Filsafat hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 71:
Pada hakikatnya, pandangan [[integralisme]] mengemukakan hubungan antara warga negara dengan penguasa negara, agar dapat membentuk satu kesatuan utuh secara menyeluruh. Hubungan tersebut pada konteksnya didukung oleh ikatan kekeluargaan dan kebersamaan, yang menjadi salah satu inti dari integralisme yang berkembang di Indonesia sebagai negara kesatuan.
Integralisme sendiri merupakan filsafat yang memiliki integralitas sebagai konsep sentral di mana seluruh bagian yang ada, menyatu berdasar pada struktur tertentu yang organis hingga menjadi terpadu. Struktur tertentu tersebut dapat meliputi segala sumber, energi, materi, nilai, juga informasi.
Di dalam pandangan paham integralisme, hak asasi manusia dianggap berasal dari paham individualisme yang berlawanan dengan paham kolektivitas yang merujuk kepada paham sosialis. Paham integralisme melandasi negara dan masyarakat yang menyatu sehingga seluruh hak warga negara secara otomatis diperhatikan oleh negara. Menurut paham integralisme, dengan demikian, negara tidak mungkin akan menindas warga negaranya sendiri. Spinoza, Müller, dan Hegel mempelopori teori integralisme yang mendunia hingga bahkan paham integralisme yang berusaha diterapkan oleh Soepomo di Indonesia pun diambil dari pemikiran para filsuf tersebut. Secara global, ketiga pemikir filsafat yang diikuti oleh Soepomo tersebut berpendapat bahwa integralistik terjadi dengan adanya hubungan erat antarmasyarakat, sementara negara tidak berpihak terhadap salah satu golongan yang dianggap lebih kuat saja.<ref> Sugiarto 2018, hlm. 62-64.</ref>
 
=== Hegel ===
Spinoza, Müller, dan Hegel mempelopori teori integralisme yang mendunia hingga bahkan paham integralisme yang berusaha diterapkan oleh Soepomo di Indonesia pun diambil dari pemikiran para filsuf tersebut. Secara global, ketiga pemikir filsafat yang diikuti oleh Soepomo tersebut berpendapat bahwa integralistik terjadi dengan adanya hubungan erat antar masyarakat, sementara negara tidak berpihak terhadap salah satu golongan yang dianggap lebih kuat saja.<ref> Sugiarto 2018, hlm. 62-64.</ref>
Titik tolak filsafat yang diajarkan oleh Hegel terletak pada “roh.” Dalam ajaran Hegel, roh merupakan awal mula proses perkembangan segala sesuatunya, serta didaulat sebagai satu-satunya kenyataan. Sehingga, pada akhirnya, segala sesuatu yang ada bisa disebut sebagai wujud penampilan roh. Bahwa roh adalah realitas. Hegel mencapai pemikirannya yang demikian setelah mengadaptasi model berpikir dialektika [[Sokrates|Socrates]] untuk menyampaikan pendapatnya melalui dialog demi mencari dan mendapatkan kebenaran yang hakiki. Socrates pernah mengemukakan bahwa untuk mencari dan memperoleh kebenaran, harus dilakukan melalui dialog, baik itu dalam perdebatan ataupun diskusi yang kemudian disebut dengan dialektika. Sementara, proses dialektika terjadi ketika proses pertentangan dihilangkan. Padahal, pertentangan itu bisa saja berada di dalam pikiran ataupun di dalam realitas. Bisa dikatakan bahwa metode dialektika berfungsi untuk memahami dialektika roh yang merupakan kenyataan. Dengan demikian, menurut pemikiran Hegel, berpikir dialektik itu sendiri merupakan cara roh berkembang secara dialektik. Di sinilah letak perbedaan antara dialektika roh menurut Hegel dengan dialektika material menurut Karl Marx. Di dalam pandangan Hegel, semua realitas atau kenyataan ini adalah “roh” dengan segala bentuk penampilannya, sementara menurut Marx, semua ini merupakan kenyataan material. Sebab Marx meyakini bahwa yang nyata adalah yang berwujud.<ref>Darsono 2007, hlm. 20-21.</ref>
Sebagai filsuf, Hegel mengemukakan bahwa negara merupakan realitas roh atau kesadaran yang menjawab pertentangan yang timbul di masyarakat. Pertentangan yang muncul di masyarakat tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa adanya negara, sehingga menjadi tanggung jawab dan tugas negara untuk menyelesaikan pertentangan di masyarakat hingga terwujudnya perdamaian. Menurut pandangan Hegel, negara adalah perwujudan roh, sehingga negara wajib ditaati oleh setiap warga negara. Hak asasi manusia di dalam ajaran Hegel dengan demikian, menjadi hak warga negara yang diatur oleh negara. Negara hadir untuk mengelola dan mengatur segala sesuatu yang terkait hak asasi setiap warga negara yang bersatu menjadi satu kesatuan secara holistik. Negara yang dibentuk dari susunan kesatuan antarmanusia di dalam suatu masyarakat tertentu, bertanggung jawab untuk menjamin hak asasi manusia diberlakukan dengan tertib.
Lebih lanjut dalam ideologi ajaran Hegel, hak asasi manusia secara holistik diatur oleh negara dan dilindungi keberlangsungannya. Seluruh warga negara berpadu menjadi satu kesatuan utuh berupa tatanan sosial dengan kebebasan yang diatur oleh negara, termasuk hak asasi. Sebuah tatanan sosial dalam masyarakat yang bebas meliputi sistem kebebasan seperti misalnya sistem hak, baik itu hak-hak asasi negatif dan hak partisipasi, maupun hak-hak kolektif dan institusi. Di dalam sistem kebebasan itu, tuntutan-tuntutan privat, moral, serta etis individu difasilitasi dan dilindungi. Hak-hak privat diberi perlindungan di dalam sistem pasar dan sistem hukum privat, sementara hak-hak moral di dalam toleransi terhadap berlakunya kebebasan keyakinan dan tuntutan etis, dilindungi implementasinya lewat partisipasi di dalam negara dengan orientasi kesejahteraan umum, berdaulat, serta mampu memajukan budaya politik, seni, dan ilmiah. Kemampuan untuk bersikap mandiri atau independen dan melawan kepentingan-kepentingan privat merupakan realisasi kebebasan negara sebagai roh realitas yang di atas segalanya, nyata-nyata melampaui hak-hak individual dan individu-individu tersebut harus mematuhi roh realitas itu.
 
== Integralisme Soepomo ==