-date=2019-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20190712060011/http://sinarharapan.net/2018/10/suku-lauje-penabung-uang-di-atas-pohon/|dead-url=yes}}</ref>
Awalnya Suku Lauje (khususnya di Parigi Moutong) menggunakan konsep berladang tak menetap. Namun sejak era 1980-an pola seperti itu perlahan-lahan berubah. Mereka mulai mengenal tanaman jangka menengah dan panjang, seperti cengkih, kakao dan kelapa. Orang Suku Lauje mempercayai mimpi. Jika sebelum menanam jagung dan padi secara bersamaan lalu mereka bermimpi melihat bintang, mereka yakin isi mimpi itu pertanda bagus buat mereka: ladang akan aman dari gangguan hama dan hasilnya akan melimpah.<ref name=":3" />
== Sistem Adat ==
=== Sistem Kekerabatan ===
Suku Lauje mengenal juga sistem kelompok kekerabatan luas. Mereka hidup berkelompok. Satu kelompok, atau beberapa keluarga inti, tinggal di rumah yang sama. Meskipun demikian, setiap keluarga inti memiliki dapurnya masing-masing. Seperti kebanyakan suku di Indonesia, Suku Lauje menganut sistem [[patrilineal]]. Sistem perkawinan mereka termasuk dalam sistem eksogami kelompok. Anak-anak mereka bisa memilih jodoh mereka sendiri, bahkan menikah dengan pasangan di luar kelompoknya. Namun jika tidak mendapatkan persetujuan dari orang tuanya, mereka bisa memilih mekanisme adat lainnya: [[kawin lari]].<ref name=":0" />
=== Lembaga Adat ===
Lembaga adat orang Suku Lauje dinamakan Yelelumut. Institusi adat ini ada untuk mengatur bagaimana masyarakat bertindak dan berperilaku sesuai aturan adat istiadat yang diajarkan turun-tumurun dari nenek moyang mereka. Lembaga ini masih dihormati oleh orang-orang Suku Lauje. Contoh nyata dalam pengelolaan hutan. Campur tangan Yelemut masih dibutuhkan agar tidak terjadi penyimpangan yang bisa saja berujung konflik antar warganya.
Lembaga adat ini juga bisa memberikan sanksi adat bagi para pelanggar aturan adat. Pelanggar akan diadili secara adat di balai adat. Pengadilan adat ini bersifat kekeluargaan. Sanksi yang diberikan pun disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, kemampuan ekonomi dan usia si pelanggar. Contoh soal [[Beringin|pohon beringin]] (nunu). Pohon ini bagi Suku Lauje adalah pohon keramat dan warganya dilarang keras untuk menebangnya, meskipun pohon tersebut tumbuh atau berada di tanah milik sendiri. Pelanggaran untuk menebang pohon beringin akan diberikan sanksi berupa denda uang dan piring tua (salamate).<ref name=":3" />
=== Tradisi Moganoi ===
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam, oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang masih berlangsung, seperti misalnya di [[Bamba Siang, Palasa, Parigi Moutong|Desa Bamba Siang]], Kecamatan Palasa. Moganoi merupakan tradisi memberikan [[sesajen]] dalam rangka meminta restu kepada penguasa gaib yang dipercaya hidup dan menguasai lingkungan tersebut. Biasanya dilakukan sebelum seseorang membuka hutan. Didampingi olongian (pemimpin adat) warga yang hendak membuka lahan di hutan terlebih dahulu mempersiapkan isi sesajen.
Sesajen harus berupa [[Pinang|buah pinang]] (mandulang), [[kapur]] (tilong), daun sirih tembako (taba’o), uang logam (do’i mo’oat). Setelah siap, lalu sesajen harus diletakkan di atas kain putih, ditata sedemikan rupa sehingga terlihat rapih. Selanjutnya ditinggalkan saja selama dua malam. Setelah didiamkan, orang yang hendak membuka hutan harus mengecek kembali sesajen itu. Jika tidak rapi lagi berarti tanda bahwa yang bersangkutan tidak diperbolehkan membuka lahan di wilayah yang diinginkannya. Namun jika sebaliknya, tetap rapih, maka orang tersebut boleh membuka hutan (menebang pohon) untuk ditanami.<ref name=":3" />
== Pendidikan ==
Karena masih banyak yang memakai konsep hidup berpindah-pindah dan tinggal di tempat terpencil, atau di tengah hutan, orang-orang Suku Lauje (setidaknya yang tinggal di Parigi Moutoung) kebanyakan hanya merasakan pendidikan sampai tingkat sekolah dasar saja. Selain berpindah-pindah, faktor pemahaman orang tua terhadap pendidikan juga turut menentukan. Pemahamannya, jika bersekolah tujuannya adalah mencari uang, lebih baik anak-anak mereka bekerja sekarang membantu mereka menanam coklat dan cengkih. Pemahaman ini juga yang akhirnya membuat anak-anak Suku Lauje berhenti bersekolah di tengah jalan.<ref name=":4" />
== Referensi ==
|